Part VIII:
Kerajaan itu sudah datang, dan kerajaan itu adalah Gereja yang universal, Gereja Katolik, suatu padang dengan gandum dan ilalang, suatu jala dengan ikan yang baik dan yang buruk. Jika Yesus bermaksud mendirikan kerajaan yang sempurna, niscaya Ia tidak akan memasukkan ilalang di dalam ladang, atau ikan yang buruk di dalam jala. Perumpamaan hanya masuk akal jika kerajaan itu adalah Gereja yang kita kenal—satu, kudus, katolik dan apostolik—penuh dengan pendosa, yang sebagian darinya bertobat.
Hanya di surga nanti, pada akhir jaman, kita akan melihat kerajaan yang nyata mulia: “ketika Yesus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya” (1Yoh 3:2). Hingga pada datangnya saat itulah, Dia masih bersama-sama dengan kita dalam kemulianNya, di dalam Gereja, kerajaan Ekaristis. Itu tidak berarti bahwa Dia kurang mulia sekarang ini, namun kitalah yang belum dapat melihat Dia dalam keadaan yang sebenarnya.
[catatan: “ Seperti yang diperlihatkan oleh wahyu kepada kita, Gereja adalah suatu Kerajaan, Kerajaan dimana Allah dalam Kristus menang atas kejahatan dunia, di mana Tuhan meraja atas orang-orang yang sudah berada di sini dibawah Salib Kristus dan kemudian nanti, dengan kemuliaan Kristus. Kerajaan itu tentu saja seperti Rajanya, mempunyai dua tahapan: yang satu sedang sengsara dan dalam perjalanan, dan yang lain sudah dimuliakan dan definitif.
Charles Cardinal Journet, The Theology of the Church, San Francisco: Ignatius Press, 2004, hal. 377]
Bagaimanapun, “sekarang kita adalah anak-anak Allah” (1 Yoh 3:2), berkat perjanjian. Kita adalah anak-anak Allah sesuai dengan “Anak-Allah” dalam tradisi Daud, raja penciptaan. Dan itu merupakan kegembiraan yang sangat besar dari sekarang hingga nanti ketika Putera Daud itu menyembuhkan kita, dan kita dapat melihat (Luk 18:41) dan dengan demikian mengetahui kemuliaanNya.
PL telah menubuatkan dan meramalkan masa kita. Bahkan pada masa Daud, Septuaginta (Kitab Suci PL dalam bahasa Yunani) menyatakan, ketika sang raja-imam menghimpun ibadat kesatuan Israel, ia ikut berhimpun di tengah-tengah ekklesia. Itulah kata yang digunakan PB untuk Gereja. Demikianlah, sang imam-rajawi ada bersama dengan Gereja saat ini. Tapi dimana?
Sekarang mestinya kita terkejut setelah mengetahui bahwa jika kita pergi menghadiri Misa, kita berada di kediaman Raja Daud: “kamu sudah datang ke Bukit Sion”, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem surgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat (ekklesia, Gereja) anak-anak sulung” (Ibr 12:22-23).
[catatan: Berbagai tokoh dari masa Patristik awal (Ephiphanius, Eusebius) menganggap Sion sebagai bukit dimana Ruang Atas/Senakel terletak, dan dimana “bunda Gereja” berada, lolos dari kepungan Titus atas Yerusalem di tahun 70. Ruang Atas di Sion itu dengan demikian mengembangkan suatu simbolisme teologis yang mendalam (rangkap tiga):
1. Sebagai suatu tempat (dimana Kristus mengesahkan PB dengan menetapkan Ekaristi (Luk 22)
2. Dimana Kristus yang bangkita pertama kali menampakkan diri kepada para Rasul dan menetapkan Sakramen Pengakuan Dosa (Yoh 20:19-23)
3. Dimana Roh Kudus turun atas Maria dan Para Rasul pada hari Pentakosta, yang menandai lahirnya Gereja PB (Kis 2)
K. Son, Zion Symbolism in Hebrews: Hebrew 12:18-24 as a Hermenuetical Key to Epistle, Waynesboro:GA; Paternoster Biblical Monograps, 2005]
Walaupun Yerusalem duniawi dan Bait Allahnya sudah hancur hanya selang satu generasi sesudah Yesus naik ke surga, Kristus sendiri memberikan kepada umatNya lebih dari sekedar penghiburan. Ia mewahyukan kepada kita Yerusalem surgawi: “Lalu, di dalam Roh ia membawa aku ke atas sebuah gunung yang besar dan tinggi dan ia menunjukkan kepadaku kota yang kudus itu, Yerusalem, turun dari surga, dari Allah. Kota itu penuh dengan kemuliaan Allah” (Why 21:10-11), Yerusalem baru, yang turun dari surga dari Allahku” (Why 3:12).
Inilah yang terjadi ketika kita merayakan Ekaristi: Yerusalem baru turun dari Surga, Tuhan dan malaikat-malaikatNya mengangkat kita kepada kehidupan yang ilahi. Ketika kita merayakan Misa, kita berhimpun sebagai Gereja dari imam-rajawi, raja kekal, seperti Daud, seorang imam selamanya seperti Melkisedek, Raja Salem, Raja Perdamaian, masih memerintah dari tahtanya di mana roti dan anggur dipersembahkan kepada Allah dalam ucapan syukur, dalam todah, dalam eucharistia. Anak Daud sungguh hadi di antara kita, dan kita sungguh-sungguh hadir di dalam kerajaanNya.
Bukit Sion turun dari Surga! Yerusalem turun dengan rahmat ke tempat dimana kita menghadiri Misa, bahwa dalam suatu kapel yang sederhana sekalipun, bahwa di belakang medan tempur di suatu lapangan terbuka di negeri asing. Kita berada di rumah kita di Bukit Sion itu. Kerajaan surga turun kemanpun kita menghadiri Misa. Di sana kita dilayani oleh para pelayan apostolik, para wakil Kristus, yang ditahbiskan menurut adat apostolik (penumpangan tangan).
Gambaran kerajaan mendominasi kitab Wahyu dalam KS. Disana kita bertemu dengan Yesus sebagai:
1. “yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi” (Why 1:5), mengingatkan perkataan Daud dalam Mzm 89:28, “Aku pun juga akan mengangkat dia menjadi anak sulung; menjadi yang Mahatinggi di antara raja-raja bumi”. Yesus ini telah “membuat kita menjadi suatu kerajaan” (Why 1:6).
2. Sebilah pedang yang keluar dari mulutNya (Why1:16) merujuk pada tradisi Daud dalam Yes 11:4, “[Tunas yang keluar dari tunggul Isai itu] akan menghajar bumi dengan tongkat yang keluar dari mulutnya dan dengan nafas yang berhembus dari bibirnya ia akan membunuh orang fasik”
3. Dalam Why 5:5 tampil sebagai “singa dari suku Yehuda, yaitu Tunas Daud”. Pemerintahan Kristus dari tradisi Daud bersifat universal dan kekal: “Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapiNya, dan ia akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya (Why 11:15)
4. Dalam Why 12:1-6, ibunda Kristus (seorang Anak laki-laki yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi, [ayat 5]; lihat Mzm 2:8-9) digambarkan begitu megah rajawi (berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya” (ayat 1), karena memenuhi perannya sebagai ibu suri Israel.