Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus In nomine Patris et Filii et Spiritus Sancti Bismil-Abb, wal-ibn, war-Rohil Quddus, Al-Ilahu-Ahad Amin
0 Members and 1 Guest are viewing this topic.
Naaaah, biasanya, orang yang 'terlanjur' kaya, sudah terlanjur suka dengan gaya hidupya om. Contoh adalah om Phooey, yang terbiasa berpergian dengan mobil mewah bikinan Jerman, maka otomatis om Phooey takut kalau harus 'turun kelas' jadi naik mobil kelas niaga bikinan Jepang, apalagi kalau harus naik kendaraan umum. Maka, oom Phooey 'takut' serta 'khawatir' kalau dengan memberikan uang puluhan juta untuk mengobati orang lain akan berakibat oom Phooey harus turun kelas.Sementara orang miskin model salt, yang sudah terbiasa naik busway, rela memberikan 5 ribu dari uangnya yang cuma 20 ribu, karena toh cuma berkurang 'satu potong tahu' untuk makan siang nanti. Dalam hal ini adalah 25% dari kkayaannya lhoh om. Sementara untuk konglomerat Phooey dengan kekayaannya yang 200 miliar, sepertinya tidak akan berani memberikan 50 miliar untuk orang yang butuh.Kira kira seperti itu perbandingannya, om. Itulah mengapa orang kaya lebih susah masuk lubang jarum, selain karena memang lebih gemuk tentunya.
asal jangan stiap liat orang kaya lalu 'dihakimi' dg:'Lha ini dia orang kaya pasti kurang rohani ini'
Bukan saya lho Om Siip
Maksudnya, sesama orang kaya dilarang saling mendahului, eeehhh...., menghakimi.Begichuuu ????
Maksud saya ... saya enggak menghakimi Konglomerat Salt
Kebetulan saya bukan orang kaya, maka saya 'boleh' menghakimi orang orang kaya seperti oom Phooey.