pinoq,
saya bukan Kristen, jadi saya tidak berada di pandangan-1 atopun pandangan-2 secara sakelek.
...
Kondisi saya sekarang kan adalah "lagi belajar".
....
Pandangan ungu saya adalah pandangan yang untuk sementara saya pegang. Pandangan ungu, tidak sakelek berada di pandangan-1 maupun pandangan-2... melainkan kombinasinya.
Ooo begitu ceritanya. Kalo gitu, kita bisa melanjutkan diskusi kita seperti biasa (tadinya saya kira bro oda sedang mendebat posisi saya)
Baiklah sekarang saya akan merespon post-post bro oda sebelumnya dengan tulisan saya di bawah ini:
Mengapa saya percaya begitu bahwa keselamatan adalah sepenuhnya pekerjaan Allah. Manusia tidak berperan apapun bagi keselamatannya.?Keselamatan diberikan bagi orang-orang yang percaya padaNya (Yoh 3:16, Yoh 17). Orang-orang yg percaya padaNya ini adalah Manusia yang dikehendaki Allah sejak kekekalan (Efesus 1:4). Namun, Manusia ini terlahir ke dalam dunia ini melalui Adam dan Hawa yang jatuh ke dalam dosa sehingga di dunia ini, Manusia yang dikehendaki Allah ini pun terlahir menjadi orang-orang yg berdosa.
Dosa membuat semua keturunan Adam dan Hawa menjadi Manusia berlawanan dng kehendak Allah, sehingga mereka pun harus musnah. Namun, karena begitu besar Kasih Allah kepada dunia ciptaanNya ini, Allah mengorbankan AnakNya yg Tunggal untuk menanggung hukum kemusnahan itu. Dengan demikian, keselamatan pun dijaminkan Allah bagi orang-orang yg percaya padaNya, yaitu Manusia yg sejak kekekalan memang tidak pernah dikehendakiNya untuk musnah.
Orang yang berdosa adalah orang yang mati di hadapan Allah. Apapun yg dilakukan orang yang mati di hadapan Allah tidak akan membuahkan hasil apapun yg baik dan yg benar di hadapan Allah. Oleh sebab itu, Yesus berkata bahwa tidak ada seorangpun yg datang kepadaNya kalau Bapa tidak menarik orang itu kepadaNya. Orang yang ditarik Bapa adalah orang yang telah mendengar dan menerima firmanNya. Mereka adalah milik Bapa sejak kekekalan (Yoh 17) Jadi, orang mendapatkan keselamatan bukan karena ada jasa/usaha dari mereka sendiri selama hidup di dunia ini, melainkan semata-mata karena ia adalah milik Bapa sejak kekekalan. Ia adalah ciptaan yang dikasihiNya.
Dengan demikian, bila dirinci ke dalam kerangka ruang dan waktu, urutan peristiwa keselamatan manusia (domba-domba Allah di dunia ini) adl sbb:
Manusia berdosa dilahirbarukan Allah → Manusia berdosa percaya kepada Allah Sang Juruselamat → Manusia berdosa berkehendak untuk bertobat dan menjalani sisa hidup dalam iman kepada Allah → Jasmani manusia berdosa yg beriman kepada Allah mati → ketika Hari Penghakiman, kasus manusia berdosa yg beriman dimenangkan oleh karena imannya → manusia yg telah bebas dari Hukuman Kekal dikuduskan sehingga menjadi suci → manusia suci ini ikut dalam Perjamuan Allah di sebuah dunia yang baru.
Mengapa saya tidak percaya bahwa manusia selamat/tidak selamat karena kehendaknya sendiri?Karena pandangan yang mengatakan demikian
logically tidak sejalan dengan sifat Allah dan sifat manusia, dan
biblically tidak konsisten dengan keseluruhan sistem keselamatan yang diajarkan Alkitab.
Manusia keturunan Adam dan Hawa dilahirkan dalam kondisi berdosa. Artinya, ia adalah budak dosa. Kehendaknya, kepercayaannya, pola pikirnya tidak bisa sesuai dengan kehendak Allah (note: dosa berarti melenceng). Manusia jatuh ke dalam dosa karena ia ingin menjadi seperti Allah. Ia ingin menempatkan dirinya sebagai pusat kehendaknya, kepercayaannya, dan pola pikirnya. Dng kata lain, ia men-Tuhan-kan dirinya sendiri (theisme egosentris).
Apabila orang percaya bahwa keselamatan adalah tergantung kehendaknya sendiri, maka ia harus percaya bahwa ia bisa selamat oleh kehendaknya sendiri. Artinya, orang tsb harus percaya bahwa dirinya penentu masa depannya (surga/neraka). Dengan kata lain, pandangan ini mengatakan bahwa perilaku manusia yang men-Tuhan-kan dirinya adalah perilaku yang sah/natural. Padahal, periliku seperti itulah yang membuat Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa.
Apabila manusia bisa selamat oleh karena kehendaknya sendiri, itu berarti ada manusia yg tidak selamat oleh karena kehendaknya sendiri. Padahal, Allah itu MahaTahu. Artinya, Allah tahu bila nanti ada manusia yang tidak selamat gara-gara kehendaknya sendiri. Apabila Allah sudah tahu dan Ia tidak membiarkan itu terjadi, berarti Allah bukan MahaKasih. Dan, itu juga berarti Allah bukan MahaAdil karena Ia tahu dari semula kehendak macam apa yang tidak menyelamatkan dan siapasaja yang punya kehendak macam itu tapi Ia tidak beritahu orang itu sejak semula.
Tapi, seandainya Allah mau beritahu orang itu (bahwa kehendaknya akan membuat dia tidak selamat), maka Allah juga harus beritahu ke semua orang tanpa kecuali (karena sifat MahaAdil-Nya). Kalau Ia beritahu semua orang, maka semua orang pasti selamat. Kalau semua orang pasti selamat, maka seharusnya Yesus tidak bicara soal kambing, atau neraka. Padahal, Alkitab menunjukan bahwa Yesus bicara soal domba dan kambing, surga dan neraka.
Perumpamaan Penabur,
versi pinoq berpendapat bhw saat itu Yesus TIDAK SEDANG MENGAJAR orang banyak tsb .. krn orang banyak (menurut pinoq) adalah HANYA terdiri dari ParisiSadukiYahudi yg sama sekali tidak ada punya keinginan utk belajar/mengerti/menerima/percaya.
versi saya berpendapat, saat itu Yesus SEDANG MENGAJAR orang banyak tsb... krn org banyak tsb terdiri dari yg coklat diatas dan kebalikan dari yg coklat.
sakelek pada pandangan-2, otomatis mengabaikan bhw saat itu JELAS Yesus sedang mengajar, menyuruh, memberi tahu : "barangsiapa", "jikalau", dlsb dihadapan orang banyak tsb.
Namun, --imo-- pada yg sakelek pandangan-1 --- itu tidak serta merta pula artinya orang2 yg bertanya tanya ttg pengajaran Yesus saat itu bisa semudah balik tangan dgn berKehendak dalam memilih mao percaya ato tidak percaya.
Nah dari situ pinoq bisa melihat, bahwa saya "menentang" baik pada yg sakelek di pandangan-1 maupun pada yg sakelek di pandangan-2 ... hehehe.
Tidak begitu bro. Saya tidak mengatakan bahwa yg terlibat percakapan di scene tsb hanya Farisi dan Saduki. Yang saya bilang, Yesus bicara seperti itu kepada orang Farisi dan Saduki yg cari-cari Dia.
Lagipula, keinginan/kehendak orang-orang yang mendengar kata-kata Yesus dalam percakapan tsb tidak mengubah intensi Yesus ketika mengucapkan kata-katanya. (Yesus tidak sedang menyuruh karena Ia tahu ada yg ingin belajar). Ia hanya mengungkapkan fakta-fakta.
Namun, katakanlah Yesus memang berintensi menyuruh (seperti dalam Amanat Agung, misalnya),
itu bukan berarti Ia sedang menunggu-nunggu kehendak/keinginan orang yg disuruh (mau menerima atau tidak), yg kemudian menjadi bahan pertimbanganNya untuk menyelamatkan atau tidak menyelamatkan orang tsb. Sebab, dombaNya mengenal suaraNYa dan mengikutiNya.
Dalam perumpamaan Penabur Benih, mau dikatakan Sang Penabur itu adalah Yesus, bisa. Mau dikatakan Sang Penabur adalah murid-murid Yesus, juga bisa. Sebab, toh murid juga melakukan pekerjaan Sang Guru (menabur).
Tapi, siapa/apakah Benih? Benih adalah Yesus saja. Sebab, meski bisa melakukan pekerjaan Sang Guru (menabur), pekerjaan murid tidak lebih tinggi dari pekerjaan Sang Guru (benih).
Salam