misal dengan beberapa bukti sejarah, kita bisa menyimpulkan bahwa paham Solascripturaitu memang baru muncul di jaman luther.. sebagai reaksi atas ketidak setujuan luther terhadap Gereja (nah pandangan begini netral kan?)
Solascriptura sebagai standing position luther untuk melawan Gereja dan Paus kala itu.. (ini juga POV yang ilmiyah dan netral kan?)
Nah, ini lho maksud saya melihat konteks sola scriptura dalam kerangka sejarah pada waktu itu, ya itu tadi sebagai perlawanan atas otoritas Gereja yang (menurut Luther dan para reformator) sudah menyeleweng dari tujuan Gereja yang sesungguhnya.
So, saya gak minat untuk membuktikan apakah sola scriptura benar sedangkan scriptura+tradisi+magisterium salah, atau sebaliknya. Karena ini hanya akan menjadi debat kusir yang melelahkan.
Concern saya hanya ingin mengajak rekan2 katolik melihat, mengapa harus ada sola scriptura. Kira2 sama seperti ketika Protestan dan Katolik mendebatkan benar atau salah Katolik berdoa rosario, debatnya pasti tidak akan berujung, tetapi ketika Protestan mau mencoba memahami mengapa harus ada doa rosario, maka Protestan bisa mengerti meskipun tidak harus setuju dengannya. Inilah sebenarnya yang saya cari. Jadi saya gak nafsu amat mau menyerang ajaran katolik kok. Terserah kalo Protestan lain nganggap Katolik sesat, menyembah berhala, dsb.....yang jelas saya bukan orang yang begitu.
Nah, dari sudut ini sebenarnya kita sudah selesai kok, karena saya yakin sebenarnya Mas Onde sudah nangkap maksud saya. Jadi benar, sola scriptura memang sebagai bentuk perlawanan terhadap otoritas Gereja katolik pada waktu itu, karena alasan2 yang telah saya sebutkan sebelumnya.
Intinya ada beberapa konteks yang melatarbelakangi di sini:
1. Konteks masyarakat Kristen, artinya sola scriptura dicetuskan dalam konteks dunia Kristen yang sudah pasti mengenal ajaran Kristen dan setidaknya tahu Alkitab (meskipun tidak pernah/tidak diijinkan) membacanya.
2. Konteks otoritas, dimana otoritas paus sedemikian kuat, dimana legalitasnya diklaim sebagai suksesi berdasarkan
tradisi. Di sisi lain ternyata oknum2 pimpinan Gereja menunjukkan perilaku yang bertentangan dengan standar Kristen. Maka menjadi wajar ketika kepausan dan tradisi dipertanyakan.
3. Konteks Luther sebagai seorang Doktor Theologi di bidang Alkitab (yang notabene hasil didikan Katolik), setidaknya menjadi dasar bahwa dia memiliki pengetahuan yang cukup mengenai Alkitab.
Dari sini maka menjadi wajar (ingat lho, saya bicara kewajaran bukan soal benar/salah ataupun soal kepatutan) ketika ungkapan ketidakpuasan berubah menjadi sikap kritis, lalu ketika kritik justru dihadapi dengan sikap defensif dan penolakan yang berlebihan, maka perpisahan menjadi jalan keluar.
Lalu ketika melihat pertentangan yang luar biasa itu berasal dari institusi yang mendapatkan legitimasi berdasarkan tradisi, maka tradisi menjadi dipertanyakan nilai kebenaran dan infaliabilitasnya. Dari sinilah diputruskan bahwa kembali ke scriptura (sola scriptura) adalah satu-satunya jalan untuk mencari kehendak Tuhan yang sebenar-benarnya.
ya, tidak semua atau ada sekelompok orang kristen yang tidak mengakui Gereja.. itu sah2 saja..
kita coba bicara inkuisisi.. apa itu inkuisisi?
Apa yang ingin saya sampaikan adalah: pendapat2 maupun tafsir yang berbeda sudah ada sejak gereja mula-mula berdiri. Demikian juga pertanyaan2 kritis yang mempertanyakan legitimasi Kepausan sudah ada, tetapi mereka tidak mendapat tempat untuk didengar. Yang saya maksudkan, pertanyaan2 akan legalitas Tradisi sebagai infaliable sebenarnya sudah berlangsung berabad-abad.
Saya tidak ingin membahas inkuisisi karena saya tahu arahnya kemana dan jawaban Katolik bagaimana. Tetapi kita lihat kepada faktanya saja, bahwa orang2 yang berpendapat berbeda berakibat pengucilan atau penyiksaan dan hukuman mati (terserah mau dianggap bahwa yang menghukum adalah negara, apapun itu tentulah atas restu Gereja). Dari sini saja terlihat bahwa hal ini tidak sesuai dengan ajaran Gereja mula2, dimana penyesatan seharusnya dihadapi dengan pengajaran yang benar, bukan siksaan dan hukuman mati.
disinilah perlunya penjelasan tentang infallibilitas Paus.. tentu kesalah kaprahan yang terpelihara begini membuat seseorang terus yakin akan salah konsep ajaran Gereja. Padahal infallibilitas Paus itu bukan ketidak berdosaan Paus, dan harus punya kondisi.. ini yg kurang didengar oleh kalangan tidak katolik. sebenernya jawaban2 akan pertanyaan ini atau tepatnya kesalah kaprahan ini sudah banyak, sayang banyak pihak seolah tidak mau mendengar dan mrasa lebih nyaman dengan kesalahkaprahannya itu..
jika ajaran diselewengkan, maka yg harus dilakukan adalah meluruskan penyeleweng itu.. menghukum oknum penyeleweng.
bukankah jutru ajaran yang rawan diselewengkan ini yang harus dilindungi dengan sepenuhnya dan lebih ketat? bukannya di hancurkan...
Mas Onde ngomong begitu dalam konteks sekarang, setelah ada gegeran kasus Luther, setelah GRK kemudian memperbaiki diri dan membenahi diri, serta merumuskan kembali beberapa ajarannya.
Coba melihat pada konteks masa Luther, mana ada rumusan bahwa Paus infalible hanya pada situasi dan kondisi tertentu, infalible hanya pada ajaran moralnya, dst...dst..... Maaf bro, saya gak percaya.
Faktanya, pada masa itu mereka benar2 menganggap diri mereka infalible sehingga sebagian oknum merasa bisa berbuat seenaknya dan tetap tidak berdosa. Paling tidak kaum awam juga melihatnya seperti itu, bahwa benar atau salah, perintah mereka harus diikuti.
Mana mungkin Luther memiliki ribuan pengikut jika bukan karena adanya (maaf) kemuakan masyarakat awam terhadap perilaku oknum Gereja yang seakan untouchable (tidak dapat disentuh). Juga mana mungkin ada penguasa2 politik yang mendukung Luther jika bukan karena kemuakan para raja yang merasa Gereja ikut campur terlalu jauh ke dalam politik?
jika mas shakes seorang penganut pentakosta, kemudian kecewa dengan Pendeta mas shakes.. yang ternyata punya skandal.. maka wajar jika mas shakes menyatakan bahwa ajaran pentakosta itu keliru, untuk kemudian mas shakes mencari-cari sendiri ajaran yang dirasa tepat.. dan merubah konsepsi kebenaran (sekali lagi Konsepsi) yang ada di ajaran pentakosta.
Jika si Pendeta punya skandal, tetapi si Pendeta merasa bahwa tindakannya benar karena punya dasar pembenaran dari Alkitab, tentu saya akan menyelidiki Alkitab, dan kemudian membuktikan bahwa "pembenaran" si Pendeta itu keliru.
Tetapi jika si Pendeta bersikeras bahwa dia benar dan saya salah, bahkan mengusir dan mengucilkan saya, ya apa boleh buat saya akan keluar dari Gereja itu. Jika ada sebagian jemaat setuju dengan saya dan ikut meninggalkan Gereja, ya itu membuktikan bahwa alasan saya punya dasar, bukan sekedar omong kosong saja.
Salam.