Author Topic: Batasan "menghakimi"  (Read 24351 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ond32lumut

  • Global Moderator
  • Hero Member
  • *****
  • Posts: 960
  • Reputation Power:
  • The Jesuits University
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #15 on: December 20, 2013, 08:12:46 PM »
Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu

apakah kalimat ayat diatas, ilustrasinya kayak begini ?

Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi
Cuplis mengukur mr.X dari tingkah lakunya yg menurut Cuplis (pov Cuplis) tidak sesuai dengan hidup orang Kristen.
Lalu Cuplis mengeluarkan statement : mr.X itu orang Kristen palsu.

kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur
Unyil melihat/mendengar tingkah laku Cuplis diketika event Cuplis mengeluarkan statement ungu
Unyil mengukur Cuplis dari event ungu tsb (pov Unyil) tidak sesuai dengan hidup orang Kristen.
Lalu Unyil mengeluarkan statement : mr.X itu orang Kristen palsu.

akan diukurkan kepadamu
Demikianlah Cuplis mengalami bunyi ayat diatas dimana si pengukurnya adalah Unyil.

Pak Raden mendengar statement Unyil yg ungu ttg Cuplis, mengukur, dari hasil ukuran pak Raden, pak Raden menghakimi Unyil. Meilan mendengar statement pak Raden yg ungu ttg Unyil, dst dst gak kelar kelar :D

atau mungkin,
terlepas apakah Unyil mendengar/kagak statement ungu Cuplis - suatu hari entah kapan, Cuplis-pun akan bisa mengalami mengalami hal serupa seperti yg dia lakukan ke mr.X ... yaitu : mengukur, dari hasil ukuran Cuplis, Cuplis menghakimi.

dengan demikian, maksud dari kalimat di ayat adalah :
Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, suatu hari entah kapan kamu akan bisa mengalami dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu

???  :what: :what: :what: ???

:)
salam.
coba2 ikutan mikir..

kalau menurut saya.. kalimat "Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu"

maksudnya, bahwa kalau mau menghakimi koruptor janganlah korupsi.. kalau masih korupsi, jangan sekali2 menghakimi koruptor.

karena sebelum kamu menghakimi, kamu terlebih dulu akan dihakimi seturut yang akan kamu hakimi..  :what: :D

Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kolose 3 : 23

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #16 on: December 20, 2013, 08:44:29 PM »
coba2 ikutan mikir..

kalau menurut saya.. kalimat "Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu"

maksudnya, bahwa kalau mau menghakimi koruptor janganlah korupsi.. kalau masih korupsi, jangan sekali2 menghakimi koruptor.

karena sebelum kamu menghakimi, kamu terlebih dulu akan dihakimi seturut yang akan kamu hakimi..  :what: :D


Intinya jangan meng"hakimi" kalo bukan jabatannya hakim


 :D
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #17 on: December 20, 2013, 09:08:17 PM »
karena sebelum kamu menghakimi, kamu terlebih dulu akan dihakimi seturut yang akan kamu hakimi..  :what: :D
:D  :giggle:  :lol:

Masih belum jelas nih ...
Dari kata "menghakimi" itu saja - maksudnya yg kayak begimana yah ?

  • A. Cuplis mencuri ketangkep becek, lalu "dihakimi" massa ?
    Disini artinya penilaian massa ke Cuplis = TRUE (Cuplis mencuri),
    Penggebugan jadinya = menghakimi.
  • B. Massa mendengar kata orang dan percaya begitu saja bhw Cuplis mencuri
    ---atau---
    Massa menduga bhw Cuplislah pencurinya.
    Terlepas apakah Cuplis mencuri = TRUE or not, ungu = menghakimi.
  • C. Seorang hakim berdasarkan penyelidikan intensif dan fakta2 yg dikumpulkan, memutuskan Cuplis bersalah dan lalu menjatuhi hukuman = menghakimi

Quote
kalau mau menghakimi koruptor janganlah korupsi.. kalau masih korupsi, jangan sekali2 menghakimi koruptor
Taroh kata yg menghakimi itu emang bener2 gak pernah korupsi .... lalu kalo si pesakitan tsb ternyata bukan koruptor, gimana donk :D ? ---> nah, utk sementara... kesimpulan saya sih yang point-B ---> kata "menghakimi" di ayat ybs = prasangka di hati yg dinyatakan  :whistle:

:)
salam.

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #18 on: December 20, 2013, 09:14:19 PM »

Intinya jangan meng"hakimi" kalo bukan jabatannya hakim


 :D
Pertanyaannya,
pak Ogah jabatannya hakim - dia menduga (lalu mencanangkan) bhw Cuplis tetangganya itu mencuri garpu di rumah dia = boleh dilakukan karena pak Ogah seorang hakim yg tidak pernah mencuri ?

Aku rasa ayat itu nggak sedang bermaksud menyatakan : kalo kamu hakim, kamu boleh menghakimi ... kalo bukan hakim, kamu jangan menghakimi, deh phooey :D.

:)
salam.

Offline budi

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 488
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #19 on: December 22, 2013, 01:13:14 AM »
Maksud Bro Budi ...
Siap2lah dihakimi bilamana hendak menghakimi...

 :think:

Bukan begitu.

Maksud saya: jangan menghakimi karena kita (yg menghakimi) tidak akan "lolos" juga dari penghakiman dng ukuran yg kita pakai untuk menghakimi itu.

Ukuran dalam konteks ayat tsb kan Hukum Allah. Nah kita sendiri juga nggak "lolos" dari Hukum Allah itu kok.

Gitu bro phooey.


Cheers

Offline hanhalim2

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 4084
  • Reputation Power:
  • Denominasi: R.katholik
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #20 on: December 22, 2013, 02:01:22 PM »
coba2 ikutan mikir..

kalau menurut saya.. kalimat "Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu"

maksudnya, bahwa kalau mau menghakimi koruptor janganlah korupsi.. kalau masih korupsi, jangan sekali2 menghakimi koruptor.

karena sebelum kamu menghakimi, kamu terlebih dulu akan dihakimi seturut yang akan kamu hakimi..  :what: :D

Yup .
walaupun tidak korupsi ,kalu bukan Hakim janganlah menghakimi  koruptor,
apalagi jika sang koruptor punya pengacara handal yang pake batu cincin.

atau punya pengacara yang suka jalanin sumpah pocong .


Tuhan Yesus membwrkati


Han
Bukan semua nas/ayat  yang tertulis dalam Alkitab adalah Firman Allah dan juga Tidak seluruh Firman Allah tertulis lengkap dalam Alkitab.

( mudah mudahan dimengerti penjelasannya )

Offline ond32lumut

  • Global Moderator
  • Hero Member
  • *****
  • Posts: 960
  • Reputation Power:
  • The Jesuits University
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #21 on: December 22, 2013, 06:38:38 PM »
:D  :giggle:  :lol:

Masih belum jelas nih ...
Dari kata "menghakimi" itu saja - maksudnya yg kayak begimana yah ?

  • A. Cuplis mencuri ketangkep becek, lalu "dihakimi" massa ?
    Disini artinya penilaian massa ke Cuplis = TRUE (Cuplis mencuri),
    Penggebugan jadinya = menghakimi.
  • B. Massa mendengar kata orang dan percaya begitu saja bhw Cuplis mencuri
    ---atau---
    Massa menduga bhw Cuplislah pencurinya.
    Terlepas apakah Cuplis mencuri = TRUE or not, ungu = menghakimi.
  • C. Seorang hakim berdasarkan penyelidikan intensif dan fakta2 yg dikumpulkan, memutuskan Cuplis bersalah dan lalu menjatuhi hukuman = menghakimi
Taroh kata yg menghakimi itu emang bener2 gak pernah korupsi .... lalu kalo si pesakitan tsb ternyata bukan koruptor, gimana donk :D ? ---> nah, utk sementara... kesimpulan saya sih yang point-B ---> kata "menghakimi" di ayat ybs = prasangka di hati yg dinyatakan  :whistle:

:)
salam.
sebenernya saya sendiri masih binun...  :D

tunggu disuksinya berkembang dulu deh.... hehehe...
Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kolose 3 : 23

Offline Jenova

  • Administrator
  • Super Hero
  • *****
  • Posts: 1794
  • Reputation Power:
  • Joining in endless praise...
  • Denominasi: Catholic
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #22 on: December 22, 2013, 09:59:14 PM »
"Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.
 2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.
 (Mat 7:1-2 ITB)


@ teman2 semua.

Dalam forum diskusi ... kadang2 kalo sudah bersemangat ... sampai2 lupa batasan.
Supaya enggak kebablasan sehingga dianggap menghakimi, menurut teman2 semua batas2 "menghakimi" sampai dimana ??

 :)

Ada jawaban bagus dari Summa Theologica, tulisan St. Thomas Aquinas, mengenai hal menghakimi:

Summa Theologica
Question 60 - Judgement
Article 2


Judgment is lawful in so far as it is an act of justice. Now it follows from what has been stated above (1, ad 1,3) that three conditions are requisite for a judgment to be an act of justice: first, that it proceed from the inclination of justice; secondly, that it come from one who is in authority; thirdly, that it be pronounced according to the right ruling of prudence. If any one of these be lacking, the judgment will be faulty and unlawful. First, when it is contrary to the rectitude of justice, and then it is called "perverted" or "unjust": secondly, when a man judges about matters wherein he has no authority, and this is called judgment "by usurpation": thirdly, when the reason lacks certainty, as when a man, without any solid motive, forms a judgment on some doubtful or hidden matter, and then it is called judgment by "suspicion" or "rash" judgment.
http://www.newadvent.org/summa/3060.htm


Terjemahan bebas
Penghakiman adalah sah selama hal tersebut adalah tindakan yang adil. Sekarang melanjutkan dari apa yang telah dituliskan di atas (artikel 1), bahwa tiga kondisi harus dipenuhi agar penghakiman dapat menjadi tindakan yang adil: pertama, bahwa penghakiman itu berasal dari kecenderungan akan keadilan; kedua, bahwa penghakiman itu berasal dari seseorang yang memiliki wewenang; ketiga, bahwa penghakiman itu dinyatakan sesuai dengan keputusan pengadilan yang bijaksana dan benar (sah). Jika salah satu dari syarat ini tidak dipenuhi, penghakiman itu adalah cacat dan tidak sah. Pertama, ketika penghakiman itu berlawanan dengan moral keadilan, maka penghakiman itu akan disebut sebagai "penyelewengan" atau "ketidak-adilan"; kedua, ketika seseorang menghakimi suatu kasus padahal dia tidak memiliki otoritas, maka hal ini disebut sebagai penghakiman "melalui pencurian kekuasaaan (untuk menghakimi)"; ketiga, ketika alasan utk menghakimi itu kurang pasti, yaitu ketika seseorang tanpa memiliki motivasi yang kukuh, melakukan penghakiman berdasar keragu2an atau hal2 yang tidak terungkap, maka hal itu disebut penghakimin berdasar "kecurigaaan" atau penghakiman yang "sembrono"


AFAIK, hanya Gereja yg apostolik yang memiliki uskup dan magisterium (seperti Gereja Katolik Roma, Gereja Orthodox Timur, Gereja Orthodox Oriental, Gereja Anglikan, dsb) yang mengimani bahwa Gereja lah yang memiliki "lembaga" untuk "menghakimi" hal2 yang berkaitan dengan doktrin.
IMHO, dalam forum2 diskusi, yang sering kali dihakimi adalah doktrin / ajaran yang diungkapkan dalam diskusi tersebut. Jadi IMHO, mengikuti definisi dari Summa Theologica di atas, seharusnya dalam diskusi tidak dilakukan penghakiman akan ajaran2 yg disampaikan, misal: ajaran tersebut salah, ajaran tersebut tidak benar, atau lebih jauh lagi yang harus dihindari adalah penghakiman kepada orang yang menyampaikan ajaran tersebut (e.g. orang itu sesat, orang itu bodoh, dsb).
Love is not merely a sentiment, it is an act of will.
(Benedict XVI)

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #23 on: December 22, 2013, 10:26:58 PM »
sebenernya saya sendiri masih binun...  :D

tunggu disuksinya berkembang dulu deh.... hehehe...
karena penasaran dan gak ada jawaban... barusan tak "lirik" ayat bhs inggrisnya, onde...
(entah pula kalo dlm bhs aslinya :D).

(1) DO NOT
1. judge and
2. criticize and
3. condemn others,
so that you may not be judged and criticized and condemned yourselves.


IMO, kata "and" disitu menuntun ke pengertian bukan salah satu - melainkan semua kondisi mesti terpenuhi (= TRUE).

Semisal Unyil menyatakan ke orang lain : "si Cuplis itu mencuri HP saya" ---ataupun--- berkata dalam hati : "hm... si Cuplis nyuri HP saya"

(3) Why do you stare from without at the very small particle that is in your brother's eye

Kalimat ayat 3, sepertinya maksud ayat 1 sikon-nya adalah : Cuplis mencuri HP = True.

  • Jadi dengan adanya pernyataan ungu diatas, point-1 terpenuhi ... point-2 dan 3 belum terpenuhi.
  • Diketika Unyil menyatakan ke Cuplis bhw Cuplis telah berbuat salah (krn mencuri HP Unyil), disini point-2 terpenuhi.
  • Lalu Unyil membawa Cuplis ke pengadilan atopun melaporkan ke polisi, disini point-3 terpenuhi.

Kalo diliat secara garisbesar,
ketiga point diatas yg dilakukan Cuplis = wajar, sah2 aja dan tidak bisa dikatakan salah.
Tapi sepertinya di pov Yesus, itu = salah.
Unyil menjadi "benar" - apabila syarat kalimat merah dibawah ini terpenuhi :

(5) You hypocrite, first get the beam of timber out of your own eye, and then you will see clearly to take the tiny particle out of your brother's eye.

So,
apabila Unyil memang tidak pernah mencuri - maka ketiga point diatas yg dilakukan Unyil = boleh.

Bener gak yah begitu ? :D

(2) For just as you judge and criticize and condemn others, you will be judged and criticized and condemned, and in accordance with the measure you deal out to others, it will be dealt out again to you.

Kalimat merah di ayat 2, buat saya juga masih rancu (belon jelas).... karena menuntun ke pertanyaan : "oleh siapa ?" ---> apakah maksud Yesus oleh Allah nanti di hari penghakiman ? ataukah maksud Yesus ini semacam instant-karma, oleh manusia lain dikurun ybs itu masih bernafas/hidup di bumi ?

:)
salam.

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #24 on: December 22, 2013, 11:02:44 PM »
Penghakiman adalah sah selama hal tersebut adalah tindakan yang adil. Sekarang melanjutkan dari apa yang telah dituliskan di atas (artikel 1), bahwa tiga kondisi harus dipenuhi agar penghakiman dapat menjadi tindakan yang adil:
  • pertama, bahwa penghakiman itu berasal dari kecenderungan akan keadilan;
  • kedua, bahwa penghakiman itu berasal dari seseorang yang memiliki wewenang;
  • ketiga, bahwa penghakiman itu dinyatakan sesuai dengan keputusan pengadilan yang bijaksana dan benar (sah)
Jika salah satu dari syarat ini tidak dipenuhi, penghakiman itu adalah cacat dan tidak sah.
Berdasarkan ilustrasi saya diatas antara Unyil dan Cuplis .... mengingat Unyil tidak memenuhi syarat kedua, yakni Unyil bukan bold ---> jadi apakah ketiga point yg Unyil lakukan itu memang tidak boleh dilakukan ?

Quote
ketiga, ketika alasan utk menghakimi itu kurang pasti, yaitu ketika seseorang tanpa memiliki motivasi yang kukuh, melakukan penghakiman berdasar keragu2an atau hal2 yang tidak terungkap, maka hal itu disebut penghakimin berdasar "kecurigaaan" atau penghakiman yang "sembrono"
Tadinya saya juga berpendapat perihal bold diatas... tapi ayat 3 menuntun saya berpendapat bhw sikon-nya : Cuplis mencuri HP = True. So, di pov Unyil - merah itu bukan sebagai dasarnya, melainkan suatu kenyataan yg Unyil lihat dgn mata kepala sendiri.

Quote
Jadi IMHO, mengikuti definisi dari Summa Theologica di atas, seharusnya dalam diskusi tidak dilakukan penghakiman akan ajaran2 yg disampaikan, misal: ajaran tersebut salah, ajaran tersebut tidak benar
Nah yang menjadi sulit apabila sikonnya : bagaimana kalau ajaran tsb memang salah ? (idem pada ilustrasi, dimana sikonnya Cuplis mencuri = True ---> so, perbuatannya = salah).

Quote
Gereja lah yang memiliki "lembaga" untuk "menghakimi" hal2 yang berkaitan dengan doktrin.
Maap Jeno... kok saya nggak bisa "nangkep" yah dengan kalimat diatas ? Karena pertanyaan dibenak saya timbul : "Nah kalo masing2 gereja mempunyai "lembaga" utk "menghakimi" doktrin yg dipedomani oleh gereja, pertanyaannya menjadi : bukankah yg dihakimi itu adalah orang2 yg dilingkungan gereja itu sendiri ?"

Sehingga menimbulkan pertanyaan selanjutnya :
Kalo suatu Gereja berdoktrin anu, dan ada Gereja lain yg berdoktrin una - apakah "lembaga" utk "menghakimi" dari masing2 gereja tsb memang sah/boleh utk menghakimi (ataupun saling menghakimi) dgn pernyataan bhw doktrin anu = salah (ataupun doktrin una = salah) ??

Mohon pencerahannya :D.

:)
salam.

Offline Jenova

  • Administrator
  • Super Hero
  • *****
  • Posts: 1794
  • Reputation Power:
  • Joining in endless praise...
  • Denominasi: Catholic
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #25 on: December 23, 2013, 02:37:32 AM »
Berdasarkan ilustrasi saya diatas antara Unyil dan Cuplis .... mengingat Unyil tidak memenuhi syarat kedua, yakni Unyil bukan bold ---> jadi apakah ketiga point yg Unyil lakukan itu memang tidak boleh dilakukan ?
 Tadinya saya juga berpendapat perihal bold diatas... tapi ayat 3 menuntun saya berpendapat bhw sikon-nya : Cuplis mencuri HP = True. So, di pov Unyil - merah itu bukan sebagai dasarnya, melainkan suatu kenyataan yg Unyil lihat dgn mata kepala sendiri.

Hmm.. IMHO, kembali dulu ke definisi menghakimi itu apa dulu? Menghakimi dan menyatakan fakta itu IMHO berbeda.
Kembali ke kasus Cuplis mencuri HP Unyil.
Kalo berawal dari asumsi dan kecurigaanm, meskipun disertai bukti2, lalu si Unyil menyatakan bahwa Cuplis mencuri HPnya --> Unyil sudah menghakimi
Kalo berawal dari asumsi dan kecurigaaan, melalui bukti2, lalu Unyil melaporkan ke pihak berwenang, dan oleh pihak berwenang dinyatakan bahwa Cuplis bersalah mencuri HP si Unyil. Kalo kemudian Unyil menyatakan bahwa Cuplis mencuri HPnya --> Unyil tidak menghakimi melainkan menyatakan fakta (atau setidaknya Unyil tidak bertanggung-jawab atas hasil penghakiman terhadap Cuplis).



Nah yang menjadi sulit apabila sikonnya : bagaimana kalau ajaran tsb memang salah ? (idem pada ilustrasi, dimana sikonnya Cuplis mencuri = True ---> so, perbuatannya = salah).

Jangan menghakimi! That simple. :)
Kalo misal aku membawa ajaran Gereja Katolik Roma mengenai "Immaculate Conception of Mary", lalu Anda lawan dengan ajaran / penghakiman dari Gereja Orthodox yang menolak / menyalahkan ajaran ini, maka Anda IMHO tidak sedang menghakimi melainkan sedang membawa fakta hasil pengadilan dari pihak yg memiliki wewenang menghakimi.

Maap Jeno... kok saya nggak bisa "nangkep" yah dengan kalimat diatas ? Karena pertanyaan dibenak saya timbul : "Nah kalo masing2 gereja mempunyai "lembaga" utk "menghakimi" doktrin yg dipedomani oleh gereja, pertanyaannya menjadi : bukankah yg dihakimi itu adalah orang2 yg dilingkungan gereja itu sendiri ?"

Sehingga menimbulkan pertanyaan selanjutnya :
Kalo suatu Gereja berdoktrin anu, dan ada Gereja lain yg berdoktrin una - apakah "lembaga" utk "menghakimi" dari masing2 gereja tsb memang sah/boleh utk menghakimi (ataupun saling menghakimi) dgn pernyataan bhw doktrin anu = salah (ataupun doktrin una = salah) ??

Mohon pencerahannya :D.

:)
salam.

Dalam Gereja Katolik Roma, ketuk palu untuk menghakimi apakah suatu ajaran itu benar atau salah, boleh diterima oleh umat atau harus ditolak, otoritas infallible itu ada di tangan Paus secara ex-cathedra atau dalam konsili ekumenis yang dalam persekutuan dengan Paus. Dalam hierarki di-bawahnya, seorang uskup memiliki otoritas utk membenarkan / menyalahkan doktrin (yg belum di-dogma-kan) dan berlaku bagi umat di dalam keuskupan tersebut.
AFAIK, dalam Gereja Orthodox, kuasa infallibility untuk ketuk palu ini ada di tangan konsili ekumenis (walau AFAIK mereka tidak pernah mengadakan konsili ekumenis lagi sejak skisma besar dengan GKR). Patriarchate memiliki otoritas yg mirip dengan otoritas seorang uskup dalam GKR (CMIIW).
Dalam Gereja Anglikan, mereka memiliki Anglican communion, di mana iman dalam communion ini dijadikan "ketuk palu" utk menghakimi Gereja yg memiliki doktrin yg "nyeleneh".

AFAIK, ya, jika suatu Gereja telah "menghakimi" mengenai kebenaran suatu ajaran, maka penghakiman itu hanya berlaku bagi umat yang bernaung dalam Gereja tersebut.
Gereja Katolik Roma misalnya, menghakimi bahwa ajaran ajaran Immaculate Conception of Mary itu adalah infallible, maka semua umat katolik harus menerimanya. Gereja Orthodox sebaliknya, dari magisterium masing2 patriarch, mereka menolak ajaran ini, jadi hanya umat orthodox di bawah patriarchate itu harus menolak ajaran Immaculate Conception. GKR tidak bisa memaksa umat GO utk menerima ajaran ini, dan sebaliknya GO tidak bisa memaksa umat GKR utk menolak ajaran ini.
Dalam kasus ini, aku sebagai seorang katolik, lebih memilih untuk mempertahankan dan membuktikan kebenaran ajaran GKR, dan bukan utk menyalahkan ajaran GO. IMHO, aku sedang menghindari hal yang ditabukan dalam Mat 7 : 1 dan sebisa mungkin tidak menghakimi ajaran di luar GKR yang menolak Immaculate Conception. :)
Love is not merely a sentiment, it is an act of will.
(Benedict XVI)

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #26 on: December 23, 2013, 05:56:33 AM »
Bukan begitu.

Maksud saya: jangan menghakimi karena kita (yg menghakimi) tidak akan "lolos" juga dari penghakiman dng ukuran yg kita pakai untuk menghakimi itu.

Ukuran dalam konteks ayat tsb kan Hukum Allah. Nah kita sendiri juga nggak "lolos" dari Hukum Allah itu kok.

Gitu bro phooey.


Cheers

Dalam case semisal menemukan saudara yang ikut Gereja Mormon...
Menurut Bro Budi .... dalam konteks menghakimi, apa yang harus kita lakukan ?

 :think:
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #27 on: December 23, 2013, 11:06:07 AM »
Jangan menghakimi! That simple. :)
hehehe... buat Jeno itu sudah simple... tapi belon buat odading, karena saya masih belum dapet definisi yg dimaksud ayat dari kata "menghakimi" itu sendiri ... seperti quote Jeno dibawah ini :

Quote
Hmm.. IMHO, kembali dulu ke definisi menghakimi itu apa dulu?
yg sempet saya tanyakan di post # 17 :).

Quote
Menghakimi dan menyatakan fakta itu IMHO berbeda.
Secara saya baca blok Matius 7:1-5 ttg penghakiman, yang saya tangkep adalah : terjadinya event keputusan ttg perihal "salah" yang terungkapkan entah itu di benak ataupun melalui pernyataan (menyatakan fakta) atas diri orang lain yg melakukan suatu perbuatan.

Quote
Kembali ke kasus Cuplis mencuri HP Unyil.
Oleh karena itu di ilustrasi ini, pada sikon Unyil melihat dgn kepala sendiri Cuplis menyuri HP ... di pov Unyil terjadi event tersirat dibenaknya bhw itu hal yg "salah" ---> disini Unyil telah menjadi "hakim". Point-1 terpenuhi, point-2 dan 3 belon terpenuhi (post #23).

Barusan saya baca lagi, baca lagi dan baca lagi blok ayat tsb (Matius 7:1-5).

Entah begimana, sekarang sepertinya saya nangkep maksud dari blok ayat tsb.
Ayat tsb (tebakan saya yah...) sedang berbicara hal "memaafkan" yg dibungkus dgn cara seperti yg disampaikan Matius 7:1-5 tsb.

Ilustrasi Unyil-Cuplis tsb jadinya spt sbb :

1. Cuplis mencuri HP = true.
2. Dibenak Unyil tercetus suatu "penghakiman" bhw perbuatan Cuplis = salah (judge = terpenuhi)
3. Unyil berbicara langsung ke Cuplis ttg perbuatan Cuplis tsb (criticize = terpenuhi)

Nah, sampai di point sini timbul "jeda" - sebelum berlanjut ke condemn.
Apabila Unyil melaporkan ke polisi - maka condemn = terpenuhi.

Namun blok ayat sepertinya sedang mencegah terjadinya condemn.
Di event "jeda", pada point-3 ungu diatas terjadi "pergumulan" apakah Unyil akan melanjutkan ke condemn (melaporkan polisi) ato kagak.

So, blok ayat tsb sepertinya sedang bermaksud menyatakan :
  • tidak ada seorangpun yg suatu saat tidak akan terluput dari kesalahan (Unyil mencuri HP = true .... small particle that is in your brother's eye = true).
  • Apabila memang bisa di consider = "small particle"
  • maafkanlah Cuplis
  • tidak perlu berlanjut sampe lapor ke polisi (condemn)

Quote
Kalo misal aku membawa ajaran Gereja Katolik Roma mengenai "Immaculate Conception of Mary", lalu Anda lawan dengan ajaran / penghakiman dari Gereja Orthodox yang menolak / menyalahkan ajaran ini, maka Anda IMHO tidak sedang menghakimi melainkan sedang membawa fakta hasil pengadilan dari pihak yg memiliki wewenang menghakimi.
Nah... pada bold, (imo) antara menolak dan menyalahkan itu sendiri bukankah berbeda, Jeno ?

Sesuatu (sebut saja AAA) yg ditolak, belon tentu "AAA" tsb = salah.
Apabila selama "AAA" itu sendiri belon diketahui = salah, maka sso tidak bisa menyalahkan dgn pernyataan "AAA" adalah suatu hal yg salah.. Orange disini artinya sudah bisa dikatakan nge-judge (point-1 terpenuhi : jugde).

Perdebatan yg terjadi di forum adalah terpenuhinya point-2 : criticize yang berupa usaha2 utk menunjukan/membuktikan bhw "AAA" = salah.

Dan apabila berlanjut sampai ke condemn, yakni menyatakan bhw yg salah itu mesti dilaporin polisi dan dipenjara - maka terpenuhilah makna sebenernya dari kata "judge" ---> yakni, judge-criticize-condemn

Tetapi (imo) blok ayat tsb tidak sedang bermaksud sedang menyatakan perihal "AAA" = salah yg berdasarkan kecurigaan ataupun dugaan --- melainkan sikonnya memang nyata2 "AAA" = hal yg salah. Cuplis mencuri HP = hal yg salah. There is indeed particle that is in our brother's eye ... tetapi kalo itu "small particle" maka maafkanlah, nggak usah ampe dibawa ke ati sehingga berlanjut ke kondemnisasi :D.

Dengan demikian, debat yg terjadi di forum sebenernya belumlah bisa dikatakan telah sempurna proses "judge"nya.... karena "AAA" itu sendiri belon/tidak diketahui = salah ato kagak (masih didalam rupa tuduhan/dugaan) ... dan ini tidak ada keterkaitannya dgn blok ayat Matius 7:1-5 ... karena  (imo) sikon di blok ayat tsb adalah : "AAA" memang suatu hal yg salah.

Semisal Usro menyatakan : "Immaculate Conception of Mary" = salah ---> maka di event ini Usro sedang melakukan tuduhan ... bukan sedang menghakimi :D.

Bener gak yah begitu ? :what:  :think1:  :shrug:
hehehe....   :giggle:

:)
salam.

Offline salt

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 2507
  • Reputation Power:
  • Denominasi: **
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #28 on: December 23, 2013, 11:24:33 AM »
Ini mau membahas tentang KUHP atau UU?

Weleh weleh

Offline siip

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 1721
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Karismatik
Re: Batasan "menghakimi"
« Reply #29 on: December 23, 2013, 11:52:05 AM »
@Oda...

Harus dpahami bhw konteks pengucapan firman itu menyangkut perubahan dari mentalitas Taurat ke mentalitas PB.

Di dalam konteks Taurat,
Ketika sso berbuat dosa/ksalahan krn tertangkap tangan atau atas dasar kesaksian minimal 2 atau 3 orang, maka si pelaku akan dihukum sesuai hukum agama (Taurat) yg berlaku dan akan menerima sanksi sosial.
Nah, sekali sso bsalah bersalah, maka sanksi sosialnya adalah stigma yg melekat selama-lamanya pd orang itu yg mbuatnya bisa terkucilkan utk sterusnya.
Dg bmodalkan Taurat, maka para pemuka agama juga bersikap sinis dan diskriminatif thd mreka yg bukan Yahudi (yg dsebut orang-orang tak bersunat), kpd orang-orang yg berpenyakit ttentu atau bprofesi ttentu.

Saya yakin itulah definisi 'menghakimi' yg diluruskan oleh Tuhan Yesus.

Kita lihat contoh dari Tuhan Yesus.
- Ia menjadikan dirinya approachable bagi para pelacur dan pemungut cukai bahkan makan bersama-sama mreka.
- Ia menyentuh perempuan yg pendarahan (yg statusnya najis) dan orang-orang kusta.
- Ia tidak melempar batu ke pelacur yg kedapatan berzinah

Bagaimana dg sikap para pemuka agama pd saat itu?
- Mreka tidak mau bgaul dg pelacur apalagi pmungut cukai bahkan mencela mreka stiap ada ksempatan.
- Mreka mngucilkan pnganut kusta.
- Mreka mencela dalam hati pd pelacur yg mencuci kaki Tuhan Yesus.
- Mreka mbawa seorang pelacur utk dihukum mati.

----------

Jd Oda perlu mlihat konteks 'jangan menghakimi' pd perbedaan antara Taurat dan mentalitas PB.
'Menghakimi' disini lebih pd sbuah 'sikap' atau 'mentalitas' yg memberikan stigmatisasi, hukuman sosial dan diskriminasi, BUKAN HANYA sekadar menyatakan kesalahan.
Mnyatakan ksalahan pun harus bdsk keterangan yg dapat dpertanggung-jawabkan.

Sikap 'jangan menghakimi' itu diikuti dg pembukaan ruang utk pertobatan, pemulihan dan rekonsiliasi.
Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati (Pkh 9:4)