Author Topic: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)  (Read 4424 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« on: August 01, 2012, 04:28:13 PM »
 10 Kepada orang-orang yang telah kawin aku tidak, bukan aku, tetapi Tuhan perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya.
 11 Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.
 12 Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia.
13 Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu.
 14 Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.
15 Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.
 16 Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?
 17 Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua jemaat.
 (1Co 7:10-17 ITB)


Seperti kita ketahui, pernikahan Kristiani adalah monogami, antara seorang pria dan seorang wanita dan tidak terceraikan.
Akan tetapi Rasul Paulus pada ayat tersebut diatas mengijinkan dengan kondisi yang disyaratkan.

Any comment ??    :think:
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline Medice_curateipsum

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 389
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Katolik
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #1 on: August 03, 2012, 09:17:45 AM »
10 Kepada orang-orang yang telah kawin aku tidak, bukan aku, tetapi Tuhan perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya.
 11 Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.
 12 Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia.
13 Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu.
 14 Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.
15 Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.
 16 Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?
 17 Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua jemaat.
 (1Co 7:10-17 ITB)


Seperti kita ketahui, pernikahan Kristiani adalah monogami, antara seorang pria dan seorang wanita dan tidak terceraikan.
Akan tetapi Rasul Paulus pada ayat tersebut diatas mengijinkan dengan kondisi yang disyaratkan.

Any comment ??    :think:

Monogami dan tidak terceraikan, sebenarnya dua hal yang beda. Tidak serta merta kalau 'cerai' berarti bukan 'monogami'. Bisa saja cerai tapi tetap 'monogami'. Kalau diceraikan tapi tidak kawin lagi.... tetap saja 'monogami'.

Benar, pada prinsipnya perkawinan tak dapat cerai.... tapi Alkitab sendiri menceritakan kasus-kasus khusus dimana suatu Perkawinan (sah) bisa dibatalkan (cerai). Karena zinah juga karena sebagaimana yang dimaksud di ayat tersebut diatas yang lebih dikenal dengan "privilegium paulinum" (terjemahan bebasnya: hukum/hak khusus ala Paulus).

Privilege ala Paulus ini diacu di Kanon 1143.

====

Salam,


Offline Medice_curateipsum

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 389
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Katolik
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #2 on: August 03, 2012, 09:27:31 AM »
10 Kepada orang-orang yang telah kawin aku tidak, bukan aku, tetapi Tuhan perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya.
 11 Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.
 12 Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia.
13 Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu.
 14 Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.
15 Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.
 16 Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?
 17 Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua jemaat.
 (1Co 7:10-17 ITB)


Seperti kita ketahui, pernikahan Kristiani adalah monogami, antara seorang pria dan seorang wanita dan tidak terceraikan.
Akan tetapi Rasul Paulus pada ayat tersebut diatas mengijinkan dengan kondisi yang disyaratkan.

Any comment ??    :think:

Yang masih menjadi perdebatan sampai sekarang adalah frasa "tidak terikat/not under servitude" dimaksud.

A. hanya bebas dari ikatan perkawinan

atau

B. Bebas untuk kawin lagi


Ada yg mengiyakan "A"

ada pula yg pro "B".

===

Kalau saya, cenderung pro dengan yang "A". karena B otomatis menggugurkan prinsip Monogami. Dan juga  karena mengawini "orang yang diceraikan" adalah sama dengan zinah.

===

Salam,

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #3 on: August 03, 2012, 05:27:21 PM »
10 Kepada orang-orang yang telah kawin aku tidak, bukan aku, tetapi Tuhan perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya.
 11 Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.
 12 Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia.
13 Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu.
 14 Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.
15 Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera.
 16 Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu?
 17 Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua jemaat.
 (1Co 7:10-17 ITB)


Seperti kita ketahui, pernikahan Kristiani adalah monogami, antara seorang pria dan seorang wanita dan tidak terceraikan.
Akan tetapi Rasul Paulus pada ayat tersebut diatas mengijinkan dengan kondisi yang disyaratkan.

Any comment ??    :think:

Monogami dan tidak terceraikan, sebenarnya dua hal yang beda. Tidak serta merta kalau 'cerai' berarti bukan 'monogami'. Bisa saja cerai tapi tetap 'monogami'. Kalau diceraikan tapi tidak kawin lagi.... tetap saja 'monogami'.

Benar, pada prinsipnya perkawinan tak dapat cerai.... tapi Alkitab sendiri menceritakan kasus-kasus khusus dimana suatu Perkawinan (sah) bisa dibatalkan (cerai). Karena zinah juga karena sebagaimana yang dimaksud di ayat tersebut diatas yang lebih dikenal dengan "privilegium paulinum" (terjemahan bebasnya: hukum/hak khusus ala Paulus).

Privilege ala Paulus ini diacu di Kanon 1143.

====

Salam,



Bro....
Kog saya tidak melihat unsur "zinah" pada ayat diatas ?

Bisa dibantu dijelaskan lebih lanjut ?
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline Medice_curateipsum

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 389
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Katolik
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #4 on: August 03, 2012, 09:19:55 PM »
Bro....
Kog saya tidak melihat unsur "zinah" pada ayat diatas ?

Bisa dibantu dijelaskan lebih lanjut ?

Maksud dari kalimat saya tsb adalah sbb:

"Benar, pada prinsipnya perkawinan tak dapat cerai.... tapi Alkitab sendiri menceritakan kasus-kasus khusus dimana suatu Perkawinan (sah) bisa dibatalkan (cerai), misalnya:  karena zinah, atau karena alasan2 yang disebutkan di ayat2 diatas."

===

Salam,

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #5 on: August 04, 2012, 03:20:08 PM »

Lanjut Bro.
Berarti langsung pada contoh dibawah ini :

A. Untuk wanita yang dari non Kristen menjadi Kristen.
Seorang pria non Kristen dan wanita non Kristen menikah secara sah melalui agama Z.
Kemudian pada prosesnya, sang wanita non Kristen masuk menjadi Kristen.
Sang pria non Kristen kemudian marah2 dan pada akhirnya ia menceraikan  sang wanita sudah menjadi Kristen.
Sang wanita Kristen ini kemudian biarlah ia hidup damai sejahtera dalam kondisi diceraikan daripada tidak diceraikan tetapi kehidupan pernikahannya tidak damai sejahtera.

B. Untuk pria yang dari non Kristen menjadi Kristen.
Seorang pria non Kristen dan wanita non Kristen menikah secara sah melalui agama Z.
Kemudian pada prosesnya, sang pria non Kristen masuk menjadi Kristen.
Sang wanita non Kristen kemudian marah2 dan pada akhirnya ia minta diceraikan oleh sang pria sudah menjadi Kristen.
Sang pria Kristen ini kemudian biarlah ia hidup damai sejahtera dalam kondisi menceraikan daripada tidak menceraikan istrinya yang non Kristen tetapi kehidupan pernikahannya tidak damai sejahtera.

Apakah contoh diatas sudah sesuai dengan Priviligeum Paulinum ?

Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline Medice_curateipsum

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 389
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Katolik
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #6 on: August 05, 2012, 11:17:08 PM »
Lanjut Bro.
Berarti langsung pada contoh dibawah ini :

A. Untuk wanita yang dari non Kristen menjadi Kristen.
Seorang pria non Kristen dan wanita non Kristen menikah secara sah melalui agama Z.
Kemudian pada prosesnya, sang wanita non Kristen masuk menjadi Kristen.
Sang pria non Kristen kemudian marah2 dan pada akhirnya ia menceraikan  sang wanita sudah menjadi Kristen.
Sang wanita Kristen ini kemudian biarlah ia hidup damai sejahtera dalam kondisi diceraikan daripada tidak diceraikan tetapi kehidupan pernikahannya tidak damai sejahtera.

B. Untuk pria yang dari non Kristen menjadi Kristen.
Seorang pria non Kristen dan wanita non Kristen menikah secara sah melalui agama Z.
Kemudian pada prosesnya, sang pria non Kristen masuk menjadi Kristen.
Sang wanita non Kristen kemudian marah2 dan pada akhirnya ia minta diceraikan oleh sang pria sudah menjadi Kristen.
Sang pria Kristen ini kemudian biarlah ia hidup damai sejahtera dalam kondisi menceraikan daripada tidak menceraikan istrinya yang non Kristen tetapi kehidupan pernikahannya tidak damai sejahtera.

Apakah contoh diatas sudah sesuai dengan Priviligeum Paulinum ?



AFAIK, tindakan aktif utk terjadinya 'cerai' tersebut adalah si Pihak yng tidak mau bertobat (tdk dibaptis). Jadi, dalam kasus B di atas, si Isteri yg menceraikan (meninggalkan) si suami. Bukan si Suami.

Jadi, pihak yg telah dibaptis (entah Suami atau Isteri) posisinya selalu di "yg diceraikan/ditinggalkan" bukan "yang menceraiakan" (walaupun karena di desak pihak yg Tidak dibaptis).

Karenanya, sayarat utama penggunaan hak ini dimungkinkan adalah jika  Si Non Baptis pergi meninggalkan si Yang Telah Dibaptis. Kalau hanya karena marah-marah... gak bisa :)

Kenapa si Non Baptis 'pergi/meninggalkan' si terbaptis pun akan di selidiki secara sesama (interpelasi).

Jadi, misalnya di Kasus B, jika si Isteri pergi meninggalkan si Suami, sebenarnya justru karena disengaja/diniatkan si suami... maka hal ini tidak diperbolehkan.

===

Salam,

bruce

  • Guest
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #7 on: August 06, 2012, 07:16:13 AM »
AFAIK, tindakan aktif utk terjadinya 'cerai' tersebut adalah si Pihak yng tidak mau bertobat (tdk dibaptis). Jadi, dalam kasus B di atas, si Isteri yg menceraikan (meninggalkan) si suami. Bukan si Suami.

Jadi, pihak yg telah dibaptis (entah Suami atau Isteri) posisinya selalu di "yg diceraikan/ditinggalkan" bukan "yang menceraiakan" (walaupun karena di desak pihak yg Tidak dibaptis).

Karenanya, sayarat utama penggunaan hak ini dimungkinkan adalah jika  Si Non Baptis pergi meninggalkan si Yang Telah Dibaptis. Kalau hanya karena marah-marah... gak bisa :)

Kenapa si Non Baptis 'pergi/meninggalkan' si terbaptis pun akan di selidiki secara sesama (interpelasi).

Jadi, misalnya di Kasus B, jika si Isteri pergi meninggalkan si Suami, sebenarnya justru karena disengaja/diniatkan si suami... maka hal ini tidak diperbolehkan.

===

Salam,

Oke, bro, bagaimana dengan kasus seperti ini?

Ada seorang wanita Katolik, menikah dengan sorang pemuda non Katolik di Gereja Katolik, dengan ijin khusus. Kemudian setelah beberapa tahun, pasangan itu bercerai, dimana kemudian si suami telah menikah lagi dengan wanita lain. Bagaimana status si istri ? Bisakah pasal Priviligeum Paulinum dipergunakan untuk membatalkan perkawinan si wanita? Bagaimana prosesnya? Berapa lama waktu yang dibutuhkannya untuk mendapatkan status liber?

Syalom

Offline Medice_curateipsum

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 389
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Katolik
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #8 on: August 06, 2012, 09:24:29 AM »
Oke, bro, bagaimana dengan kasus seperti ini?

Ada seorang wanita Katolik, menikah dengan sorang pemuda non Katolik di Gereja Katolik, dengan ijin khusus. Kemudian setelah beberapa tahun, pasangan itu bercerai, dimana kemudian si suami telah menikah lagi dengan wanita lain. Bagaimana status si istri ? Bisakah pasal Priviligeum Paulinum dipergunakan untuk membatalkan perkawinan si wanita? Bagaimana prosesnya? Berapa lama waktu yang dibutuhkannya untuk mendapatkan status liber?

Syalom

Priviligeum Paulinum hanya atas Perkawinan Sah (non Sakramental) oleh pasangan yang keduanya Non Baptis, tetapi kemudian salah satunya DIBAPTIS (jadi Katolik)

Sedangkan yang Bro contohkan itu adalah "Previlegium Petrinum" [Hak Petrus/Paus]. Yaitu hak untuk membatalkan Perkawinan Sah (non sakramental), dimana salah satu pihak adalah Katolik/Baptis dan pihak satunya Non Baptis, di Gereja Katolik (dengan Dispensasi Khusus dari Gereja).

Proses dan lamanya jangka waktu keluarnya keputusan dari Paus... saya gak tahu.

===

Note:
Saya tidak tahu apakah Privilegium Petrinum juga memberi kebebasan utk kawin lagi.... sepertinya Tidak. Privilegium Petrinum hanya membatalkan perkawinan.

Sedangkan Previlegium Paulinum (dalam prakteknya) memberi kebebasan untuk Kawin lagi. [Bahkan, setiap kali kasus Privilegium Paulinum terjadi... itu semata-mata karena si Pihak yg diceraikan (yg DIBAPTIS) pengen kawin lagi]
====

Berikut runutan tingkat kekukuhan suatu perkawinan:

I. Ratum et Consumatum ==> Sah, sakramental, dan telah disempurnakan dengan Persetubuhan (consumatum)
(Ini sama sekali tidak terceraiakan, baik oleh Paus. Hanya Kematian yg dapat menceraikannya)

II. Ratum sed Non Consumatum==> Sah, sakramental, tapi belum disempurnakan dengan Persetubuhan.
(Masih ada kemungkinan untuk diceraikan, namun sangat amat kecil peluangnya)

III. Perkawinan sah secara Katolik, salah satu pihak Katolik, Non Sakramental. ==> Perkawinan campur
(Peluang cerainya lewat Privilegium Petrinum)

IV. Perkawinan Sah (secara Sipil), keduanya Non Katolik, Non Sakramental
(Peluang cerainya lewat Privilegium Paulinum)

V. Perkawianan Putatif: Tidak sah, tapi diteguhkan oleh itikad baik dari minimal salah satu: Para pasangan 'kumpul kebo' tapi dengan itikad baik masuk dalam kategori ini..
===

II & III ==> bukan untuk bebas kawin lagi, melainkan bebas dari ikatan perkawinan (bebas dari hak dan kewajiban yg dituntut dalam suatu perkawinan)

IV ==> Ada dua pendapat berbeda [ada yg pro bebas kawin lagi Vs yg pro tidak untuk bebas kawin lagi]

===

Salam,

bruce

  • Guest
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #9 on: August 06, 2012, 10:57:23 AM »
Quote
Saya tidak tahu apakah Privilegium Petrinum juga memberi kebebasan utk kawin lagi.... sepertinya Tidak. Privilegium Petrinum hanya membatalkan perkawinan.

Bro, apa maksudnya dengan perkawinannya dibatalkan, berarti keduanya punya status libre, tetapi apakah masing masing pihak tidak berhak menikah lagi?

Syalom

Offline Medice_curateipsum

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 389
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Katolik
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #10 on: August 06, 2012, 08:27:59 PM »
Bro, apa maksudnya dengan perkawinannya dibatalkan, berarti keduanya punya status libre, tetapi apakah masing masing pihak tidak berhak menikah lagi?

Syalom

Sebenarnya saya lebih suka menggunakan istilah 'cerai' saja daripada kata 'batal' atau 'dianulir' [Pembatalan lebih cocok digunakan untuk kasus2 yg sebenarnya tidak boleh kawin tapi akhirnya kawin karena intrik2 tertentu, misalnya karena salah satu pihak dipaksa, diancam, etc dan tidak diketahui oleh paroki setempat. Perkawinan seperti ini, walaupun sakramental... dapat dibatalkan]

Nah, sedangakan kasus privilegium paulinum dan petrinum....> pernikahan yg terjadi benar-benar sah, tanpa intrik maupun paksaan.

Pada intinya adalah bahwa pasangan (suami-isteri) tersebut tidak lagi dalam ikatan perkawinan. Bahwa mereka yg sebelumnya pernah menikah secara sah, sekarang menjadi tidak lagi.

Apakah hal tersebut sekaligus memberikan kebebasan kepada masing-masing pihak utk kawin sah lagi.... itu yg saya sebutkan sebelumnya ada dua kubu.

Ada yg berpendapat: Ya, boleh kawin lagi.

Ada juga yg berpendapat: Tidak boleh. Si Katolik boleh cerai (bebas dari ikatan perkawinan); tetapi tidak boleh kawin lagi.

Kawin lagi dimaksud disini adalah kawin dengan pasangan baru (yg lain) secara sah dan bahkan sakramental.

Mis:

Amir (Katolik) + Wati (Non Baptis) ==> Kawin secara sah di Katolik (setelah ada dispensasi dari Uskup)


Seelah beberapa tahun kemudian, karena alasan demi iman, perkawinan tsb dibatalkan (alias mereka cerai) lewat putusan dari Vatikan/Paus.

Kemudian Amir ketemu dengan Donna (Katolik) dan mereka ingin kawin secara Katolik (Sakramen).

Pihak Yg Pro==> Ya, mereka boleh kawin secara sah dan sakramental.

Pihak yg Kontra==> Tidak boleh; Gereja hendaknya tidak menerima permohonan mereka utk kawin secara sah dan sakramental.

===

Salam,

bruce

  • Guest
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #11 on: August 06, 2012, 08:37:48 PM »
Quote
Pihak Yg Pro==> Ya, mereka boleh kawin secara sah dan sakramental.

Pihak yg Kontra==> Tidak boleh; Gereja hendaknya tidak menerima permohonan mereka utk kawin secara sah dan sakramental.

Nah, yang pro dan kontra ini dari pihak mana saja, bro? Apakah dari satu keuskupan bisa terdapat dua perbedaan ini? Atau misalkan terdapat perbedaan dari dua orang romo, bukankah umat bisa minta pendapat dari Uskup?

Karena kalau pernikahan dinyatakan entah batal atau cerai, adalah nyata bahwa kedua pihak sudah tidak terikat pada perkawinan lagi, tentu kasihan bagi pasangan yang kebetulan Katolik. Masa untuk seumur hidupya ia harus selibat? karena tentu pihak gereja tidak dapat menutup mata kalau justru dengan menolak memberikan pernikahan gereja (sakramen) justru mengakibatkan umat hengkang dari gereja, atau malah jatuh dalam dosa perzinahan (nikah di catatan sipil saja).

Thanks atas penjelasannya.


Offline Medice_curateipsum

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 389
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Katolik
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #12 on: August 06, 2012, 09:31:16 PM »
Nah, yang pro dan kontra ini dari pihak mana saja, bro? Apakah dari satu keuskupan bisa terdapat dua perbedaan ini? Atau misalkan terdapat perbedaan dari dua orang romo, bukankah umat bisa minta pendapat dari Uskup?
Dari para ahli Kitab Suci. [Dan saya percaya, kebanyakan ahli Kitab Suci adalah Katolik  :)]

Jangankan untuk kasus Privilege Petrinum, untuk kasus yg Privilegium Paulinum saja, beberapa ahli tidak setuju bahwa itu adalah kebebasan untuk kawin lagi.

Saya tidak bisa sebutkan siapa orang-orang-nya karena saya memang gak tahu  :blush:. Tapi dari apa yg saya baca di Mirifica e-news  berikut ini, ya begitulah adanya:

Quote
Santo Paulus menyatakan bahwa da;lam perkara macam itu oihak yang katolik menjadi bebas (bdk. 1. Kor 7:12-15). Apa yang dimaksud dengan Santo Paulus? Bebas untuk berpisah atau bebas untuk menikah kembali? Penafsiran yang diterima adalah bebas untuk menikah kembali. Penafsiran yang diterima dan dipraktekkan dalam Gereja sejak abad IV adalah bebas untuk menikah kembali tetapi diantara para ahli KS tidak ada kesepakatan penuh akan soal ini.
========


Quote
Karena kalau pernikahan dinyatakan entah batal atau cerai, adalah nyata bahwa kedua pihak sudah tidak terikat pada perkawinan lagi, tentu kasihan bagi pasangan yang kebetulan Katolik. Masa untuk seumur hidupya ia harus selibat? karena tentu pihak gereja tidak dapat menutup mata kalau justru dengan menolak memberikan pernikahan gereja (sakramen) justru mengakibatkan umat hengkang dari gereja, atau malah jatuh dalam dosa perzinahan (nikah di catatan sipil saja).

Thanks atas penjelasannya.

Terlalu banyak permasalahan jika hal-hal seputar PERKAWINAN dan jika hal-hal seperti itu 'ditolerir' oleh Gereja akan menjadi bumerang buat Gereja itu sendiri.

Saya gak kebayang gimana tanggapan orang-orang terhadap Gereja yg memandang Perkawinan Sah sebagai suatu yg Unitas dan Tak Terputuskan, jika misalnya:


Si A (katolik) + si B (non Baptis)==> Menikah di Gereja Katolik St. Y, dan diberkati oleh Romo X.

5 Tahun kemudian

Si A menikah dengan si D (Katolik) di Gereja yg sama dan minister-nya Romo X lagi.

(Di deretan umat yg hadir... ada si B dengan anak-anak hasil perkawinannya dengan si A.)

====

Jika Pembatalan Pernikahan 'digiring' jadi 'Bebas untuk menikah lagi'.... maka kasus-kasus tertentu misalnya Perkawinan Sakramental tapi yg Ratum sed Non Consumatum   pada akhirnya akan tergiring pula menjadi "Bebas untuk menikah lagi".

====

Karenanya, persoalan Privilegium Paulinum dan Petrinum===> Sejatinya adalah Persoalan Pembatalan Perkawinan (Cerai)/boleh cerai.===> BUKAN (atau kemudian dirembetkan ke) persoalan KAWIN LAGI / boleh Kawin Lagi

BOLEH CERAI  =//= BOLEH KAWIN LAGI.

====

Salam,

bruce

  • Guest
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #13 on: August 06, 2012, 10:08:41 PM »
@medice

Betul sekali, bro. Memang resiko akan terjadi kasus seperti yang anda gambarkan itu bisa saja terjadi, dan tentu sangat tidak elok dilihat. Karena kesakralan sakramen perkawinan bisa saja menjadi seperti dipermainkan.

Tetapi, dalam kejadian nyata, dimana dalam hidup bermasyarakat yang manjemuk, seorang umat Katolik menikah dengan pasangan yang bukan Katolik. Tentu saja sebelum menikah semua seolah indah, jalan yang dilalui berlapis beludru. Apapun yang disyaratkan Gereja pasti dituruti, asalkan perkawinan bisa terlaksana segera.

Nah, jika kelak dua atau tiga tahun perkawinan berjalan, terjadi keributan yang parah, belum lagi jika terjadi KDRT. Maka perkawinan itu terpaksa kandas. Celakanya, si pasangan yang bukan Katolik dapat dengan mudah melangkah pergi dan tidak mau tahu lagi apakah dulu pernikahannya dilangsungkan dengan cara sah atau tidak secara Katolik. Bagi pasangan yang ditinggalkan, yang kebetulan Katolik, tentu menjadi tidak adil jika kemudian harus ia sendiri yang menanggung beban.

Sementara pasangannya sudah menikah lagi dengan pasangan barunya, ia harus terkatung katung dengan status ditinggal pasangannya. Sementara Gereja belum mengambil keputusan apakah perkawinannya bisa dibatalkan atau tidak. Bahkan apakah kelak ia boleh menikah lagi atau tidak.

Bagaimna menurut pandangan anda?

Jalan pintas yang mungkin bisa dilakukan oleh manusia, mungkin justru meninggalkan gereja Katolik dan beralih kepada gereja lain yang bersedia menikahkannya kembali. Manusiawi tentunya. Tetapi bukankah kemudian kita (Katolik) menjadi seolah lepas tangan terhadap keselamatan jiwa seorang manusia karena meninggalkan iman Katoliknya?

Dilema....

« Last Edit: August 06, 2012, 10:11:17 PM by bruce »

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #14 on: August 07, 2012, 06:55:03 AM »
@medice

Betul sekali, bro. Memang resiko akan terjadi kasus seperti yang anda gambarkan itu bisa saja terjadi, dan tentu sangat tidak elok dilihat. Karena kesakralan sakramen perkawinan bisa saja menjadi seperti dipermainkan.

Tetapi, dalam kejadian nyata, dimana dalam hidup bermasyarakat yang manjemuk, seorang umat Katolik menikah dengan pasangan yang bukan Katolik. Tentu saja sebelum menikah semua seolah indah, jalan yang dilalui berlapis beludru. Apapun yang disyaratkan Gereja pasti dituruti, asalkan perkawinan bisa terlaksana segera.

Nah, jika kelak dua atau tiga tahun perkawinan berjalan, terjadi keributan yang parah, belum lagi jika terjadi KDRT. Maka perkawinan itu terpaksa kandas. Celakanya, si pasangan yang bukan Katolik dapat dengan mudah melangkah pergi dan tidak mau tahu lagi apakah dulu pernikahannya dilangsungkan dengan cara sah atau tidak secara Katolik. Bagi pasangan yang ditinggalkan, yang kebetulan Katolik, tentu menjadi tidak adil jika kemudian harus ia sendiri yang menanggung beban.

Sementara pasangannya sudah menikah lagi dengan pasangan barunya, ia harus terkatung katung dengan status ditinggal pasangannya. Sementara Gereja belum mengambil keputusan apakah perkawinannya bisa dibatalkan atau tidak. Bahkan apakah kelak ia boleh menikah lagi atau tidak.

Bagaimna menurut pandangan anda?

Jalan pintas yang mungkin bisa dilakukan oleh manusia, mungkin justru meninggalkan gereja Katolik dan beralih kepada gereja lain yang bersedia menikahkannya kembali. Manusiawi tentunya. Tetapi bukankah kemudian kita (Katolik) menjadi seolah lepas tangan terhadap keselamatan jiwa seorang manusia karena meninggalkan iman Katoliknya?

Dilema....



IMHO
Pada prinsipnya, apa yang dipersatukan oleh Tuhan .... tidak boleh diceraikan oleh manusia.
Dalam hal ini si wanita yang menikah lagi adalah "zinah" dimata Tuhan.

Dan tentunya si laki2 bila ia menikah lagi, statusnya juga "zinah" dimata Tuhan.
Karena itu, si laki2 tidak menikah lagi untuk menjamin kepastian statusnya "tidak zinah" di mata Tuhan, walaupun dimata manusia...statusnya terkatung-katung.

CMIIW
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)