Damai sejahtera Tuhan Jesus Kristus menyertaimu, Bud.
Mengingat bahwa saya di Gereja hanya seorang awam, mungkin jawaban-jawaban saya akan kurang memuaskan Budi. Mohon maaf atas keterlambatan respon ini, karena ketika
login hari ini, sangat tertarik pada
posting dari Quovadis. Harap maklum.
Penjelasannya jelas sekali, bro. Saya dapat membayangkan mekanismenya. Ada beberapa hal yg ingin saya tanyakan:
1. Magisterium itu berbentuk lembaga ya? (seperti misalnya lembaga mahkamah konstitusi)
Betul. Berbentuk lembaga, yang elemen-elemennya terdiri dari Paus dan seluruh uskup dalam bersekutuan dengannya.
Magisterium itu ialah otoritas mengajar yang dimiliki Gereja.
2. Siapa yg dimaksud dng pengajar2 tingkat sektor dan lingkungan?
Mereka adalah yang dipilih dari kalangan awam umat, untuk memoderatori suatu acara Pendalaman Alkitab. Bila ada kasus yang tidak terpecahkan di tingkat itu, masalah itu akan diteruskan ke paroki, bila belum juga terpecahkan, akan diteruskan ke tingkat keuskupan. Lazimnya, di tingkat keuskupan, sudah terpecahkan mengingat bahwa Uskup yang bersekutu dengan Paus merupakan elemen
Magisterium. Bila nyata-nyata belum tuntas juga, maka ditingkatkan lagi ke kepausan dan tidak tertutup kemungkinan akan dibahas secara pleno.
3. Bagaimana cara pengajar2 tingkat sektor dan lingkungan ini mendapat arahan dari Magisterium?
Arahan dari
Magisterium yang dimaksudkan di situ, sebenarnya tidak dilakukan secara bertatatapan muka antara elemen
Magisterium dengan pengajar tingkat sektor/lingkungan, melainkan apa-apa yang perlu diajarkan dalam suatu
event diberikan secara hirarkis dari keuskupan ke parokial untuk diteruskan ke pengajar-pengajar sektor/lingkungan.
Catatan, pengajar sektor/lingkungan tidak harus diemban oleh seorang saja. Bisa saja terjadi pergantian pengajar.
4 Berkaitan dng kewenangan, apakah kewenangan diberikan atas dasar kompetensi atau bagaimana? (Saya memaknai kewenangan dan kmpetensi sebagai dua hal yg berbeda. Misal: ada orang jadi presiden. Karena jabatannya, ia memegang wewenang sebagai kepala negara. Tapi, ia sebenarnya tidak punya kompetensi yg memadai untuk menjalankan tugas2nya sebagai kepala negara.)
Menurut pengalaman saya, pemberian kewenangan mengajar tidak berdasarkan kompetensi (baca: ketinggian ilmu/pendidikan). Mungkin terinspirasi dari Tuhan Jesus Kristus memilih para nelayan sebagai murid perdana.
5. Apakah anggota jemaat yg awam bisa (kompetensi) dan boleh kewenangan) mengajarkan hal-hal yg ia terima dari magisterium, melalui perwakilan tingkat lingkungan, ke orang lain?
Maksudnya, Bud? Awam itu mengajar, misalnya di kelompok sehobby, gitu? Tidak. Bahkan pengajar yang dipilih untuk mengajar suatu sektor/lingkungan, tidak mengajar di sektor/lingkungan lain, kecuali diminta oleh sektor/lingkungan yang bersangkutan.
Awam, setelah mendapat pengajaran, tinggal mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Jadi, bisa dibilang, awam mengajar melalui perbuatan. Kecuali kalau ada yang bertanya kepadanya, itupun kapasitasnya bukan mengajar, melainkan mengabarkan saja. Lanjutan pengajarannya, kalau masih dirasa perlu oleh yang bertanya, akan diteruskan ke tingkat parokial.
6. Saya pernah jalan-jalan di toko buku Kanisius di Jogja. DI situ bayak djual buku2 yg membahas suatu tema dalam Alkitab yg ditulis oleh romo2. Apakah bahasan2 dalam buku tsb bisa disebut 'suara' magisterium?
Tidak. Itu bukan suara
Magisterium, tetapi hampir bisa dipastikan, itu tidak bertentangan dengan
Magisterium. Buku-buku seperti itu, harus dipandang sebagai buku-buku biasa yang berisikan hal yang terkait dengan kekatolikan. Bila itu adalah suara
Magisterium, harus mendapat Nihil Obstat dari kepausan. Nihil Obstat itu ialah pernyataan dari seorang Uskup bahwa buku tersebut tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Katolik.
Halah banyak banget yak. Maklum namanya juga awam...
Salam
Tidak apa, sepanjang kita bisa saling mendengar.
Damai sejahtera Tuhan Jesus Kristus menyertaimu Bud.
Catatan: Tolong jangan jadikan informasi dari saya sebagai sebagai referensi atas nama kekatolikan. Kalo atas nama saya, sih... ndak apa-apa.