(1Kr 11:5) Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya.
Seringkali yang saya dengar, ayat tersebut ditafsirkan sebagai berkonteks budaya, sehingga karena konteks budaya masa kini tidak lagi relevan, maka perempuan Kristen tidak harus bertudung ketika berdoa/beribadah.
Tetapi kalau kita perhatikan ayat2 berikutnya:
(1Kr 11:7) Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki.
(1Kr 11:8) Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki.
(1Kr 11:9) Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki.
(1Kr 11:10) Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat.
Kalau melihat ayat2 lanjutan di atas, jelas Rasul Paulus tidak berbicara mengenai alasan kultur atau sosiologis ketika memerintahkan perempuan bertudung ketika berdoa, melainkan justru alasan teologis (perempuan diciptakan dari laki2, perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki, tanda kewibawaan oleh karena malaikat, dsb). Lebih lanjut bahkan dikatakan:
1Kr 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?
Jadi, mengapa jaman sekarang tidak diwajibkan perempuan bertudung/memakai penutup kepala ketika berdoa? Bagaimana pendapat rekan2 FIKers?
Salam
Topik yg menarik, bro shakespeare!!
IMHO, kunci jawaban dari persoalan ini ada di ayat 6:
1 Kor 11 : 6 Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya.IMHO, dari sini dapat kita lihat bahwa hal menudungi kepala adalah suatu kebiasaan, bukan hukum / keharusan. AFAIK, dalam adat kebiasaan Yahudi, perempuan tidak pernah menggunting rambutnya, kecuali dalam keadaan2 istimewa, misal dalam masa perkabungan. Wanita dalam tradisi waktu itu sangat menghargai rambut mereka, jadi adalah suatu bentuk penghormatan dan menunjukkan kepatuhan sekaligus kesederhanaan, bahwa mereka menudungi rambut mereka ketika hendak menghadap Tuhan.
Kalo dalam masyarakat modern sekarang ini, wanita memotong rambut adalah hal yg wajar dan bukan suatu penghinaan, malah banyak wanita2 yg rambutnya dipotong pendek seperti laki2. Dengan kata lain kebiasaan menutup rambut dalam masyarakat modern tidak lagi menunjukkan sikap kesedarhanaan dan kepatuhan. Jadi kebiasaan menutup rambut bagi wanita dalam Gereja modern ini IMHO tidak lagi relevant.
Jika dilihat dari sudut pandang hukum Gereja Katolik Ritus Latin, kebiasaan bagi wanita utk menudungi rambutnya telah dinyatakan secara definitif sebagai "kebiasaan yg tidak lagi memiliki nilai normatif".
INTER INSIGNIORES
Declaration on the Admission of Women to the Ministerial Priesthood (15 October 1976)
Sacred Congregation for the Doctrine of the Faith
... ... ...But it must be noted that these ordinances, probably inspired by the customs of the period, concern scarcely more than disciplinary practices of minor importance, such as the obligation imposed upon women to wear a veil on the head (1 Cor 11:2-6); such requirements no longer have a normative value.
http://www.ewtn.com/library/CURIA/CDFINSIG.HTM===========================================================
Menarik utk diperhatikan juga, bahwa sebenarnya kebiasaan wanita menutupi rambutnya dalam misa / ibadah pernah menjadi suatu keharusan dalam Gereja Katolik, bahkan merupakan suatu hukum, sebagaimana dinyatakan dalam "Code of Canon Law" yg dikeluarkan pada tahun 1917.
Canon #1262, Code of Canon Law 1917
#2 Both in and outside the church, men shall assist at sacred ceremonies with their heads uncovered, unless the approved usage of the people or particular circumstances require a different practice; women shall assist at them with head covered and dressed modestly, especially when they approach the holy table.Tapi perlu diingat, bahwa dalam Gereja Katolik, hukum adalah hukum, bukan doktrin apalagi dogma. Dan hukum, termasuk Hukum Kanonik, dapat diubah/direvisi oleh otoritas Gereja, dan hukum2 itu tidak akan pernah bertentangan dengan dogma dan ajaran2 infallible Gereja.
Berdasar dari pemahaman ini, kita akan melihat bahwa Code of Canon Law yang dikeluarkan kemudian hari pada tahun 1983, menyatakan demikian:
Canon #6, Code of Canon Law 1983
#1When this Code takes force, the following are abrogated:
1° the Code of Canon Law promulgated in 1917;
2° other universal or particular laws contrary to the prescripts of this Code, unless other provision is epxressly made for particular laws;
3° any universal or particular penal laws whatsoever issued by the Apostolic See, unless they are contained in this Code;
4° other universal disciplinary laws regarding matter which this Code completely reorders."Dan butir kedua dari canon 6, Code of Canon Law 1983 menyatakan demikian:
#2 Insofar as they repeat the former law, the canons of this Code must be assessed also in accord with canonical tradition." Mengingat canon 1262 dalam Code of Canon Law tahun 1917 tidak diulang dalam Code of Canon Law tahun 1983, mengingat pula ajaran definitif dalam "Inter Insigniores", maka dalam Gereja Katolik, kebiasaan wanita menutup kepalanya adalah sepenuhnya
pilihan.
IMHO, adalah sangat baik bagi wanita menutupi kepalanya, sebagai penghormatan dan meneruskan tradisi / disiplin kuno yg diwarisi dari para rasul. Tetapi jika seorang wanita katolik tidak menutupi kepalanya, selama dia tetap menudungi hatinya, maka wanita tersebut tidak melanggar kemuliaan Allah ketika dia datang menghadap Tuhan dalam ibadah / misa.