Lanjut….
IV. Hanya saja… Selain Kitab Suci, Katolik masih menambahkan infalibilitas pada Tradisi Lisan.
Artinya, ada dua yang menjadi sumber hukum legal-formal dalam Katolik dengan nilai otoritas yang setara. Dengan kata lain terdapat standard ganda yang KEKAL dalam sumber hukum gereja ini.
Tentu ini ‘tidak dapat bersaing’ dengan (jika enggan disebut ‘kalah’ oleh) filsafat hukum positif yang selalu berjuang agar memiliki STANDAR HUKUM TUNGGAL.
Dari situ maka muncullah alasan berikutnya untuk menjawab judul thread ini…
Menjawab judul thread: ALASAN-3
AGAR DAPAT MENYATAKAN BAHWA NILAI KEBENARAN DALAM KRISTEN TIDAK KALAH OLEH NILAI YANG BERLAKU DALAM FILSAFAT HUKUM++++++++++++++++++
ya, sesat atau tidak kan tergantung perpektif masing2.. protestan a bilang protestan b sesat, sementara protestan c mengatakan katolik sesat, demikian juga sebaliknya.. ya tentu saja kejadian saling menyalahkan itu pasti ada dalam rangka mempertahankan pendapat yang "dibimbing Rohkudus" tadi..
Waduh, Bro… dari banyak rekan yang ber-comment dalam thread ini, saya melihat Andalah yang paling kreatif tapi sayangnya sekaligus provokatif pula. Berulang-ulang Anda menggunakan istilah ‘sesat’ saat merujuk kepada fenomena tafsiran/ajaran dalam Protestan.
Anehnya, saat rekan Protestan (khususnya dari kalangan Injili) menyatakan argumen-argumen mereka, justru Anda tidak menyimaknya, dan tetap menyajikan ‘sesat’. Jadi, agar agak Anda mawas diri dan tidak mengulang-ulang lagi stigma ‘sesat’, saya sampaikan saja satu hal berikut ini:
“Malapetaka terbesar dalam kekristenan adalah saat Paus dan Magisterium membiarkan kata ‘Katolik’ dan ‘Apostolik’ itu berubah dari ‘kata sifat’ menjadi ‘nama diri’”. Dengan demikian…,
Menjawab judul thread: ALASAN-4
UNTUK MENGINGATKAN GEREJA AGAR MENGEMBALIKAN KATA ‘KATOLIK’ DAN ‘APOSTOLIK’ MENJADI ‘KATA SIFAT’.+++++++++++++++++++++
tapi gini deh bro, hanya Gereja Katoliklah yang berani menyatakan dirinya infallible, yang lain semua nya rendah hati.. dan tidak takabur, walaupun kenyataannya mereka menyesatkan yang lain.
“Mengaku infallible, tapi bisa dibuktikan fallible…”,
BANDINGKAN DENGAN:
“Mengaku tidak infallible, tapi berhasil menemukan ‘instumen’ untuk menguji infalibilitas suatu tafsiran/ajaran/doktrin/dogma…”
mana yang lebih rasional?
Mana yang lebih mudah untuk dapat diterima sebagai ‘sahih’ oleh agama lain (dalam berapologetika) sebagai variabel penguji kebenaran: klaim infalibilitas atau ‘instrumen’ pengujinya?
percaya ajaran bisa salah, adalah mengkontradiksi dan mereduksi iman itu sendiri.
Tidak selamanya iman itu harus rasional, ‘kan, Bro...
Ingat ilustrasi ‘hitam-putih’ dari Anda yang saya kutip di atas? Itu adalah masalah ‘iman’. Sekalipun dunia ilmiah menyatakan hitam adalah hitam (dan itu adalah kebenaran), tetapi jika Gereja Anda mengatakan itu adalah putih (sekalipun sudah dibuktikan bahwa hitam adalah hitam, dan bukan putih), Anda akan tetap mengakui ‘putih’, ‘kan? Kontradiksi? Mereduksi iman?
Pernyataan “percaya ajaran bisa salah” adalah sisi rasionalitas, yang terbuka bagi pengujian ‘objektif-ilmiah’. Sedangkan ‘iman’ umumnya adalah sisi esoteris (‘percaya’ kepada hal suprarasional, melibatkan hati, bukan rasio).
Keduanya (rasional dan suprarasional) bisa saja tidak saling kontradiksi dan bisa saja tidak saling mereduksi karena masing-masing memiliki ranahnya sendiri-sendiri.
Yang membuat pemutlakkanlah (spt yang Anda lakukan itu) yang justru sudah ‘keliru-tempat’ (salah-kaprah? Rancu?). Wah, nampaknya Anda hanya dibingungkan oleh konsep-konsep Anda sendiri yang ‘keliru-tempat’ itu, Bro…
apalah otoritas tanpa infabilitas..???
Dalam kehidupan sehari-hari Anda banyak menemukan dan bahkan bersinggungan dengan fenomena demikian, tapi toh, Anda menerimanya juga.
‘Pemerintah pun datang dari Allah’, tapi apakah mereka infalible? Namun, toh, Anda menerimanya, bukan? Siapa berotoritas di keluarga Anda? Apakah mereka infallible? Kalau mereka tidak infallible, apakah Anda menganggap mereka tidak berotoritas?
Ada hirarki otoritas, ‘kan...
Tanggapan atas pernyataan Anda itu itu adalah: itu membuktikan bahwa hanya SATU yang berotoritas, yaitu KS. Apakah doktrin Katolik infallible?
otoritas, tapi bisa ditolak?
Faktanya memang demikian, ‘kan? Gereja Timur menolak Otoritas Universal Gereja Barat (Roma). Mereka juga menolak fllioque… padahal GKR menyatakan itu adalah infallible.
itu namanya bukan otoritas
Otoritas di Katolik ternyata hanya diakui dan berlaku internal. Bagi kalangan non-Katolik itu tidak. Apakah Anda akan menyimpulkan pula bahwa “itu namanya bukan otoritas…”?
no mer satu itu otoritas, kalau nomer dua itu hanya alat bantu
‘Otoritas’ adalah nilai.
‘Alat bantu’ adalah fungsi.
Apakah Otoritas tidak dapat berfungsi sebagai ‘alat bantu’ dalam menafsirkan dan menghasilkan ajaran/doktrin/dogma yang infaliblle? Tentu bisa.
KS nilainya adalah Otoritas yang infalible. Tapi juga (bagi Protestan) merupakan instrumen primer (yang berfungsi) untuk menguji tafsiran/ajaran/doktrin/dogma.
‘Prinsip Hermeneutika’ pun demikian (wlp bernilai sekunder). Sekali lagi, kayaknya Anda dibingungkan oleh konsep-konsep Anda yang campur-aduk, Bro…
Ini lho, bukti yang lainnya…
PROTESTAN:
‘Highest’ hierarchy: Kitab Suci = Infallible.
’Lower’ Hierarchy: Doktrin dan ‘Instrumen’ = Tidak Infallible
KATOLIK:
‘Highest’ Hierarchy:
Dogma (tentu juga Paus dalam ex-cathedra, Magisterium, Deposit Iman) =
Infallible’Lower’ Hierarchy:
Doktrin =
Tidak infallibleSekarang, pertanyaan yang Anda ajukan kepada Protestan, coba ajukan terhadap DOKTRIN KATOLIK yang tidak dijamin benar (tidak infallible), yaitu:
tapi, kembali sebuah keanehan, manakala kita disuruh mengimani sebuah ajaran yang tidak dijamin benar .. percaya ajaran bisa salah, adalah mengkontradiksi dan mereduksi iman itu sendiri.
Sekali lagi, Bro… Anda dibingungkan dengan ‘salah-tempat’… Kalau menurut saya, hirarki otoritas harus ditempatkan pada tempatnya masing-masing …
KS (yang bernilai primer karena infallible) jangan ditukar-tempatkan dengan doktrin dan ‘instrumen’ (yang bernilai sekunder).
Doktrin (dalam Protestan dan Katolik) serta ‘instrumen’ (dalam Protestan) adalah tidak infalible, dan itu diuji oleh hirarki yang berada di atasnya (KS).
Jadi,
Menjawab judul thread: ALASAN-5
UNTUK MENGINGATKAN GEREJA BAHWA OTORITAS MEMILIKI HIRARKI DAN BAHWA ‘DOKTRIN’ BAGI KATOLIK MAUPUN PROTESTAN ADALAH TIDAK-INFALLIBLE Sekalipun tidak infallible, namun kemungkinan besar kedua pihak memiliki keyakinan bahwa doktrin mereka adalah ‘benar’ sampai ia dibuktikan ‘keliru’.
Dengan demikian,
Menjawab judul thread: ALASAN-6
UNTUK MENYATAKAN KEPADA SEGENAP KOMPONEN GEREJA BAHWA SEKALIPUN TIDAK-INFALIBLE, SUATU ‘KEYAKINAN’ (MISALNYA DOKTRIN) DAPAT ‘DIYAKINI’ SEBAGAI “BENAR”, SAMPAI IA DIBUKTIKAN “KELIRU”. Begitu, Bro Ond32lumut…
Salam