Author Topic: Tentang efektifitas penebusan Kristus  (Read 13326 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #105 on: August 20, 2012, 11:37:26 AM »
@hello kitty, bruce, odading, dulmatin oye

Apakah manusia punya peran dalam keselamatannya? Sekarang saya yakin: tidak. Sebab, kondisi manusia setelah jatuh dalam dosa adalah mati, dan tentu saja orang mati tidak bisa apa-apa. Mati di sini boleh diartikan mati secara fisik (biologis) maupun mati secara metafisik (rohani). Secara fisik, manusia lahir, hidup dan ujung-ujungnya mati. Kelahirannya, kehidupannya dengan segala aspirasi, pengalaman, dan suka-dukanya akan ditutup oleh kematian. Secara metafisik, manusia sudah mati karena sudah tidak sesuai lagi dengan rancangan Allah (manusia telah jatuh dalam dosa dan hanya bisa berkubang dalam dosa).

Kisah Lazarus saudara Maria, menurut saya, dapat dilihat sebagai miniatur sejarah kehidupan orang Kristen. Lazarus adalah manusia yang dicintai Allah. Lazarus mati. Namun, karena Allah mencintainya maka Allah membangkitkannya. Dalam proses kebangkitannya, Lazarus tidak berperan apa-apa. Adalah kasih Yesus saja yang berperan, yakni dengan memerintahkan Lazarus untuk keluar dari kuburnya. Lazarus tidak bangkit karena ia memilih untuk bangkit dan Yesus juga tidak memberi sebuah tawaran untuk bangkit atau tidak bangkit.

Ambil contoh lagi: Saulus. Saulus adalah orang Yahudi terpelajar (Farisi) yang terbaik dan tergiat dalam membasmi jemaat Allah. Pada suatu hari, Allah menghampirinya dan pada saat itu juga Saulus diselamatkan. Saulus menjadi buta, tetapi kini ia berdoa kepada Allah yang Benar. Setelah itu, diceritakan bagaimana Allah mengatur pentahbisan Saulus.

Ketika menghampiri Saulus, Allah tidak memberikan tawaran kepada Saulus. Yang diberikan Allah adalah informasi ttg Kebenaran (bahwa Yesus adalah Allah). Setelah mengetahui Kebenaran itu, respon Saulus adalah bertanya ttg apa yang Allah mau ia lakukan, sebuah respon iman/percaya. Jadi, yg terjadi bukan proses pilih-memilih, melainkan dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak percaya menjadi percaya.

Namun, mari kita berandai-andai. Apakah Saulus bisa memilih untuk tidak percaya? Saya yakin tidak. Setelah dihampiri Allah, mustahil bagi Saulus untuk tidak percaya. Mengapa? Karena Kebenaran itu sendiri yang menghampiri Saulus. Ini sudah berbeda dengan apa yang dialami Adam dan Hawa. Kepada Adam dan Hawa, Allah tidak memberikan informasi ttg Kebenaran, seperti yang dilakukanNya kepada Saulus. Kepada Adam dan Hawa, Allah memberikan larangan, dan ini berarti Allah memperlakukan Adam dan Hawa sebagai orang2 yg punya kemampuan atau kehendak untuk memilih. Sementara itu, dengan langsung memberitahukan Kebenaran (bahwa Yesus adalah sebenarnya Allah yang selama ini ia sembah sekaligus yang ia aniaya), Allah memperlakukan Saulus sebagai manusia yang tidak punya kemampuan untuk memilih Kebenaran.Oleh sebab itu, Saulus tidak mungkin tidak percaya karena ia memang tidak punya pilihan lain yang bisa ia percayai sebagai kebenaran.

Lantas, apakah ketika Allah tidak memberikan pilihan kepada Saulus maka itu berarti Allah “memaksa” Saulus? Tidak. Sebab, konsep “memaksa” berlaku ketika obyek yang dipaksa terlebih dahulu menghadapi pilihan-pilihan dan telah menentukan pilihannya. Lalu, ketika pilihannya tidak sesuai dengan kemauan si pemaksa, maka si pemaksa pun memaksa. Nah, bagaimana Allah bisa dikatakan memaksa bila dari awal Allah memang tidak memberikan pilihan? 

Allah tidak mungkin memberikan keselamatan sebagai tawaran pilihan karena hal itu bertentangan dng sifat Allah sendiri yang adalah Kasih. Sebab, kalau keselamatan adalah sebuah atwaran pilihan, maka ada dua pilihan keselamatan atau ketidakselamatan. Bagaimana mungkin Allah yang adalah Kasih menawarkan ketidakselamatan?


Kemudian, apakah apabila Allah memberikan keselamatan kepada seseorang bukan sebagai tawaran yang bisa diterima atau ditolak oleh orang tsb maka Allah berarti tidak menunjukan kasihNya kepada orang tsb? Tidak juga. Justru sebaliknya, apabila Allah memberikan keselamatan sebagai tawaran yang bisa ditolak maka Allah tidak menunjukan kesempurnaan dalam KasihNya. Sebab, bukankah Allah tahu apakah seseorang akan menerima atau menolak tawaran tsb? Bila Allah tahu dan Allah membiarkannya, maka Allah telah membiarkan Kesalahan terjadi. Jelas, ini bertentangan dengan sifat Allah. Jadi, ketika keselamatan itu diberikan bukan sebagai tawaran pilihan, maka Allah sedang menunjukan kesempurnaan KasihNya.

Di atas, saya hanya memberikan dua contoh: Lazarus dan Saulus. Tapi, saya yakin, dua contoh itu menjelaskan bagaimana "skenario" keselamatan manusia: Allah mencintai orang-orang yang dicintaiNya dan membenci orang-orang yang dibenciNya. Allah membangkitkan (melahir-barukan) orang-orang yang dicintaiNya sehingga mereka bisa percaya bahwa Yesus adalah Allah dan Juruselamat. Allah memelihara orang-orang yang dicintaiNya (pendampingan Roh Kudus). Allah menjadi Pengacara bagi orang-orang yang dicintaiNya di kala Penghakiman Terakhir. Allah akan berpesta dng orang-orang yang dicintaiNya di Surga untuk selamanya.

Bagaimana dng orang2 yang tidak dicintaiNya? Apakah mungkin bahwa Allah yang adalah Kasih  membenci orang-orang?

Pasti mungkin. Dari Alkitab, kita bisa membaca bagaimana Allah mengekspresikan kebencianNya. Persembahan Kain tidak diterima, orang-orang di jaman Nuh ditenggelamkanNya dalam Air Bah, Allah mencintai Yakub (yang penipu dan pengecut) dan membenci Esau, Firaun di jaman Musa dikeraskan hatinya, bangsa Kanaan digempurNya, dst, dst. Bukankah kisah-kisah itu membuktikan bahwa Sang Kasih juga membenci? Dan, bukti yang paling mutakhir Allah yang adalah Kasih menciptakan Neraka.

Secara logis, kita pun tahu bahwa kasih bisa terekspresikan oleh tindakan mengasihi dan membenci. Misal: kalau kita mengasihi Kebenaran maka kita membenci Kelaliman, Allah membenci dosa yang dilakukan Daud sang Biji MataNya, Allah membenci Setan, dst, dst. Jadi, kita jangan sampai keliru: Allah itu Kasih, tapi kasih bukan Allah.



(bersambung di bawah ya....ga cukup nih)

@ Bro Pinoq.
Ikutan nimbrung Bro.........kalau boleh    :think: :think: :think:

Bold Merah
Bagaimana mungkin Allah yang adalah Kasih menawarkan ketidakselamatan?
Kalau Allah memang kasih dan pilihannya hanya keselamatan, mengapa harus ada pilihan kejatuhan manusia.
Apakah Allah tidak berdaulat dan kasihnya tidak sempurna sehingga ada pilihan bagi manusia untuk taat atau jatuh?

Bold biru
(Joh 11:25-27 ITB)
Kalau memang tidak ada pilihan, mengapa Allah selalu berdialog dengan manusia yang menekankan "percayalah".

 25 Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,
 26 dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?"
 27 Jawab Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia."

 (Act 9:4-6 ITB)
 4 Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?"
 5 Jawab Saulus: "Siapakah Engkau, Tuhan?" Kata-Nya: "Akulah Yesus yang kauaniaya itu.
 6 Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat."

Dalam perenungan saya, pada contoh2 diatas, Allah dengan segala keMaha-kuasaanNya, dalam proses keselamatan tetap melibatkan kehendak bebas manusia.

Begitu Bro Pinoq

GBU
 :D
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline pinoq

  • FIK - Full
  • ***
  • Posts: 223
  • Reputation Power:
  • Denominasi: belum pasti
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #106 on: August 20, 2012, 03:52:00 PM »
@bruce

Quote
Kisah di Alkitab adalah kisah yang memang ada agar kita percaya. Pahami dulu itu, bro. Jadi menggunakan kisah di Alkitab untuk menggambarkan kehidupan nyata kita, bukan tidak boleh, tetapi kurang real.
Kemudian, silahkan kembali ke dunia nyata.
Coba anda gambarkan bagaimana 'prosesnya' seorang yang tidak tahu dan tidak percaya kepada Kristus bisa mengawalinya dengan iman? Itu saja yang saya harapkan anda kisahkan, atau sampaikan pada kami.

Bro bruce, terus terang saya kaget membaca respon bro bruce tsb. Mengapa bro bruce berkata seperti itu? Sewaktu saya membacanya saya merasa seolah-olah bro bruce sedang mengatakan bahwa kisah Lazarus dan Saulus tidak nyata. Mudah-mudahan perasaan saya ini keliru.

Tapi baiklah, saya coba membuat gambaran dari dunia yang dapat bro bruce terima sebagai “nyata”. Untuk itu, saya quote langsung cerita yang dibuat bro bruce di depan.

Quote
Seorang nonKristen melihat temannya yang Kristen selalu bersikap santun, menjauhi maksiat, tidak pernah berkata kasar, rajin dan kelihatan selalu damai. Ia kemudian bertanya apa yang diajar dalam agama Kristen, siapa yang disembah, dsb. Si teman Kristen bercerita panjang lebar tentang agamanya. Si nonKristen tertarik, dan mau ikut katekisasi, selanjutnya imannya mulai tumbuh, setelah imannya tumbuh, ia semakin tertarik untuk belajar lebh banyak tentang Kristen, dst.....

Bagaimana saya menjelaskan “proses keselamatan” yang terjadi pada tokoh kita yg non-Kristen di atas dari perspektif pemahaman saya?

Pertama: Tokoh kita tertarik akan buah-buah dari keimanan temannya yg adalah orang Kristen (sopan santun, menjauhi maksiat, tutur kata lemah lembut, rajin, damai, dll). Namun, kita tahu bahwa buah-buah tsb tidak eksklusif Kristen karena buah-buah semacam itu juga dapat dihasilkan oleh orang-orang non-Kristen. Tapi, tokoh kita tidak tertarik dengan yang non-Kristen itu.

Kedua: tokoh kita bertanya perihal agama Kristen. Di tahap ini saya melihat realita dari pekerjaan Allah, yaitu menarik orang untuk datang kepada Yesus (Yoh 6:44). Tokoh kita ditarik oleh Allah sehingga ia terdorong untuk bertanya-tanya perihal agama Kristen, bukan agama lain yang notabene juga menghasilkan buah-buah seperti di atas.

Ketiga: tokoh kita tertarik dan mau ikut katekisasi hingga imannya pun tumbuh. Sekali lagi saya melihat bagaimana Allah menariknya untuk semakin lebih dekat kepada Yesus, bukan kepada yang lain. Mengapa? Karena setelah dia diberi informasi oleh teman Kristennya perihal kekristenan, ia percaya bahwa temannya itu tidak sedang memberinya cerita fiksi. Bayangkan ketika temannya bercerita ttg Yesus yang adalah manusia dan Allah. Bayangkan ketika temannya bercerita ttg Yesus yang mati dan bangkit dan naik surga. Ada kemungkinan besar tokoh kita menertawakan cerita-cerita semacam itu dan menganggap orang Kristen itu gila. Lagipula, bila ketertarikannya hanya sebatas pada buah-buah seperti di atas, tokoh kita punya lebih banyak alasan untuk mempertimbangkan agama lain (lebih “real”, tidak ”fantastis”, tidak “problematis”, dst, dst). Namun, alasan-alasan itu adalah alasan2 daging, sementara ketertarikan tokoh kita bukan ketertarikan daging, melainkan ketertarikan roh. Ini saya lihat sebagai proses kelahiran kembali seperti yg diceritakan Yesus kepada Nikodemus. Ketertarikan daging dilahirkan dari daging (kehendak manusia, pemikiran manusia,...), tetapi ketertarikan roh dilahirkan dari Roh (Allah).

Begitu cara saya menggambarkan bagaimana orang non-Kristen bisa beriman. Tidak ada peran kehendak di situ karena ini memang bukan “wilayah kerja” kehendak, melainkan “wilayah kerja” percaya. Dan, tokoh kita percaya karena Allah menariknya.

@phooey

Quote
Kalau Allah memang kasih dan pilihannya hanya keselamatan, mengapa harus ada pilihan kejatuhan manusia.
Apakah Allah tidak berdaulat dan kasihnya tidak sempurna sehingga ada pilihan bagi manusia untuk taat atau jatuh?

Saya harus berterimakasih pada bro phooey karena telah mendorong saya untuk menggumuli keimanan saya pada aspek-aspek yg lebih luas lagi. Kalo bro phooey nggak pernah tanya ttg hal ini, mungkin hal ini nggak akan pernah kepikiran oleh saya.

Kalau Allah itu Kasih, mengapa Allah membiarkan Adam dan Hawa memutuskan sendiri untuk mentaati atau melanggar laranganNya? Jawab saya: karena Allah menciptakan dan memperlakukan Adam dan Hawa sebagai mahluk yg berkehendak. Itu tidak bertentangan dengan sifat Allah yang adalah Kasih, kan?

Allah memang membiarkan Adam dan Hawa menghendaki dosa, tapi Allah tidak membiarkan dosa memusnahkan mereka dan keturunannya (manusia). Di sini Allah mengekspresikan kedaulatanNya sebagai Allah. Allah menginterferensi tuntutan dosa. Atas tuntutan dosa, Adam dan Hawa seharusnya musnah pada saat itu juga. Tapi Allah, atas kedaulatanNya, menyelamatkan mereka dari tuntutan dosa itu (Allah tidak langsung mengutuk mereka, melainkan mengutuk tanah). Allah, atas kedaulatanNya, mau memperbaiki mereka yang sudah rusak oleh dosa karena salah memakai kehendak. Caranya? Dengan proyek besar Yesus Kristus.

Setelah Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, Adam dan Hawa dan semua manusia keturunan mereka mati (secara daging dan rohani). Seharusnya sih musnah, tapi karena Allah kasihan, mereka masih diberi kesempatan untuk menikmati hidup di bumi beberapa waktu lamanya. Namun, secara rohani, mereka sudah menjadi budak dosa. Pola pikir dan pola kehendak mereka diperbudak oleh dosa.

Nah, karena tahu bahwa manusia dalam kondisi seperti itu, maka Allah tidak melakukan tawaran keselamatan/ketidakselamatan. Jadi, ada perbedaan antara apa yang Allah lakukan pada manusia sebelum jatuh dalam dosa, dan apa yg Allah lakukan pada manusia setelah jatuh dama dosa. Sebenarnya ini sudah saya terangkan di post saya yang panjang itu ketika saya berbicara soal Saulus.

Quote
(Joh 11:25-27 ITB)
Kalau memang tidak ada pilihan, mengapa Allah selalu berdialog dengan manusia yang menekankan "percayalah".

 25 Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,
 26 dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?"
 27 Jawab Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia."

 (Act 9:4-6 ITB)
 4 Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?"
 5 Jawab Saulus: "Siapakah Engkau, Tuhan?" Kata-Nya: "Akulah Yesus yang kauaniaya itu.
 6 Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat."

Dalam perenungan saya, pada contoh2 diatas, Allah dengan segala keMaha-kuasaanNya, dalam proses keselamatan tetap melibatkan kehendak bebas manusia.

Saya kok tidak melihat adanya peran kehendak manusia di dua kutipan Alkitab itu, ya?

Di kutipan pertama, Yesus hanya memberi informasi kepada Marta dan bertanya apakah Marta mempercayai informasi tsb.

Di kutipan kedua, Allah juga hanya memberi informasi kepada Saulus ttg siapa diriNya.

Dialog Allah dng manusia dalam dua kutipan tsb juga bukan dialog transaksional (memberikan tawaran), melainkan dialog tanya-jawab.

Lalu, bagaimana bro phooey bisa menyimpulkan bahwa dua kutipan tsb menunjukan adanya peran kehendak manusia?

Saya melihat ada semacam "loncatan" di cara bro phooey mengambil kesimpulan dari dua kutipan tsb. Dan, saya tidak bisa mengelak dari asumsi bahwa "loncatan" itu dilakukan demi mengalkitabiahkan logika filosofi "Kehendak Bebas". Mudah-mudahan asumsi saya keliru. (Sebab, saya rasa, filosofi "Kehendak Bebas" tidak lahir dari pengertian yang benar akan Allah, melainkan  dari suatu hasrat primordial manusia untuk jadi Allah).


Salam

bruce

  • Guest
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #107 on: August 20, 2012, 04:19:20 PM »
Quote
Bro bruce, terus terang saya kaget membaca respon bro bruce tsb. Mengapa bro bruce berkata seperti itu? Sewaktu saya membacanya saya merasa seolah-olah bro bruce sedang mengatakan bahwa kisah Lazarus dan Saulus tidak nyata. Mudah-mudahan perasaan saya ini keliru.

Tidak, saya bukan menyatakan bahwa kisah Lazarus ataupun Saulus tidak nyata, tetapi hal seperti itu tidak kita jumpai dalam dunia saat ini.

Quote
Bagaimana saya menjelaskan “proses keselamatan” yang terjadi pada tokoh kita yg non-Kristen di atas dari perspektif pemahaman saya?

Pertama: Tokoh kita tertarik akan buah-buah dari keimanan temannya yg adalah orang Kristen (sopan santun, menjauhi maksiat, tutur kata lemah lembut, rajin, damai, dll). Namun, kita tahu bahwa buah-buah tsb tidak eksklusif Kristen karena buah-buah semacam itu juga dapat dihasilkan oleh orang-orang non-Kristen. Tapi, tokoh kita tidak tertarik dengan yang non-Kristen itu.

Saya tidak membandingkan ada dua atau tiga orang yang menampilkan buah roh yang baik, bro. Tetapi dari contoh saya, saya hanya memberikan satu, dan kebetulan Kristen. Jika ada dua orang yang berbeda keyakinan, menghasilkan buah yang baik, maka mengapa tidak bisa si non-Kristen bertanya dan juga tertarik kepada yang non-Kristen. Bisa saja, tanpa kecuali.

Quote
Ketiga: tokoh kita tertarik dan mau ikut katekisasi hingga imannya pun tumbuh. Sekali lagi saya melihat bagaimana Allah menariknya untuk semakin lebih dekat kepada Yesus, bukan kepada yang lain. Mengapa? Karena setelah dia diberi informasi oleh teman Kristennya perihal kekristenan, ia percaya bahwa temannya itu tidak sedang memberinya cerita fiksi. Bayangkan ketika temannya bercerita ttg Yesus yang adalah manusia dan Allah. Bayangkan ketika temannya bercerita ttg Yesus yang mati dan bangkit dan naik surga. Ada kemungkinan besar tokoh kita menertawakan cerita-cerita semacam itu dan menganggap orang Kristen itu gila. Lagipula, bila ketertarikannya hanya sebatas pada buah-buah seperti di atas, tokoh kita punya lebih banyak alasan untuk mempertimbangkan agama lain (lebih “real”, tidak ”fantastis”, tidak “problematis”, dst, dst). Namun, alasan-alasan itu adalah alasan2 daging, sementara ketertarikan tokoh kita bukan ketertarikan daging, melainkan ketertarikan roh. Ini saya lihat sebagai proses kelahiran kembali seperti yg diceritakan Yesus kepada Nikodemus. Ketertarikan daging dilahirkan dari daging (kehendak manusia, pemikiran manusia,...), tetapi ketertarikan roh dilahirkan dari Roh (Allah).

Begitu cara saya menggambarkan bagaimana orang non-Kristen bisa beriman. Tidak ada peran kehendak di situ karena ini memang bukan “wilayah kerja” kehendak, melainkan “wilayah kerja” percaya. Dan, tokoh kita percaya karena Allah menariknya.

Bagi saya bisa saja si non-Kristen ini justru tertarik pada contoh kebaikan dari agama lain kalau ada. Itu sangat manusiawi, dan sangat logis. Tidak ada peran iman dalam hal ini. Kalau orang itu memilih contoh Kristen karena si Kristen lebih baik, itu tanda bahwa buah yang dihasilkan oleh orang Kristen lebih baik, dan itu yang harus terus menerus diusahakan oleh penganut Kristen. Kalau orang tersebut justru tertarik pada penganut agama lain, karena dianggap lebih baik, maka berarti orang Kristen yang dilihatnya justru menjadi batu sandungan, dan sungguh suatu hal yang patut disesali.

Quote
Begitu cara saya menggambarkan bagaimana orang non-Kristen bisa beriman. Tidak ada peran kehendak di situ karena ini memang bukan “wilayah kerja” kehendak, melainkan “wilayah kerja” percaya. Dan, tokoh kita percaya karena Allah menariknya.

Saya justru melihatnya sangat ditentukan sejauh mana si orang yang tertarik itu melihat kelebihan orang Krsiten, atau apa yang disampaikannya dibandingkan dengan orang yang dari ajaran agama lain. Di sini ketertarikan akan sangat berpengaruh untuk proses selanjutnya.

Sedikit OOT, tetapi masih berhubungan, dari kisah nyata.

Anda tahu RS PGI Cikini? Itu adalah RS Kristen, jelas jelas tersebut di namanya. Dokternya sebagian besar adalah Kristen, perawatnya sebagian besar Kristen. Bagaimana pasiennya? Separo adalah non Kristen. Mengapa? Karena pelayanan mereka bisa diterima, orang non Kristen bisa melihat bahwa orang Kristen menghargai orang non-Kristen, orang Kristen melayani dengan hati. Ini bukan karena mereka didorong oleh iman untuk berobat ke Cikini lho, tetapi sepenuhnya pertimbagan logis. Coba ubah cara pelayanan RS Cikini, maka akan berubah pula pandangan orang ke RS itu. Kebalikannya, bagaimana dengan RS Islam, berapa banyak pasien Krsten yang berobat ke sana?

Sekolah sekolah Katolik dan Kristen, masih terdapat banyak siswa non Kristen di sekolah itu, terlebih lagi untuk sekolah Katolik (sekolah Kristen agak kurang jumah murid non Kristen nya dibanding sekolah Katolik). Kebalikannya, hampir tidak ada murid Katolik atau Kristen di sekolah Islam, mengapa?
Bukan berdasarkan karena dorogan iman, tetapi sepenuhnya adalah pilihan.

Kira kira itu, bro, contoh real yang terjadi di lapangan. Kalau orang Kriten bisa tampil sebagai pribadi yang layak dipercaya, bisa menolong dengan tulus, jujur, ramah, maka orang Kristen lebih diterima oleh orang orang nonKristen. Selanjutnya, proses penginjilan dapat terjadi, dan setelah itu biarkan rasa tertarik menjadi keinginan untuk belajar, biarkan keinginan untuk belajar menjadi benih iman, dan selanjutnya, biarkan iman nya bertumbuh.

Syalom

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #108 on: August 20, 2012, 04:38:43 PM »
pinoq,

saya ada pertanyaan :

Quote
Kedua: tokoh kita bertanya perihal agama Kristen. Di tahap ini saya melihat realita dari pekerjaan Allah, yaitu menarik orang untuk datang kepada Yesus (Yoh 6:44). Tokoh kita ditarik oleh Allah sehingga ia terdorong untuk bertanya-tanya perihal agama Kristen, bukan agama lain yang notabene juga menghasilkan buah-buah seperti di atas
Lalu, kalo sso terdorong utk bertanya tanya perihal agama lain ? Menurut pinoq - apakah dia juga ditarik Allah kesana ( ke agama2 nonK) ?

ataukah...
Quote
Apakah manusia punya peran dalam keselamatannya? Sekarang saya yakin: tidak
Ataukah, sso yg lebih tertarik ingin tau ttg agama2 diluar Kristen itu, memang tidak ditarik Allah ke -keingin tahuan dia ttg keKristenan- (untuk selamat) ?

Apakah saya yg tanya tanya ttg keKristenan, karena ditarik Allah ?
Bagaimana kalau saya juga tertarik dgn agama Budha misalnya, dan ternyata iman saya lebih cocok disitu dan memutuskan utk beragama Budha --- apakah artinya itu Allah membatalkan penarikannya ?

:)
salam.

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #109 on: August 20, 2012, 05:36:44 PM »
(sambungan dari atas....)

Sekarang saya ingin membahas tentang "berkehendak untuk percaya" atau "percaya sehingga bisa berkehendak". Mana yang benar? Yang "percaya sehingga bisa berkehendak".
saya kurang ngerti disini .... IMO, yg ungu itu juga bisa saja... contohnya saya ---> Saya berKehendak untuk percaya - bahkan lebih jauh lagi saya berkata : "Saya Percaya".

Tapi, adakah iman disitu ? Saya sendiri yg tau dan saya sendiri yg bisa jawab. Jawabannya : TIDAK ... tidak ada iman percaya disitu.

Sekarang yg coklat :
"percaya sehingga bisa berkehendak".
Sekali lagi saya mengatakan saat ini : "Saya Percaya" ... lalu mana kehendak saya ? Kehendak yg seperti apa ? Kehendak utk dibaptis ? Tidak... saya tidak/belum berkehendak utk dibaptis tuh :) ---> dan itu semua karena saya tidak ada/tidak/belum bertumbuh imannya pada agama ini.

IMO, ImanPercaya pada masing2 orang berbeda beda. Sehingga komitmen pada agama apa yg dia pilihpun berbeda beda.

:)
salam.

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #110 on: August 20, 2012, 05:41:59 PM »
@phooey

Saya harus berterimakasih pada bro phooey karena telah mendorong saya untuk menggumuli keimanan saya pada aspek-aspek yg lebih luas lagi. Kalo bro phooey nggak pernah tanya ttg hal ini, mungkin hal ini nggak akan pernah kepikiran oleh saya.

Kalau Allah itu Kasih, mengapa Allah membiarkan Adam dan Hawa memutuskan sendiri untuk mentaati atau melanggar laranganNya? Jawab saya: karena Allah menciptakan dan memperlakukan Adam dan Hawa sebagai mahluk yg berkehendak. Itu tidak bertentangan dengan sifat Allah yang adalah Kasih, kan?

Allah memang membiarkan Adam dan Hawa menghendaki dosa, tapi Allah tidak membiarkan dosa memusnahkan mereka dan keturunannya (manusia). Di sini Allah mengekspresikan kedaulatanNya sebagai Allah. Allah menginterferensi tuntutan dosa. Atas tuntutan dosa, Adam dan Hawa seharusnya musnah pada saat itu juga. Tapi Allah, atas kedaulatanNya, menyelamatkan mereka dari tuntutan dosa itu (Allah tidak langsung mengutuk mereka, melainkan mengutuk tanah). Allah, atas kedaulatanNya, mau memperbaiki mereka yang sudah rusak oleh dosa karena salah memakai kehendak. Caranya? Dengan proyek besar Yesus Kristus.

Setelah Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, Adam dan Hawa dan semua manusia keturunan mereka mati (secara daging dan rohani). Seharusnya sih musnah, tapi karena Allah kasihan, mereka masih diberi kesempatan untuk menikmati hidup di bumi beberapa waktu lamanya. Namun, secara rohani, mereka sudah menjadi budak dosa. Pola pikir dan pola kehendak mereka diperbudak oleh dosa.

Nah, karena tahu bahwa manusia dalam kondisi seperti itu, maka Allah tidak melakukan tawaran keselamatan/ketidakselamatan. Jadi, ada perbedaan antara apa yang Allah lakukan pada manusia sebelum jatuh dalam dosa, dan apa yg Allah lakukan pada manusia setelah jatuh dama dosa. Sebenarnya ini sudah saya terangkan di post saya yang panjang itu ketika saya berbicara soal Saulus.

Saya kok tidak melihat adanya peran kehendak manusia di dua kutipan Alkitab itu, ya?

Di kutipan pertama, Yesus hanya memberi informasi kepada Marta dan bertanya apakah Marta mempercayai informasi tsb.

Di kutipan kedua, Allah juga hanya memberi informasi kepada Saulus ttg siapa diriNya.

Dialog Allah dng manusia dalam dua kutipan tsb juga bukan dialog transaksional (memberikan tawaran), melainkan dialog tanya-jawab.

Lalu, bagaimana bro phooey bisa menyimpulkan bahwa dua kutipan tsb menunjukan adanya peran kehendak manusia?

Saya melihat ada semacam "loncatan" di cara bro phooey mengambil kesimpulan dari dua kutipan tsb. Dan, saya tidak bisa mengelak dari asumsi bahwa "loncatan" itu dilakukan demi mengalkitabiahkan logika filosofi "Kehendak Bebas". Mudah-mudahan asumsi saya keliru. (Sebab, saya rasa, filosofi "Kehendak Bebas" tidak lahir dari pengertian yang benar akan Allah, melainkan  dari suatu hasrat primordial manusia untuk jadi Allah).


Salam

Terima kasih penjelasannya Bro Pinoq.

Sampai pada saat ini dalam batasan2 perenungan saya analogikan seperti ini :
Sikap seorang ayah terhadap anaknya.

Secara umum setiap anak memiliki kecenderungan untuk alamiah untuk berkehendak bermalas2an dan tidak mau belajar.
Seorang ayah memiliki anak si A.
Si ayah berdialog, menasehati anaknya, Nak....bersekolahlah yang rajin....jangan malas....supaya engkau menjadi anak pandai.
Si ayah memiliki kuasa yang tidak dapat dibantah anak saya, bahwa ia harus bersekolah.
Akan tetapi dalam proses belajar anak si A tersebut, sang anak tetap memiliki kehendak bebasnya.
Dalam proses pembelajarannya, bila anak si A tidak menjaga nasehat ayahnya, bermalas2an sehingga hasil akhirnya tetap tidak lulus.
Tetapi ada kasus2 tertentu dimana ada yang melalui proses khusus yaitu diluluskan.


Selama membaca Alkitab, justru saya merasakan bahwa Allah dalam kemahakuasaan Nya, Allah tetap melibatkan kehendak bebas manusia.
Tetapi saya juga tidak menolak, banyak peristiwa dimana Allah menyatakan kedaulatanNya tanpa melibatkan kehendak bebas manusia.

Salah satu contoh yang saya ambil :
14:8. Di Listra ada seorang laki-laki yang kakinya lumpuh sejak lahir, sehingga ia tidak pernah bisa berjalan, sebab kakinya terlalu lemah.
14:9 Orang itu duduk di sana mendengarkan Paulus berbicara. Paulus melihat bahwa orang itu percaya dan karena itu ia dapat disembuhkan.


GBU
 :D
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #111 on: August 21, 2012, 08:17:12 AM »

@phooey

(Sebab, saya rasa, filosofi "Kehendak Bebas" tidak lahir dari pengertian yang benar akan Allah, melainkan  dari suatu hasrat primordial manusia untuk jadi Allah).

Salam

Bro Pinoq.
Saya sangat tertarik dengan pendapat Bro diatas. Dapatkah dijelaskan lebih detail.
Menurut saya, kehendak bebas telah diberikan Allah kepada manusia jauh sebelum kejatuhan manusia.

(Gen 1:28 ITB)
 28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

 (Gen 2:16 ITB)
 16 Lalu Tuhan Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas,

GBU
 :D
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline barabasmurtad

  • FIK - Newbie
  • *
  • Posts: 11
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Protestan GBI
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #112 on: August 21, 2012, 06:26:39 PM »
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)

Kristus menebus dosa manusia. Sejauh apakah efektifitas penebusan dosa Kristus tsb? Apakah penebusan dosa tsb membuat orang masuk surga, atau mengundang orang masuk surga?

Kedatangan Yesus ke dalam dunia ini adalah sebagai akibat dari kasih Allah akan dunia/manusia yang TIDAK MAMPU memenuhi tuntutan Hukum Taurat.
Kedatangan Yesus ini pertama2 dikatakan merupakan Karunia Allah bagi manusia sehingga secara tersirat memiliki PENGERTIAN bahwa kedatangan Yesus ini MENGUNDANG orang datang kepadaNya agar hubungannya dengan Allah DIPULIHKAN untuk menggenapi apa yang telah Allah nyatakan dalam Kej.3:15.
Setelah mencapai PEMULIHAN HUBUNGAN DENGAN Allah melalui Yesus maka orang itu AKAN MEMPEROLEH HIDUP KEKAL yaitu melalui ROHNYA YANG DILAHIRKAN BARU (Yoh.3:5) yang membuat ia BEBAS DARI PENGHUKUMAN (rM.8:1)
untuk kemudian ia bertumbuh  dalam mengiring Yesus dan mengikuti segala perintahNya dengan mentaatI FIrmanNya yaitu  Firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab.

bruce

  • Guest
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #113 on: August 21, 2012, 06:41:36 PM »
Quote
Kedatangan Yesus ke dalam dunia ini adalah sebagai akibat dari kasih Allah akan dunia/manusia yang TIDAK MAMPU memenuhi tuntutan Hukum Taurat.

Lhoh, bro, seandainya, ini seandainya ya, kalau manusia sudah bisa memenuhi tuntutan hukum Taurat, maka Jesus tidak perlu datang ke dunia, begiukah?

Syalom

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #114 on: August 21, 2012, 06:48:45 PM »
Lhoh, bro, seandainya, ini seandainya ya, kalau manusia sudah bisa memenuhi tuntutan hukum Taurat, maka Jesus tidak perlu datang ke dunia, begiukah?

Syalom

Benar juga  :think:
Saya jadi kog kepikiran.
Kenapa harus bertahap, taurat Musa (PL) kemudian kedatangan Tuhan Yesus (PB).

Kenapa kog tidak langsung dengan kedatangan Tuhan Yesus ?

GBU
 :)
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #115 on: August 21, 2012, 08:49:51 PM »
Benar juga  :think:
Saya jadi kog kepikiran.
Kenapa harus bertahap, taurat Musa (PL) kemudian kedatangan Tuhan Yesus (PB).

Kenapa kog tidak langsung dengan kedatangan Tuhan Yesus ?

GBU
 :)
Kalo saya malah mikir, tahapnya dimulai sejak jaman AdamHawa .. :)
"jangan makan buah" itu ibarat "jangan ada ilah lain yg kau sembah" :D

apa mao,
uler yg "disembah" oleh Hawa -
Hawa yg "disembah" oleh Adam.

Ampe Yesus mati/bangkit/naik pun, tetep aja kayaknya - gak akan ada manusia yg bisa menjalankan Hukum Kasih sama seperti Dia (sempurna).

 :giggle:
salam.
« Last Edit: August 21, 2012, 08:53:30 PM by odading »

Offline pinoq

  • FIK - Full
  • ***
  • Posts: 223
  • Reputation Power:
  • Denominasi: belum pasti
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #116 on: August 22, 2012, 11:27:09 AM »
@bruce

Quote
----cut----
Sekolah sekolah Katolik dan Kristen, masih terdapat banyak siswa non Kristen di sekolah itu, terlebih lagi untuk sekolah Katolik (sekolah Kristen agak kurang jumah murid non Kristen nya dibanding sekolah Katolik). Kebalikannya, hampir tidak ada murid Katolik atau Kristen di sekolah Islam, mengapa?
Bukan berdasarkan karena dorogan iman, tetapi sepenuhnya adalah pilihan.

Kira kira itu, bro, contoh real yang terjadi di lapangan. Kalau orang Kriten bisa tampil sebagai pribadi yang layak dipercaya, bisa menolong dengan tulus, jujur, ramah, maka orang Kristen lebih diterima oleh orang orang nonKristen. Selanjutnya, proses penginjilan dapat terjadi, dan setelah itu biarkan rasa tertarik menjadi keinginan untuk belajar, biarkan keinginan untuk belajar menjadi benih iman, dan selanjutnya, biarkan iman nya bertumbuh.

Saya ingin kembali ke definisi iman yang bro bruce sampaikan di depan: iman adalah percaya. Ini bersesuaian dengan definisi yg diberikan penulis kitab Ibrani: iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, bukti dari segala sesuatu yang kita lihat. Jadi saya memakai kata “iman” dan “percaya” untuk merujuk pada hal yang sama.

Memang benar bahwa banyak orang non-Kristen pergi ke RS Kristen atau sekolah Kristen (note: saya memakai kata Kristen sebagai kata umum untuk protestan dan katholik ya..) berdasarkan kehendak pribadi mereka, bukan karena iman. Tapi, kita sedang bicara soal keselamatan jiwa, kan? Apakah ketika orang mengamini bahwa kualitas hidup orang Kristen itu lebih baik maka orang tsb akan masuk surga? Anda dan saya tahu tidak begitu. Anda dan saya tahu bahwa orang akan masuk surga ketika ia percaya bahwa Yesus adalah Allah dan Juruselamat.

Nah, apakah orang-orang nonKristen yang pergi ke tempat-tempat Kristen percaya bahwa Yesus adalah Allah dan Juruselamat? Mereka adalah orang-orang yang menerima “terang” atau “rasa asin” dari kita karena hidup kita adalah garam dan terang dunia. Tapi, bukan sesuatu yang berasal dari kita yang mereka butuhkan untuk keselamatan mereka. Mereka membutuhkan sesuatu yang berasal dari Allah sendiri, yaitu iman kepada Yesus sebagai Allah dan Juruselamat.

Yudas Iskariot diangkat jadi murid oleh Yesus. Dia mendapatkan kesempatan terbaik untuk menjadi murid dari guru terbaik yang pernah ada. Tapi guru yang terbaik ini sering mengeluarkan kata-kata dan perbuatan2 yg kontroversial, yang bisa menjadi batu sandungan bagi perkembangan iman murid-muridnya. Namun, karena Allah memberikan iman pada 11 murid Yesus, maka 11 murid Yesus itu percaya dan tetap setia walaupun belum mengerti. Hanya ada satu murid yang benar-benar tersandung, Yudas. Menurut hemat Yudas, Yesus tidak cukup baik. Menurut Yudas, membuang-buang uang untuk membeli parfum mahal hanya untuk dibuang dikaki Yesus adalah tindakan pemborosan. Menurut Yudas, uang itu seharusnya dipakai yang hal yg lebih baik seperti membantu orang miskin. Anda dan saya tahu bahwa pemikiran Yudas itu wajar dan benar. Tapi, pemikiran yang wajar dan benar itu ternyata bisa menjadi batu sandungan bagi iman kepada Kristus.

Lalu, apakah kesaksian hidup kita sebagai orang Kristen tidak bisa menarik perhatian orang nonKristen untuk beragama Kristen? Tentu saja bisa. Tapi, Anda dan saya juga tahu bahwa beragama Kristen tidak sama dengan beriman kepada Yesus Kristus sebagai Allah dan Juruselamat. Orang baru dapat percaya bahwa Yesus adalah Allah dan Juruselamat hanya jika Allah sendiri yang pertama-tama bekerja dan hati dan pikirannya sehingga membuatnya percaya. (contoh: Matius 16:15-17)

Orang pergi ke RS dan sekolah Kristen karena mereka cari kualitas. Katakanlah ada seorang nonKristen yg begitu tertarik dng kualitas hidup orang Kristen di tengah masyarakatyg majemuk. Ia pun mencari tahu apa yg membuat orang Kristen berkualitas seperti itu. Ia pergi ke gereja dan ikut katekisasi. Lalu, karena lulus katekisasi, ia memberikan dirinya dibaptis oleh Pastur atau Pendeta. Ia menemukan sumber kualitas hidup orang Kristen di tengah masyarakat yg majemuk: “mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri”, bukan “mengasihi sesama orang beriman...”. Ia pun pergi ke lapangan dan menerapkannya dengan sungguh-sungguh di RS dan sekolah yang ia bangun (ia memberi nama RS dan sekolah itu “Kasih”). Pertanyaannya: apakah ia adalah orang yg diselamatkan?

Bisa ya, bisa bukan. Ya, kalau ia percaya Yesus adalah Allah dan Juruselamat. Bukan, kalau ia tidak percaya Yesus adalah Allah dan Juruselamat. Anda tahu itu, kan? Jadi, yang pertama-tama bukanlah kehendak, melainkan percaya.

Apakah percaya bisa tumbuh dari kehendak? Jawab saya: tidak bisa. Sebab, secara obyektif, natur kehendak memang bukan sebagai sesuatu yang mendasar. Kehendak bernatur hasil. Yang mendasar adalah percaya. Saya sudah menjelaskan hal ini di post saya sebelumnya. Saya quote lagi:

Quote
Begini logikanya:
- Untuk bisa menghendaki sesuatu, kita perlu tahu dulu apa saja yang bisa kita kehendaki (sebutlah: pilihan-pilihan).
- Bagaimana kita bisa tahu pilihan-pilihan tsb? Kita dapat informasi mengenainya.
- Lalu, bagaimana informasi ini bisa menjadi pilihan-pilihan? Hanya jika kita percaya bahwa informasi tsb benar. Kalau dari awal kita tidak percaya bahwa informasi itu benar, maka tentunya informasi tsb tidak akan pernah menjadi pilihan-pilihan bagi kita.
- Lalu, bagaimana kita bisa percaya bahwa informasi yang kita terima adalah benar? Bukti. Dan, iman adalah “dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11:1).

Jadi, saya yakin bahwa adalah sifat alamiah jika orang pasti menjalani percaya dulu baru bisa berkehendak (kehendak sebagai efek dari kepercayaan). Saya pikir hal ini bersesuaian dng apa yang dikatakan Yesus, bahwa orang harus dilahirkan kembali dulu sebelum ia bisa melihat Kebenaran (Kerajaan Allah). “Dilahirkan kembali” berarti dimampukan untuk memahami dan percaya, bukan dimampukan untuk berkehendak (atau berkehendak “bebas”). Dalam tahap "lahir kembali", kehendak manusia belum aktif (karena masih dalam proses kelahiran, atau kebangkitan dari kematian). Lalu, kapan aktifnya? Setelah si manusia itu percaya.

Apakah kesaksian hidup orang Kristen bisa menjadi benih iman bagi orang nonKristen? Jawab saya; Ya,tapi “bisa menjadi benih iman”, bukan “pasti menjadi benih iman”. Lalu, kapan kesaksian hidup orang Kristen pasti menjadi benih iman orang bagi non Kristen? Jawab saya: Hanya setelah Allah membuatnya percaya.


Salam

Offline pinoq

  • FIK - Full
  • ***
  • Posts: 223
  • Reputation Power:
  • Denominasi: belum pasti
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #117 on: August 22, 2012, 11:29:41 AM »
@odading

Bicara soal tindakan Allah menarik manusia, Alkitab mengatakan: “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku”

Jadi, tarikan Allah membuat orang datang kepada Yesus Kristus, bukan ke institusi agama. Dengan kata lain, kalau ada orang yang lebih memilih beragama lain (nonKristen) karena dengan beragama tsb ia percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah dan satu-satunya Juruselamat, maka ia telah ditarik Allah. Sebaliknya, kalau ada orang yg beragama Kristen (Protestan atau Katholik), tapi ia tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah dan satu-satunya Juruselamat, maka ia tidak/belum ditarik Allah.

Agama apapun dia, kalau dia bisa menjawab seperti Marta dalam percakapan berikut, maka dia sudah ditarik Allah.

 25 Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,
 26 dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?"
 27 Jawab Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia." (Joh 11:25-27 ITB)

Prinsipnya adalah: percaya bahwa Allah telah turun ke dunia untuk mengorbankan AnakNya yang Tunggal demi menebus dosa manusia sehingga orang yang percaya padaNya akan hidup kekal..

(Btw, Apa bro odading tahu kalau ada agama selain Kristen (Protestan dan Katholik) yang membawa penganutnya kepada prinsip tsb?)

Pengetahuan tidak sama dengan iman/percaya. Saya beri anekdot berikut untuk membedakannya:

Si A dan Si B berdiri di tepi danau yang mereka lihat sudah beku permukaannya. Mereka berkehendak untuk ke seberang karena kata orang di seberang ada kunci jawaban bagi semua pertanyaan2 mereka. Semua orang tahu bahwa permukaan air yang terlihat beku belum tentu cukup kuat untuk menopang beban tubuh seorang.

Tiba-tiba ada suara dari langit: “Ayo jalan saja. Permukaan danau itu sudah kuat. Dan, di seberang ada kunci jawaban untuk semua pertanyaan2mu”. Si A tahu bahwa informasi yang dikatakan suara itu ttg lapisan es danau itu bisa benar dan bisa salah. Tapi, Si A menganalisis:”Sekuat apa? Cukup kuat untuk menopang tubuh manusia? Tubuh manusia kan beratnya bermacam-macam? Cukupkah kuatkah untuk dua orang? Lagipula, suara siapa itu? Apakah suara itu bisa dipercaya? Apakah suara itu cukup punya pengetahuan ttg lapisan es? Benarkah di seberang sana ada kunci jawaban untuk semua pertanyaan2ku? Bagaimana aku bisa tahu kalau suara itu tidak berbohong? dst dst”. Si A terus melakukan tanya-jawab dan ujung-ujungnya Si A memilih untuk tidak berjalan karena ia tidak percaya.

Sementara, Si B juga punya pertanyaan-pertanyaan yg sama, tapi ia akhirnya ia memilih untuk berjalan karena ia percaya. Meski perlahan-lahan dan kadang-kadang ragu, tapi si B tetap terus berjalan karena ia percaya pada suara tsb.

Si A dan Si B punya pertanyaan2 yang sama. Si A dan Si B juga sama-sama tidak punya suatu daftar “kunci jawaban” untuk pertanyaan2 mereka. Respon mereka sepenuhnya didasarkan pada percaya atau tidak. Si A tidak percaya pada suara tsb sehingga ia pun tidak berkehendak untuk berjalan dan akhirnya merespon kehendaknya dng aksi diam saja di tempat. Si A berkehendak untuk percaya tapi ia tidak percaya. Tapi, Si B percaya pada suara tsb sehingga ia pun berkehendak untuk nurut pada suara tsb dan akhirnya ia merespon kehendaknya dng aksi berjalan.

Dng anekdot di atas, saya ingin menjelaskan logika berikut:
1. kehendak dihasilkan dari pertimbangan akal.
2. Keputusan dari pertimbangan akal dihasilkan dari percaya/tidak percaya pada suatu informasi yang menjadi bahan pertimbangan.
3. Jadi, kehendak dihasilkan dari percaya/tidak percaya.

Jadi, bro odading, “Saya bekehendak untuk percaya” dng “Saya percaya” itu berbeda. Kalau Anda berkata; “saya berkehendak untuk percaya” itu artinya Anda belum/tidak percaya. Perbedaan ini akan tampak lebih jelas kalau Anda tanyakan kepada penutur asli bahasa Inggris. (Mereka akan memahami bahwa “I want to believe in Jesus” berbeda dng “I believe in Jesus”)

Yesus berkata “barangsiapa yang percaya....” bukan “barangsiapa yang mau untuk percaya...”


Salam
« Last Edit: August 22, 2012, 11:31:59 AM by pinoq »

Offline pinoq

  • FIK - Full
  • ***
  • Posts: 223
  • Reputation Power:
  • Denominasi: belum pasti
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #118 on: August 22, 2012, 11:31:04 AM »
@ bro phooey

Analogi yang Anda sampaikan itu masuk akal. Tapi analogi tsb hanya dapat diterapkan pada peristiwa di Taman Eden, dan tidak dapat diterapkan dalam wacana keselamatan manusia. Saya kutip lagi analogi broo phooey:

Quote
Secara umum setiap anak memiliki kecenderungan untuk alamiah untuk berkehendak bermalas2an dan tidak mau belajar.
Seorang ayah memiliki anak si A.
Si ayah berdialog, menasehati anaknya, Nak....bersekolahlah yang rajin....jangan malas....supaya engkau menjadi anak pandai.
Si ayah memiliki kuasa yang tidak dapat dibantah anak saya, bahwa ia harus bersekolah.
Akan tetapi dalam proses belajar anak si A tersebut, sang anak tetap memiliki kehendak bebasnya.
Dalam proses pembelajarannya, bila anak si A tidak menjaga nasehat ayahnya, bermalas2an sehingga hasil akhirnya tetap tidak lulus.
Tetapi ada kasus2 tertentu dimana ada yang melalui proses khusus yaitu diluluskan.

Nasehat si Ayah beranalogis dengan nasehat Allah kepada Adam dan Hawa, bukan dengan aksi Allah menyelamatkan manusia. Pembangkangan si anak beranalogis dengan pembangkangan Adam dan Hawa, bukan dengan pembangkangan manusia pasca Adam dan Hawa yang belum diselamatkan.

Jadi, bro phooey perlu membedakan dengan jelas. Sebab, saya lihat dalam sejarah sebelum Penghakiman Terakhir, manusia mengalami tiga kondisi:
1. Kondisi Adam dan Hawa: bisa berdosa dan tidak bisa berdosa, sepenuhnya bergantung pada kehendak manusia.
2. Kondisi pasca Adam dan Hawa dan belum diselamatkan: mengalami mati fisik dan rohani (mati rohani berarti tidak bisa memenuhi kehendak Allah)
3. Kondisi pasca Adam dan Hawa dan sudah diselamatkan: mengalami mati fisik saja tapi dihidupkan dalam roh (dihidupkan dalam roh berarti memenuhi Kehendak Allah dan dosa-dosa yang dilakukannya tidak akan membawanya ke kematian kekal)


Salam

bruce

  • Guest
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #119 on: August 22, 2012, 11:45:06 AM »
@Pinoq

Quote
Memang benar bahwa banyak orang non-Kristen pergi ke RS Kristen atau sekolah Kristen (note: saya memakai kata Kristen sebagai kata umum untuk protestan dan katholik ya..) berdasarkan kehendak pribadi mereka, bukan karena iman. Tapi, kita sedang bicara soal keselamatan jiwa, kan? Apakah ketika orang mengamini bahwa kualitas hidup orang Kristen itu lebih baik maka orang tsb akan masuk surga? Anda dan saya tahu tidak begitu. Anda dan saya tahu bahwa orang akan masuk surga ketika ia percaya bahwa Yesus adalah Allah dan Juruselamat.

Nah, apakah orang-orang nonKristen yang pergi ke tempat-tempat Kristen percaya bahwa Yesus adalah Allah dan Juruselamat? Mereka adalah orang-orang yang menerima “terang” atau “rasa asin” dari kita karena hidup kita adalah garam dan terang dunia. Tapi, bukan sesuatu yang berasal dari kita yang mereka butuhkan untuk keselamatan mereka. Mereka membutuhkan sesuatu yang berasal dari Allah sendiri, yaitu iman kepada Yesus sebagai Allah dan Juruselamat.

Justru yang ingin saya tegaskan adalah awal, bro, awal seseorang tertarik untuk tahu lebih jauh tentang Jesus. Adalah tertarik terhadap buah yang dihasilkan oleh orang Kristen. Tanpa ada buah baik yang dikeluarkan oleh orang Kristen, tidak ada orang yang tertarik untuk ingin tahu lebih jauh tentang Kristen dan Jesus.

Quote
Yudas Iskariot diangkat jadi murid oleh Yesus. Dia mendapatkan kesempatan terbaik untuk menjadi murid dari guru terbaik yang pernah ada. Tapi guru yang terbaik ini sering mengeluarkan kata-kata dan perbuatan2 yg kontroversial, yang bisa menjadi batu sandungan bagi perkembangan iman murid-muridnya. Namun, karena Allah memberikan iman pada 11 murid Yesus, maka 11 murid Yesus itu percaya dan tetap setia walaupun belum mengerti. Hanya ada satu murid yang benar-benar tersandung, Yudas. Menurut hemat Yudas, Yesus tidak cukup baik. Menurut Yudas, membuang-buang uang untuk membeli parfum mahal hanya untuk dibuang dikaki Yesus adalah tindakan pemborosan. Menurut Yudas, uang itu seharusnya dipakai yang hal yg lebih baik seperti membantu orang miskin. Anda dan saya tahu bahwa pemikiran Yudas itu wajar dan benar. Tapi, pemikiran yang wajar dan benar itu ternyata bisa menjadi batu sandungan bagi iman kepada Kristus.

Lalu, apakah kesaksian hidup kita sebagai orang Kristen tidak bisa menarik perhatian orang nonKristen untuk beragama Kristen? Tentu saja bisa. Tapi, Anda dan saya juga tahu bahwa beragama Kristen tidak sama dengan beriman kepada Yesus Kristus sebagai Allah dan Juruselamat. Orang baru dapat percaya bahwa Yesus adalah Allah dan Juruselamat hanya jika Allah sendiri yang pertama-tama bekerja dan hati dan pikirannya sehingga membuatnya percaya. (contoh: Matius 16:15-17)

Murid murid Jesus, pada awalnya tidak tahu siapa itu Jesus, mereka hanya kagum pada sosok seorang guru. Untuk selanjutnya mereka ingin tahu lebih banyak tentang guru ini, mereka ikut kemanapun Jesus pergi, sambil mendengarkan pengajaran Jesus. Hingga akhirnya mereka percaya dan beriman siapa Jesus. Seperti yang diucapkan oleh Petrus ketika ditanya oleh Jesus. Itupun mereka masih sempat ragu, seperti ketika mereka sembunyi, Petrus menyangkal Jesus, Thomas tidak percaya Jesus bangkit. Hingga akhirnya ketika Roh Kudus turun pada mereka dan mereka menerimanya saat Pentakosta, mereka sudah memiliki iman tak tergoyahkan lagi.


Quote
Orang pergi ke RS dan sekolah Kristen karena mereka cari kualitas. Katakanlah ada seorang nonKristen yg begitu tertarik dng kualitas hidup orang Kristen di tengah masyarakatyg majemuk. Ia pun mencari tahu apa yg membuat orang Kristen berkualitas seperti itu. Ia pergi ke gereja dan ikut katekisasi. Lalu, karena lulus katekisasi, ia memberikan dirinya dibaptis oleh Pastur atau Pendeta. Ia menemukan sumber kualitas hidup orang Kristen di tengah masyarakat yg majemuk: “mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri”, bukan “mengasihi sesama orang beriman...”. Ia pun pergi ke lapangan dan menerapkannya dengan sungguh-sungguh di RS dan sekolah yang ia bangun (ia memberi nama RS dan sekolah itu “Kasih”). Pertanyaannya: apakah ia adalah orang yg diselamatkan?

Bisa ya, bisa bukan. Ya, kalau ia percaya Yesus adalah Allah dan Juruselamat. Bukan, kalau ia tidak percaya Yesus adalah Allah dan Juruselamat. Anda tahu itu, kan? Jadi, yang pertama-tama bukanlah kehendak, melainkan percaya.

Keselamatan sudah lebih jauh lagi, bro, karena sebelum selamat dia harus beriman, itu betul, tetapi sebelum beriman, ia harus punya keinginan, dan untuk punya keinginan ia harus tahu dahulu.

Quote
Apakah kesaksian hidup orang Kristen bisa menjadi benih iman bagi orang nonKristen? Jawab saya; Ya,tapi “bisa menjadi benih iman”, bukan “pasti menjadi benih iman”. Lalu, kapan kesaksian hidup orang Kristen pasti menjadi benih iman orang bagi non Kristen? Jawab saya: Hanya setelah Allah membuatnya percaya.

Pendapat saya bukan benih iman, bro. Melainkan pembangkit rasa ketertarikan untuk tahu, menimbulkan rasa ingin tahu lebih jauh, untuk belajar, dan selanjutnya barulah mengimani apa yang dia tahu.

Syalom