Untuk lebih mudah memahami relasi dari “covenant pendahulu” (previous covenant) dengan “covenant berikutnya “ (proceeding covenants), mari kita analogikan dengan covenant2 atau perjanjian2 yg berlaku dalam kehidupan sehari2.
Mari kita lihat kasus dari “Geneva Convention” (Perjanjian Geneva) yang telah diperbaharui sebanyak empat kali.
First Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field, 1864
Second Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of Wounded, Sick and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea, 1906
Third Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoners of War, 1929
Fourth Geneva Convention relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War, 1949
Pada tahun 1864, telah disepakati suatu Perjanjian Geneva yg mengatur tata cara yg lebih baik/manusiawi dalam memperlakukan prajurit2 angkatan bersenjata yg terluka dan sakit.
Perjanjian ini lalu diperbaharui, atau dengan kata lain: diadakan/disepakati perjanjian baru, yaitu Perjanjian Geneva Kedua, yg selain mengatur hal2 yg telah disepakati dalam perjanjian sebelumnya, ditambahkan pula tata cara dalam memperlakukan prajurit2 dari kapal2 yg terdampar/tenggelam.
Lalu selanjutnya diadakan perjanjian baru lagi di tahun 1929, Perjanjian Geneva Ketiga, yg mengatur tata cara memperlakukan tahanan perang.
Terakhir, diadakan perjanjian terbaru di tahun 1949, Perjanjian Geneva Keempat, tentang perlindungan rakyat sipil dalam masa perang.
Sewaktu perjanjian kedua dikeluarkan/dibuat, perjanjian yg pertama tidak berarti dibatalkan/tidak berlaku lagi, tetapi telah diperbaharui dalam perjanjian kedua. Klausul2 dalam Perjanjian Pertama banyak yg diperbaharui dalam Perjanjian Kedua, tanpa membatalkan perjanjian yg pertama itu. Bisa dikatakan, klausul2 dalam perjanjian kedua harus diprioritaskan/dipenuhi sebelum menjalankan/mempertahankan klausul2 dalam perjanjian pertama (yg mengatur masalah yg sama). Utk hal2 yg belum diatur di Perjanjian Pertama, hal ini akan diatur oleh Perjanjian Kedua.
Bagaimana dengan Perjanjian Ketiga dan Keempat? Tentu saja perjanjian2 yg terbaru ini tidak menghapus perjanjian2 sebelumnya walaupun Perjanjian Ketiga dan Keempat tidak mengatur hal2 yg diatur oleh Perjanjian Kedua. Perjanjian2 yg terbaru ini akan mengatur hal2 yg belum diatur oleh Perjanjian2 pendahulunya.
Sebagai kesimpulan, gampangnya perjanjiaan2 terbaru tidak menghapus perjanjian2 sebelumnya, melainkan melengkapi dan menyempurnakan perjanjian2 sebelumnya. Jika ada perubahan/ketidak sesuaian, perjanjian terbaru akan lebih diprioritaskan/unggul (i.e. over rule) atas perjanjian2 sebelumnya.
Begitu pula halnya dalam memahami covenants dalam Perjanjian Lama (covenants in Old Testament) dan covenants dalam Perjanjian Baru (covenants in New Testament).
Khususnya mengenai perintah keempat dari 10 Perintah Allah (atau perintah ketiga jika mengikuti penomoran menurut GK) ttg mengkuduskan Hari Tuhan. Aturan dalam old covenant dalam Perjanjian Lama (Old Testament) tetap berlaku, yaitu bahwa kita harus mengkuduskan Hari Tuhan. Tapi new covenant dalam Perjanjian Baru (New Testament) telah memperbaharuinya, bahwa kita mengkuduskan Hari Tuhan di hari pertama dalam setiap minggunya untuk mengenangkan Kebangkitan Tuhan (contoh dari covenant ini bisa dilihat dalam aturan2 di kitab didache). Jadi untuk kita umat Kristen sekarang ini, new covenants dalam Perjanjian Baru harus diprioritaskan (over rule), bahwa mengkuduskan Hari Tuhan dilakukan di hari minggu utk merayakan Kebangkitan Tuhan. Tapi tentu saja, jika tetap mau mengkuduskan Hari Tuhan mengikuti covenants lama (i.e. hari Sabat / Sabtu) dipersilahkan selama tidak bertentangan / over rule atas new covenants yg telah ada.