Forim Iman Kristen
Ajaran-Ajaran Kristen => Pengetahuan Kristen => Topic started by: budi on October 01, 2013, 12:38:11 AM
-
Tadi siang saya diberi kelas baru di sebuah tempat kursus. Ada 5 murid di kelas ini. Semuanya berusia 7 tahun. Empat murid beragama Kristen, satu murid muslim. Tadi siang, murid yg muslim datang terlambat. Ia datang dengan masih mengenakan seragam sekolahnya. Sekolahnya adalah sekolah islam sehingga seragamnya pun berjilbab. Melihat anak ini datang dng memakai jilbab, ke empat anak yang lain terkejut. "Oh dia islam ya?" "Oh kamu islam?" Untuk beberapa saat, ke empat anak itu terus memandangi dia dng pandangan tak percaya.
Mnyadari hal tsb, saya spontan berusaha mengalihkan perhatian kembali ke pelajaran. Swaktu saya menulis di papan tulis, tiba-tiba saya mendengar ada satu anak berkata-kata dng nada menggoda, "Hiiii islam, hii islam..." Spontan saya membalikkan badan dan melihat anak itu berkata-kata sambil menyeingai dan menunjuk2. Lalu, saya mnegor dng keras anak itu. Saya bilang, "Ada masalah? Emangnya kenapa kalau dia islam? Kamu nggak bisa hidup bersama orang islam? Kalau nggak bisa, keluar!"
Nada bicara saya cukup keras, tipe nada bicara yg seharusnya nggak digunakan ketika berbicara dng anak-anak. Saya juga merasa kalau wajah saya menegang. Selesai berbicara saya langsung menyesali cara bicara saya itu. Anak yg saya hardik itu cengar-cengir saja (dia memang tipe anak yg bandel). "Oke...oke.." katanya sambil melirik jahat ke murid muslim tadi.
***
Saya ingin tahu bagaimana pandangan teman2 di sini ttg bagaimana mengajarkan kepada anak ttg keberagaman agama. Tentunya mengajarkan kepada anak2 bahwa semua agama itu sama adalah hal yang sia2 karena anak-anak pasti nanya "kalo sama, kenapa beda?"
Cheers
-
Itulah perlunya mengajarkan bisa menerima perbedaan, bahwa berbeda itu adalah suatu yang wajar, bahwa hidup diantara yang berbeda adalah biasa saja.
Mengajarkan bahwa semua agama adalah sama adalah salah, karena memang berbeda dalam banyak hal. Tetapi bahwa terdapat persamaan antar agama, dan persamaan itulah yang perlu digali, bukan perbedaannya.
Bahwa dalam hidup keseharian kita, sikap saling menghargai antar pemeluk agama, dengan tidak saling melecehkan, dengan tidak menjelek-jelekan agama lain, terlebih lagi secara terang terangan, itulah yang menciptakan perdamaian.
Tetapi, memberi penjelasan bahwa memang terdapat perbedaan, dan itu bersifat pribadi antara sang manusia dengan tuhannya, juga wajib disampaikan, sehingga tidak tergagap gagap ketika berhadapan dengan perbedaan di dunia nyata.
Syalom
-
Damai sejahtera Tuhan Jesus Kristus menyertai FIKers sekalian.
Saya juga berpendapat bahwa agama-agama yang ada di dunia dan diakui oleh negara, mempunyai esensi yang tidak sama. Namun, adalah fakta, bahwa di kehidupan sehari-hari, setiap orang akan bertemu dengan penganut agama yang berbeda dengan agama yang dianutnya. Mungkin pertanyaan TS saya maknai sebagai: "Bagaimana kita menyajikan fakta perbedaan agama agar tidak menjadi bibit 'perpecahan', terutama kepada anak-anak dan remaja yang masih mencari jati diri?" (CMIIW)
Saya sendiri kurang tahu apakah metode yang saya terima adalah metode satu-satunya. Yang pasti, saya ingin menceritakan pengalaman saya.
Dulu, saya bersekolah di suatu sekolah yang diasuh oleh Yayasan bernuansa keagamaan pengikut Kristus. Dengan demikian, maka pelajaran Agama yang mendalam dipelajari adalah pelajaran agama anutan yayasan.
Wadduh, nanti saya sambung. Ada tugas mendadak, memberikan ceramah pencegahan dan penanggulangan peredaran dan penggunaan narkoba. Maaf, ya?
Damai, damai, damai.
-
Krn anak-anak itu belum bpikir kompleks, maka mreka biasanya mniru.
Anak belajar dari ortunya...
Kl ortunya bgitu, maka anaknya akan cepat mngikutinya.
Tp jika di sekolah dia bteman dg anak-anak yg tidak diskriminatif, maka si anak itu akan mjd tidak diskriminatif.
Kl usia sudah remaja (SMU), maka mreka sudah bisa bpikir sndiri.
Prilaku diskriminatif kmungkinan muncul krn belajar dr pngalaman tdk mnyenangkan.
-
Saya ingin tahu bagaimana pandangan teman2 di sini ttg bagaimana mengajarkan kepada anak ttg keberagaman agama. Tentunya mengajarkan kepada anak2 bahwa semua agama itu sama adalah hal yang sia2 karena anak-anak pasti nanya "kalo sama, kenapa beda?"
Dalam benak saya, kalo untuk anak2 jangan diajarin bold dulu, melainkan keberagaman manusia.
Mungkin bisa dibuat sebuah kisah "dongeng" (yg sebenernya bukan dongeng, tapi bisa ada kenyataannya) tentang Cuplis yg "berbeda", cacat panca-indra misalnya. Dikisah tsb Cuplis sering di ejek teman2nya padahal Cuplis itu sendiri bukan seorang anak yg nakal, malas ataupun jahat - dan kita gambarin juga bagaimana kesedihan hati Cuplis atas ejekan2 tsb. Berfokus pada "kesedihan" Cuplis, dari situ dinilai/diliat - anak2 yg mendengar dongeng ini, pro ke anak2 yg mengejek ato kagak.
Lampu merah, kalo para anak2 pendengar kisah tsb setuju dan berkehendak juga demikian spt anak2 pengejek didalam cerita.
Lampu ijo, kalo para anak2 pendengar kisah tsb Tidak-setuju dan Tidak-berkehendak spt anak2 pengejek didalam cerita ---> dari sini, inti dari cerita lebih mudah disampaikan : perbedaan bukan utk bahan ejekan.
So, "tanamkan kasih ke diri anak2" mungkin bisa lebih mudah keterima buat anak2 - ketimbang menjelaskan keragaman agama yang berbeda-beda tsb ---> intinya : perbuatan anak dulu yg "dibenerin" (internal), ketimbang "bahan yg di ejek" itu yg dijelasin duluan (eksternal) jadi nyrempet internal/eksternal kayak di thread laen yah bud nih yaaa.... hehehe :D.
Asal jangan nanti mereka berpendapat berbeda agama = ibarat suatu kecacatan seseorang ajah... hahaha :lol:
:)
salam.
-
Damai sejahtera Tuhan Jesus Kristus menyertai FIKers sekalian.
Saya juga berpendapat bahwa agama-agama yang ada di dunia dan diakui oleh negara, mempunyai esensi yang tidak sama. Namun, adalah fakta, bahwa di kehidupan sehari-hari, setiap orang akan bertemu dengan penganut agama yang berbeda dengan agama yang dianutnya. Mungkin pertanyaan TS saya maknai sebagai: "Bagaimana kita menyajikan fakta perbedaan agama agar tidak menjadi bibit 'perpecahan', terutama kepada anak-anak dan remaja yang masih mencari jati diri?" (CMIIW)
Saya sendiri kurang tahu apakah metode yang saya terima adalah metode satu-satunya. Yang pasti, saya ingin menceritakan pengalaman saya.
Dulu, saya bersekolah di suatu sekolah yang diasuh oleh Yayasan bernuansa keagamaan pengikut Kristus. Dengan demikian, maka pelajaran Agama yang mendalam dipelajari adalah pelajaran agama anutan yayasan.
Wadduh, nanti saya sambung. Ada tugas mendadak, memberikan ceramah pencegahan dan penanggulangan peredaran dan penggunaan narkoba. Maaf, ya?
Damai, damai, damai.
Waduhhh...
Jangan2 Council Husada bekerja di BNN
:drool: :drool: :drool:
-
Waduhhh...
Jangan2 Council Husada bekerja di BNN
:drool: :drool: :drool:
Beliau termasuk jajaran pimpinan BNN, kung.
:afro:
-
Saya pikir sebenarnya yang bermasalah adalah si anak yang mengejek itu, karena sepertinya yang tiga lainnya tidak. Jadi saya rasa ini faktor ortunya yang kurang memberi pemahaman tentang keragaman.
Heran juga ada anak Kristen bersikap begitu, masak dia gak sadar kalau hidup di negara ini sebagai minoritas. Pengalaman masa kecil saya dulu, justru saya yang sering diejek "kristen..kristen....". Tapi itu hanya satu dua anak saja. Selebihnya baik-baik saja meskipun tahu kalau saya berbeda agama.
Tapi nampaknya memang ada yang salah dengan pendidikan di negeri ini, karena saya sempat melihat rekaman di sebuah TK islam dimana murid2nya diajarin nyanyian yang mengarah ke kebencian terhadap kafir.... :swt:
-
Kalo anak kecil tersebut Kristen ... gimana kalo dijelaskan mengenai orang samaria yang baik hati
:)
Beliau termasuk jajaran pimpinan BNN, kung.
:afro:
Bisa dipinjam pistol nya ya Bro Salt ...........
heheheheheeee
:giggle:
-
Bisa dipinjam pistol nya ya Bro Salt ...........
heheheheheeee
Saya gak yakin kalau pistolnya boleh dipinjam, kung.
-
Kl dia masih anak-anak, maka kmgkn besar krn niru.
Jd cara ngajarinya adalah si anak harus melihat teladan positif...
-
Kl dia masih anak-anak, maka kmgkn besar krn niru.
Jd cara ngajarinya adalah si anak harus melihat teladan positif...
Sependapat, karena anak anak justru tidak perlu diajari, karena anak anak adalah penyontoh yang luar biasa. Orang tua toleran, anak anak toleran, orang tua senang menolong, begitu juga anak anak. Kebalikannya justru lebih kuat, ortu fanatik, anak menjadi fanatik buta, ortu pembenci, anak anak menjadi pembenci yang kalap.
Dalam banyak hal, teladan pemimpin agamanya juga sangat berpengaruh seperti orang tua kepada anak anaknya.
:(
-
Psoalannya ya bro, jika kita mau apa adanya, memang ada golongan ttentu yg mciptakan stereotype yg negatif bagi golongan itu sndiri.
Misalnya ya,
Pas sembayang malah malas-malasan shg memakan jam kerja, ada yg kerja itung-itungan atau kerja kurang loyal.
Jadinya tragis...
Jika ada dari mreka yg pas sembayang ga malas-malasan malah dianggap sbg ssuatu yg hebat (teladan yg baik).
Atau cari contoh lain ya...
Ada suku ttentu di Indonesia yg sering jd obyek diskriminasi.
Tentu saja suku ini mnuntut agar mreka tidak didiskriminasi.
Tp sayangnya, justru majority dari suku ini sangat diskriminatif, misal melarang kawin campur, prefer mpekerjakan dari ssama suku.
(skadar info, saya dari suku tsb lhooo...jd saya mnyesalkan diri sndiri...)
-
Psoalannya ya bro, jika kita mau apa adanya, memang ada golongan ttentu yg mciptakan stereotype yg negatif bagi golongan itu sndiri.
Misalnya ya,
Pas sembayang malah malas-malasan shg memakan jam kerja, ada yg kerja itung-itungan atau kerja kurang loyal.
Jadinya tragis...
Jika ada dari mreka yg pas sembayang ga malas-malasan malah dianggap sbg ssuatu yg hebat (teladan yg baik).
Atau cari contoh lain ya...
Ada suku ttentu di Indonesia yg sering jd obyek diskriminasi.
Tentu saja suku ini mnuntut agar mreka tidak didiskriminasi.
Tp sayangnya, justru majority dari suku ini sangat diskriminatif, misal melarang kawin campur, prefer mpekerjakan dari ssama suku.
(skadar info, saya dari suku tsb lhooo...jd saya mnyesalkan diri sndiri...)
Ha ha ha ha, saya ada kisah nyata.
Dulu sat masih kerja di perusahaan orang, ada OB yang ketika jumatan minta ijin untuk ibadah. Saya berikan ijin tentu saja. Setelah itu saya lupa, dan baru teringat ketika bagian delivery tidak kunjung berangkat karena tidak ada helper, karena si OB belum kembali, padahal sudah jam 14.30.
Tidak lama kemudian, muncul lah si OB, dari rambut dan matanya, terlihat dia baru saja bangun tidur. Saya tanya, kemana? Dia jawab ke masjid, dan tertidur.
Saya tanya lagi, ada gak aturan yang mewajibkan setelah ibadah lantas tidur, kalau ada aturannya, saya akan ikuti, kalau tidak, berarti kamu melanggar aturan perusahaan, dan terpaksa saya beri peringatan terakhir, karena tidur dalam jam kantor.
:)
-
Wow terima kasih atas respon2nya guys :nod:.
Saya suka pendapat bro salt dan bro siip ttg cara mengajarkan dngan teladan.
Saya juga suka pedapat bro odading ttg cara mengajar dng ilustrasi dongeng.
Awesome guys!!! :afro:
Dalam kasus murid saya tsb, sepertinya ia memang terlalu banyak mendengar orang2 dewasa yg dekat dengannya mencemooh dan menertawakan orang islam. Kalo saya lihat dari datanya, ia dan keluarganya tinggal di kawasan elit yang kebanyakan beragama kristen. Ia pun bersekolah di sekolah katholik yg cukup ternama. Perilaku anak tsb juga lebih bandel dari kebanyakan anak-anak lain seusianya (ucapan kasar, menggunakan kata2 cacian, tulisan tangan tak terbaca, suka memukul, dll)
Ini bner2 membuat saya geram dan ingin berbicara dng ortunya. Kok bisa ya ada orang tua yang kayak begini? Grrrr... :(
-
saya juga dulu ke sekolah katolik dan dsana ada anak-anak dari pgawai sekolah yg disekolahkan disitu.
saya juga liat bgmn mreka ini dihina, direndahkan, dianggap remeh krn warna kulit (ini bukan faktor agama, tp warna kulit dan kkayaan).
kasian sih...
Hrs saya akui, walau kadang saya krn kasian maka saya mdekati dan mau ngobrol sama mreka, tp lebih sering saya mrasa malu kl deket mreka dan kadang ikut-ikutan ngejek...
-
saya juga dulu ke sekolah katolik dan dsana ada anak-anak dari pgawai sekolah yg disekolahkan disitu.
saya juga liat bgmn mreka ini dihina, direndahkan, dianggap remeh krn warna kulit (ini bukan faktor agama, tp warna kulit dan kkayaan).
kasian sih...
Hrs saya akui, walau kadang saya krn kasian maka saya mdekati dan mau ngobrol sama mreka, tp lebih sering saya mrasa malu kl deket mreka dan kadang ikut-ikutan ngejek...
Yup, itu betul dan sangat memprihatinkan.
Entah warna kulit, entah faktor kekurang mampuan ekonomi, entah cacad fisik, bahkan berkaca mata tebal, terlalu kurus, atau terlalu gemuk, sudah jadi sarana ejekan anak anak. Mengherankan, entah siapa yang mengajari dan 'membimbing' anak anak itu?
:scold:
-
Yup, itu betul dan sangat memprihatinkan.
Entah warna kulit, entah faktor kekurang mampuan ekonomi, entah cacad fisik, bahkan berkaca mata tebal, terlalu kurus, atau terlalu gemuk, sudah jadi sarana ejekan anak anak. Mengherankan, entah siapa yang mengajari dan 'membimbing' anak anak itu?
:scold:
Wah beruntung sekali saya membaca post bro salt di atas. Setelah membacanya, saya jadi teringat masa SMA saya.
Saya berSMA di salah satu dari tujuh kolese Jesuit di Indonesia. Saya merasa beruntung bisa menjalani masa remaja saya di sekolah itu. Salah satunya adalah karena sistem pendidikan di sekolah tsb (yang jelas-jelas tidak official dan tidak nasional) berhasil menanamkan mentalitas merdeka dalam diri para siswanya. Salah satuya adalah merdeka dari rasa takut akan perbedaan, akan pemikiran-pemikiran yang tidak populer/subversif. Salah satu metode yang diterapkan di skolah tsb adalah metode rigorous thinking.
Saya ingat, ada event pertukaran pelajar saat itu. Yang datang ke sekolah saya adalah pelajar2 unggulan dai sekolah negri unggulan. Saya masih ingat bagaimana mereka terlihat kaget dan heran ketika melihat fenomena-fenomena yang biasanya mereka sebut bullying begitu marak di sekolah saya."Topik2" bullying yang marak di sekolah saya cukup merata: suku, agama, ras dan "anatomi tubuh". Itu yang buat mereka kaget. Yang buat mereka heran adalah siswa2 yang biasanya mereka sebut korban bullying ternyata tidak menunjukan sikap layaknya korban bullying.
Waktu masih saya kelas satu, saya sendiri cukup stress dan tidak yakin kalau saya berada di sekolah yang baik. Namun pada suatu saat wakil kepsek bidang kesiswaan (seorang pastur Jesuit) mengumpulkan semua siswa kelas satu di aula (dan rupanya saya ketahui kemudian bahwa ini adalah event rutin sekolah ini). Ia tidak bicara soal akademi, ia bicara soal apa arti menjadi manusia, soal diri, siapa orang lain. Saya ingat dia berkata begini, "Kalau kamu dipanggil cina atau batak atau item atau sipit atau gendut atau idiot, kamu sakit hati nggak? Kalau kamu sakit hati, coba ngaca dan lihat kamu memang seperti panggilan itu atau nggak. Kalau realitanya memang seperti itu, kenapa kamu sakit hati? Dan kalau realitanya nggak seperti itu, kenapa kamu sakit hati? Sakit hati kok dipelihara?"
Idenya sebenarnya simpel, tapi seringkali yang-simpel memang hampir selalu terlupakan. Dengan pendidikan ini, makna 'bullying' yang umum menjadi tidak umum. Efek negatifnya lenyap, efek positifnya menguat.
Saya bersyukur atas semua guru2 dan pegawai di sekolah tsb. Hehehe...saya ingat si kepsek pernah bilang di suatu upacara bendera hari senin, "anak-anakku besokkita kedtangan tamu dari diknas. Mereka mau mengevaluasi apakah sekolah kita ini layak dapat predikat "disamakan" dengan sekolah negri. Serem ya? Nggak ah biasa aja...karena kita tahu kita nggak mau "disamakan" dengan sekolah negri. Kalau perlu, seharusnya kita yang ngecek apakah mereka layak "disamakan" dengan kita. Jadi marilah kita sambut para tamu itu dengan...biasa aja." Hehehe edan! Bagaimana para siswa tidak bangga dengan sekolahnya jika kepseknya aja seperti itu?
Cheers
-
@Budi
Wah, saya tidak bisa mengatakan bahwa saya sependapat dengan 'metoda' atau 'sistem' yang diterapkan di sekolah itu, bro.
Syalom
-
Damai sejahtera Tuhan Jesus Kristus menyertai FIKers sekalian.
Menyambung cerita yang terputus.
Sebelumnya, ingin menyampaikan terima kasih kepada Phooey dan Salt. Untung saja dugaannya tentang saya terhitung positif, meskipun salah. Dan saya akan marah besar seandainya saya diduga pengedar, ato mantan pemakai yang diminta berceramah tentang narkoba. :D
Dulu, saya anak desa. Ayah saya kepala desa. Tidak seorangpun warga desa yang berani melecehkan saya, baik dari segi agama, warna kulit, atau hal-hal lain. Malah cenderung, walau saya melakukan kenakalan kanak-kanak ato kenakalan remaja, saya selalu 'dimaafkan' oleh warga, tetapi akan 'dihajar' di rumah.
Terkait dengan keberagaman agama, seingat saya, yang saya dapat dari sekolah, tidak mengekspose keagamaan. Cukup pada amanat-amanat upacara bendera, ditekankan bahwa kita (warga NKRI sangat beragam). Mata pelajaran Agama, yang dipelajari adalah Agama yang dianut pengurus yayasan. Jadi, boleh dibilang, tidak pernah membicarakan agama selain agama yang dianut oleh yayasan.
Meski sekolah saya yayasan pengikut Kristus, tetapi beberapa orang penganut Islam, dan Budha ada yang bersekolah di sana. Sejak kelas II sampai dengan kelas VI, teman semeja saya seorang penganut Islam (dulu meja belajar di sekolah memang dirancang untuk berdua-dua). Dia sangat taat. Tidak pernah ada insiden di antara kami berdasarkan perbedaan agama. Enjoy, semua enjoy.
Nah, yang ingin saya sampaikan, menurut pengalaman saya, cukup saja disampaikan kepada anak bahwa agama yang eksis di negeri ini ada beberapa, dan si anak adalah penganut satu dari antaranya sesuai dengan agama yang dianut orang tuanya. Jika dari anak muncul pertanyaan-pertanyaan yang mendalam mengenai agama selain yang dianut, dikatakan saja apa adanya, tanpa tendensi mengekspose keburukan-keburukan agama lain.
Saya kira, itu.
:drool: Ternyata pengalaman kawan-kawan sudah lengkap, ya? :drool:
Damai, damai, damai.
-
@Budi
Wah, saya tidak bisa mengatakan bahwa saya sependapat dengan 'metoda' atau 'sistem' yang diterapkan di sekolah itu, bro.
Syalom
Yes, ini menarik sekali bro salt :afro:
Saya sangat tertarik untuk mendengarkan kenapa bro salt tidak sependapat dng "sistem' seperti itu.
***
Kalau saya pribadi berpendapat bahwa perlu ada suatu pendidikan untuk anak yang memampukan mereka untuk mengolah makna supaya kelak anak jadi orang yg kritis, mikir dulu sebelum terseret oleh arus emosi. Saya rasa efek dari pendidikan macam ini adalah suatu kematangan sehingga pada akhirnya anak2 tidak melihat keberagaman atau perbedaan sebagai suatu yang kontraproduktif atau negatif.
Cheers
-
Bullying itu pasti akan ada efek pukulan mental pd citra diri, konsep diri dan gambar diri si anak.
Anak-anak usia SD itu pola pikirnya sederhana, belum bisa bpikir sbgmn org dewasa muda.
Saya dulu dari kecil sampai kuliah slalu terngiang-ngiang bullying teman-teman thd saya lho...
Baru pas kuliah kenal Tuhan Yesus maka saya baru bisa mngucap syukur akan apa yg dahulu saya benci.
Nah saya mah bruntung ketemu Tuhan Yesus.
Anak-anak lain mungkin ga sberuntung saya...
-
Bullying itu pasti akan ada efek pukulan mental pd citra diri, konsep diri dan gambar diri si anak.
Anak-anak usia SD itu pola pikirnya sederhana, belum bisa bpikir sbgmn org dewasa muda.
Saya dulu dari kecil sampai kuliah slalu terngiang-ngiang bullying teman-teman thd saya lho...
Baru pas kuliah kenal Tuhan Yesus maka saya baru bisa mngucap syukur akan apa yg dahulu saya benci.
Nah saya mah bruntung ketemu Tuhan Yesus.
Anak-anak lain mungkin ga sberuntung saya...
Ya, bullying memang mengerikan. Saya juga menghabiskan waktu kanak2 saya sebagai korban bullying. Defense saya saat itu adalah "udah diemin aja. nanti juga cape sendiri". Ini adalah "ilmu" yang saya dapat dari orang tua saya. Mereka mengajaran pada saya untuk "menerima" dan "bersabar". Tapi, ilmu itu nggak ampuh. Yang jadi cape justru saya. Dan bukan sekedar cape, saya malah bertumbuh jadi anak yang paranoid dan anti-sosial. Perubahan mulai terjadi ketika saya SMA.
***
Soal penyebab, kita bisa berwacana ttg mengapa anak melakukan bullying dan mengapa anak membiarkan dirinya jad korban bullying. Tanpa mengecilkan wacana yg pertama, saya lebih tertarik dng yang kedua: mengapa anak membiarkan dirinya jadi korban bullying. Saya rasa, selain mendidik anak untuk tidak mem-bully, kita juga perlu mendidik anak untuk tidak membiarkan dirinya jadi korban bullying.
Kembali pada kasus yg ada di post 1, saya sebagai guru telah mendidik anak untuk tidak mem-bully (walaupun metodenya masih ngawur). Namun, saya lupa untuk melakukan yang kedua! Oh oh seandainya waktu bisa diulang....
Cheers
-
@Budi
Metode 'penerimaan' dalam menghadapi bullying seperti yang diterapkan di sekolah anda, akan mengakibatkan bullying tidak akan pernah punah dari sejarah sekolah itu. Karena anak anak diajarkan untuk 'tidak apa apa' membully teman temannya, dan yang dibully diajarkan untuk 'pasrah' menerima bully. Dn seperti yang terbukti kemudian, sejarah bullying tetap terjadi di sekolah anda itu (ini kalau dugaan saya akan asal sekolah anda benar ya).
Padahal, yang menjadi masalah adalah, apakah bully itu layak dilakukan? Jawabnya tentu tidak.
Dan terbukti pula, untuk sekolah sekolah yang mengharamkan perilaku bullying, tidak terjadi bullying, dan kalaupun terjadi, si pelaku bullying itu dapat dikenakan sanksi. Rasanya itu masih lebih tepat.
Syalom
-
Mau nanya saja...
Kalo teman2 punya anak di bully oleh teman nya.
Apa yang dilakukan sebagai orang tua ?
1. Sampaikan ke anak "Baless dong"
2. Sampaikan ke anak "Diemin saja"
3. Laporkan ke guru
4. Turun tangan sendiri .... cegat si pembully ditengah jalan ..... cemplungkan ke got .... (ini si Zhao Yun) :giggle:
:)
-
----saya blm punya anak...tp kl skilas jawab maka saya akan ajar dia : Bales dg mcapai ssuatu yg dia tidak bisa capai.
Saya mharapkan anak (andaipun) jd korban bullying di satu sisi, tp dia dipuji di bberapa sisi lainnya, lalu saya endorse anak itu di sisi-sisi yg dipuji orang itu.
Kl sama skali ga ada aspek menonjol, ya brarti si anak 'mbuka diri' utk jd korban bully.
Soalnya kadang guru juga bs bullying lhow...kl guru sebut murid 'ndablek', itu kan juga bully.
-
----saya blm punya anak...tp kl skilas jawab maka saya akan ajar dia : Bales dg mcapai ssuatu yg dia tidak bisa capai.
Saya mharapkan anak (andaipun) jd korban bullying di satu sisi, tp dia dipuji di bberapa sisi lainnya, lalu saya endorse anak itu di sisi-sisi yg dipuji orang itu.
Kl sama skali ga ada aspek menonjol, ya brarti si anak 'mbuka diri' utk jd korban bully.
Soalnya kadang guru juga bs bullying lhow...kl guru sebut murid 'ndablek', itu kan juga bully.
Jadi .... didiemin saja ... tapi sang anak dipuji di sisi lain
:)
-
Dari pengalaman pribadi :
Sekolah saya TK, SD, SMP, SMA (Katolik) mengharamkan bullying, walaupun saya akui tetap saja ada anak anak yang berperilaku buruk seperti itu.
Sayapun pernah mengalaminya, terutama karena saya dari ekonomi lemah, tetapi entah karena saya termasuk berperingkat ranking tinggi, saya termasuk yang disegani.
Mengenai sikap, saya juga termasuk yang berani menghadapi siapapun orang yang mencoba membully saya, bahkan anak yang badannya dua kali ukuran saya, juga termasuk guru yang sewenang wenang.
Dan memang, sikap kita yang secara tegas menolak untuk di bully, disertai prestasi dalam hal lain, mengakibatkan pihak 'lawan' tidak berani melakukkannya lagi.
:D
Syalom
-
Jadi .... didiemin saja ... tapi sang anak dipuji di sisi lain
:)
Ngga didiemin, tp dsuruh bales, namun dari sisi lain.
Bullying memang tidak bisa didiamkan...harus dilawan,
Tp cara ngelawannya itu yg ngga harus sama dg gaya si pem-bully.
-
Dari pengalaman pribadi :
Sekolah saya TK, SD, SMP, SMA (Katolik) mengharamkan bullying, walaupun saya akui tetap saja ada anak anak yang berperilaku buruk seperti itu.
Sayapun pernah mengalaminya, terutama karena saya dari ekonomi lemah, tetapi entah karena saya termasuk berperingkat ranking tinggi, saya termasuk yang disegani.
Mengenai sikap, saya juga termasuk yang berani menghadapi siapapun orang yang mencoba membully saya, bahkan anak yang badannya dua kali ukuran saya, juga termasuk guru yang sewenang wenang.
Dan memang, sikap kita yang secara tegas menolak untuk di bully, disertai prestasi dalam hal lain, mengakibatkan pihak 'lawan' tidak berani melakukkannya lagi.
:D
Syalom
Mau nanya saja...
Kalo teman2 punya anak di bully oleh teman nya.
Apa yang dilakukan sebagai orang tua ?
1. Sampaikan ke anak "Baless dong"
2. Sampaikan ke anak "Diemin saja"
3. Laporkan ke guru
4. Turun tangan sendiri .... cegat si pembully ditengah jalan ..... cemplungkan ke got .... (ini si Zhao Yun) :giggle:
:)
Hahahahahaaa...
Bener khan .........
:giggle:
-
Hahahahahaaa...
Bener khan .........
:giggle:
Apa yang bener, jelas saja saya kalah koq, tapi setiap kali di bully tiap kali saya lawan, hingga akhirnya dia tinggal kelas sementara saya rangking 1. Maka setelah itu dia jadi jinak, he he heh e.
:P
-
Apa yang bener, jelas saja saya kalah koq, tapi setiap kali di bully tiap kali saya lawan, hingga akhirnya dia tinggal kelas sementara saya rangking 1. Maka setelah itu dia jadi jinak, he he heh e.
:P
Kalo anaknya Bro Salt di Bully...
Bro Salt menasehati agar anaknya rajin belajar supaya ranking 1.
Sedang si pembully tetap dicegat oleh Bro Salt ditengah jalan dan dicemplungkan got
:rofl:
-
Kalo anaknya Bro Salt di Bully...
Bro Salt menasehati agar anaknya rajin belajar supaya ranking 1.
Sedang si pembully tetap dicegat oleh Bro Salt ditengah jalan dan dicemplungkan got
:rofl:
Ngga kung, saya pinjami pistol hasil pinjaman dari pimpinan BNN saja lah.
:P
-
@Budi
Metode 'penerimaan' dalam menghadapi bullying seperti yang diterapkan di sekolah anda, akan mengakibatkan bullying tidak akan pernah punah dari sejarah sekolah itu. Karena anak anak diajarkan untuk 'tidak apa apa' membully teman temannya, dan yang dibully diajarkan untuk 'pasrah' menerima bully. Dn seperti yang terbukti kemudian, sejarah bullying tetap terjadi di sekolah anda itu (ini kalau dugaan saya akan asal sekolah anda benar ya).
Padahal, yang menjadi masalah adalah, apakah bully itu layak dilakukan? Jawabnya tentu tidak.
Dan terbukti pula, untuk sekolah sekolah yang mengharamkan perilaku bullying, tidak terjadi bullying, dan kalaupun terjadi, si pelaku bullying itu dapat dikenakan sanksi. Rasanya itu masih lebih tepat.
Syalom
Ya saya juga setuju dng metode sanksi. Karena itu mengajarkan ttg Hukum. Dan, saya tidak ceritakan di atas, di sekolah saya itu juga ada metode sanksi, tapi selalu disertai dengan pendampingan. Sekolah tsb memang punya predikat "sekolah anak nakal, malas, bodoh" (ngga tau sekarang). Seorang pastor yg bekerja di sekolah tsb pernah cerita bahwa memang itulah misi sekolah tsb menjadi sekolah anak-anak yang telah digolongkan sebagai "anak nakal, malas dan bodoh." Tapi, saya masuk sekolah itu bukan karena nakal malas atau bodoh, tapi karena sekolah itu menerima keadaan ekonomi ortu saya yang di bawah rendah.
Saya pikir, pendidikan mustinya punya target "menghilangkan perilaku bullying dan penyebab2 perilaku bullying". JAdi, selain metode sanksi, harus ada juga metode intervensi sehingga para anak didik menjadi mandiri dalam menanggulangi permasalahan2 yg ada dalam dirinya sehingga mereka tidak jatuh kepada perilaku bullying (baik sebagai pelaku maupun korban).
Cheers
-
Mau nanya saja...
Kalo teman2 punya anak di bully oleh teman nya.
Apa yang dilakukan sebagai orang tua ?
1. Sampaikan ke anak "Baless dong"
2. Sampaikan ke anak "Diemin saja"
3. Laporkan ke guru
4. Turun tangan sendiri .... cegat si pembully ditengah jalan ..... cemplungkan ke got .... (ini si Zhao Yun) :
Nah, ini pertanyaan yg bagus sekali! :afro:
Anak saya masih TK. Tapi, di TK pun ternyata ada juga anak-anak yg mulai menunjukan gelagat seorang bully. Saya mengajarkan kepada anak saya untuk selalu mengutamakan dialog terlebih dahulu. Ajak bicara si anak nakal itu dan ajak dia untuk tidak nakal. Kalau masih nakal juga, jauhi dan jangan berteman dengan dia. Kalau masih ngejar2 juga, katakan bahwa dia harus berhenti atau lapor ke guru. Kalau masih tetep bandel, lapor guru.
Yang saya inginkan adalah anak saya melakukan itu semua sendiri, tanpa harus merengek ke saya. Namun, saya juga selalu minta anak saya untuk cerita ke saya ttg pengalaman2nya. Ketika dia bercerita, saya akan mengapresiasinya, memastikan bahwa ia bangga dengan dirinya sendiri.
Namun, semua hal di atas tidak akan terjadi dng mudah bila hubungan saya dan anak saya tidak dekat. IMO, hubungan saya dan anak saya sangat dekat. Dia belajar dan bermain dng saya (kebetulan saya juga masih suka bermain seperti anak2). KAmi juga suka bertukar cerita. Dan, ini semua bisa terjadi setelah saya memutuskan untuk hengkang dari tempat kerja saya yg lama. Seandainya saya tidak hengkang dari perusahaan itu, mungkin sekali saya sudah kaya raya sekarang. Tetapi, untungnya, saya termasuk tipe orang yang tidak bisa menikmati kekayaan materi.
Intinya adalah pendidikan bukan sekedar instruksi (pengajaran), tetapi juga pengalaman (teladan).
Cheers
-
@Budi
Yang pasti satu hal, bro. Orang tua yang menganggap bully adalah tindakan baik, pastilah akan menghasilkan anak anak yang juga suka membully, sebaliknya, orang tua yang menganggap tindakan bully adalah tercela, pasti tidak akan menghasilkan anak anak yang suka membully.
Contoh mudah untuk menyaksikan apakah anak anak cenderung menjadi seorang pembully adalah sbb, jika sedang jalan jalan ke mall, dan melihat ada anak/orang yang cacad, entah buta, entah kerdil, entah idiot. Perhatikan anak anda, apakah berkomentar atau menganggap hal yang biasa (melihat sekilas lantas cuek), atau justru berkomentar melecehkan/mentertawai.
Saya bersyukur, anak saya tidak pernah berkomentar apapun ketika menyaksikan ada orang 'yang aneh'.
Syalom
-
@Budi
Yang pasti satu hal, bro. Orang tua yang menganggap bully adalah tindakan baik, pastilah akan menghasilkan anak anak yang juga suka membully, sebaliknya, orang tua yang menganggap tindakan bully adalah tercela, pasti tidak akan menghasilkan anak anak yang suka membully.
Contoh mudah untuk menyaksikan apakah anak anak cenderung menjadi seorang pembully adalah sbb, jika sedang jalan jalan ke mall, dan melihat ada anak/orang yang cacad, entah buta, entah kerdil, entah idiot. Perhatikan anak anda, apakah berkomentar atau menganggap hal yang biasa (melihat sekilas lantas cuek), atau justru berkomentar melecehkan/mentertawai.
Saya bersyukur, anak saya tidak pernah berkomentar apapun ketika menyaksikan ada orang 'yang aneh'.
Syalom
Ya setuju sekali, bro salt. Saya juga pernah melihat orang tua yang membiarkan anaknya mngeluarkan kata2 kasar. Mungkin si ortu tahu kalau bullying adalah tidak baik, tapi tampaknya seringkali ortu lupa bahwa tindakan yang tidak baik itu musti 'di potong dan di buang'. Seringnya, ortu sekedar bilang "Hush jangan gitu" lalu sibuk lagi dng kesibukannya.
Cara merespon ortu juga seharusnya diperhatikan. Sedih rasanya kalau melihat ortu2 yg memperlakukan anaknya secara behavioristik saja, seolah-olah si anak hanyalah "mesin behavioral". Padahal, anak2 juga punya rasio dan perasaan. Walaupun mereka belum mampu mengungkapkan ke dalam kata2, anak2 sebenarnya sudah bisa berpikir ttg "mengapa begini/begitu" "mengapa boleh/tidak boleh" "mengapa harus begini/harus begitu". IMO, anak2 itu filsuf sejati. Namun, kebanyakan ortu tidak menangkap sehingga gagal memenuhi kebutuhan ini, yaitu kebutuhan akan kebenaran.
***
Bullying adalah gejala yang muncul di permukaan. Gejala ini menandai sesuatu yg bergejolak di dalam. Ini bisa ditelaah, bahkan secara biologis. Sementara itu, kebanyakan ortu yg saya jumpai hanya menilai perilaku anak berdasarkan "apakah perilaku anak saya mencoreng nama baik saya atau tidak". IMO, ini menyedihkan.
Mungkin yang sekolah seharusnya tidak hanya anak, tapi ortu juga...
Cheers
-
Ya setuju sekali, bro salt. Saya juga pernah melihat orang tua yang membiarkan anaknya mngeluarkan kata2 kasar. Mungkin si ortu tahu kalau bullying adalah tidak baik, tapi tampaknya seringkali ortu lupa bahwa tindakan yang tidak baik itu musti 'di potong dan di buang'. Seringnya, ortu sekedar bilang "Hush jangan gitu" lalu sibuk lagi dng kesibukannya.
Cara merespon ortu juga seharusnya diperhatikan. Sedih rasanya kalau melihat ortu2 yg memperlakukan anaknya secara behavioristik saja, seolah-olah si anak hanyalah "mesin behavioral". Padahal, anak2 juga punya rasio dan perasaan. Walaupun mereka belum mampu mengungkapkan ke dalam kata2, anak2 sebenarnya sudah bisa berpikir ttg "mengapa begini/begitu" "mengapa boleh/tidak boleh" "mengapa harus begini/harus begitu". IMO, anak2 itu filsuf sejati. Namun, kebanyakan ortu tidak menangkap sehingga gagal memenuhi kebutuhan ini, yaitu kebutuhan akan kebenaran.
***
Bullying adalah gejala yang muncul di permukaan. Gejala ini menandai sesuatu yg bergejolak di dalam. Ini bisa ditelaah, bahkan secara biologis. Sementara itu, kebanyakan ortu yg saya jumpai hanya menilai perilaku anak berdasarkan "apakah perilaku anak saya mencoreng nama baik saya atau tidak". IMO, ini menyedihkan.
Mungkin yang sekolah seharusnya tidak hanya anak, tapi ortu juga...
Cheers
Banyak lagi yang bisa membuat kita sedih, karena perilaku anak anak.
Pernah lihat ada anak anak yang dengan sengaja menendang anak kucing, hanya sekedar iseng? Atau pernah lihat ada serombongan anak anak yang bersorak sorak menggoda orang gila di jalan?
Mungkin kalau dalam 'gerombolan' perilaku seorang anak akan terbawa 'gerombolannya', tetapi pasti ada pencetus dari pribadi di dalam 'gerombolan itu', bibit yang sakit seperti itu yang seharusnya mendapat perhatian khusus.
Anda sebagai guru, apakah anda mendidik anak remaja ataukah anak SD, bro?
Kalau anak remaja, tentu masalah yang anda hadapi lebih serius lagi.
Ada satu kisah semasa SMP. ada seorang guru bahasa Indonesia, yang berpostur pendek. Celakanya, sang guru sering kali bersikap 'over' dan sangat tidak profesional. Sehingga seringkali mendapat ejekan bahkan dibully oleh anak anak muridnya sendiri. Dari seorang senior, beberapa tahun di atas saya, berkisah, pernah suatu ketika sepeda sang guru dirantai ke atap tempat parkir sepeda, sehingga saat hendak pulang, beliau tidak bisa mengambil sepedanya, sampai sampai beliau nangis di tempat sepeda.
Tetapi perilaku sang guru tidak berubah, percayakah anda kalau beliau bisa memberi nilai ulangan dengan nilai 5,99 ? Hanya sekedar membuat nilai merah? Pernah sekali waktu ada teman yang memecahkan dengan sengaja ampul H2S, sehingga sekelas berbau mirip kentut dan menjadi ribut, sementara sang guru berteriak teriak marah tetapi tidak tahu harus berbuat apa, karena tidak satupun murid mau mengkhianati teman yang melakukannya.
Syalom
-
Dari pengalaman pribadi :
Sekolah saya TK, SD, SMP, SMA (Katolik) mengharamkan bullying, walaupun saya akui tetap saja ada anak anak yang berperilaku buruk seperti itu.
Sayapun pernah mengalaminya, terutama karena saya dari ekonomi lemah, tetapi entah karena saya termasuk berperingkat ranking tinggi, saya termasuk yang disegani.
Mengenai sikap, saya juga termasuk yang berani menghadapi siapapun orang yang mencoba membully saya, bahkan anak yang badannya dua kali ukuran saya, juga termasuk guru yang sewenang wenang.
Dan memang, sikap kita yang secara tegas menolak untuk di bully, disertai prestasi dalam hal lain, mengakibatkan pihak 'lawan' tidak berani melakukkannya lagi.
:D
Syalom
Jadi ingat pengalaman pribadi juga...
Dulu waktu SD dan SMP, saya ini anak yang pemalu, pendiam, tidak poluler, kutu buku, nerd, pokoknya tipe-tipe yang potensial menjadi korban bullying. Tapi anehnya saya justru jarang sekali dibully, bahkan anak-anak yang tergolong nakal dan suka berantem hampir semuanya baik dengan saya, bahkan melindungi saya (sebagian sih, karena yang sebagian gak begitu kenal, hehe..).
Padahal saya bukan siapa-siapa. Bukan anak pejabat, orang kaya, ataupun berstatus sosial dan ekonomi tinggi. Kelebihan saya mungkin hanyalah di otak saya, karena rangking saya selalu masuk tiga besar, dan sering rangking satu. Mungkin juga kelebihan saya, karena saya orangnya gak usil dan suka campur urusan orang, juga gak pelit bantuin teman ngerjain PR, hehe..
Salam
-
Mungkin juga kelebihan saya, karena saya orangnya gak usil dan suka campur urusan orang, juga gak pelit bantuin teman ngerjain PR, hehe..
Waduuuuh, mod, anda baik sekali.
Kalau saya biasanya ngamuk bila ada yang coba-coba minta dibikinin PR/tugas. Memang kebetulan saya termasuk mahir pula di prakarya dan menggambar. Jadi kalau ada tugas, biasanya rumah saya banyak kedatangan teman teman untuk mengerjakan bersama. Tetapi saya sudah katakan sebelumnya, kita kerja bersama, dalam arti saya mengerjakan pekerjaan saya, mereka boleh tanya kalau tidak mengerti, tetapi saya langsung ngamuk kalau ada yang bilang 'bikinin dong', biasanya langsung saya suruh pulang, sampai mereka minta minta maaf. He he he he.
Syalom
-
Waduuuuh, mod, anda baik sekali.
Kalau saya biasanya ngamuk bila ada yang coba-coba minta dibikinin PR/tugas. Memang kebetulan saya termasuk mahir pula di prakarya dan menggambar. Jadi kalau ada tugas, biasanya rumah saya banyak kedatangan teman teman untuk mengerjakan bersama. Tetapi saya sudah katakan sebelumnya, kita kerja bersama, dalam arti saya mengerjakan pekerjaan saya, mereka boleh tanya kalau tidak mengerti, tetapi saya langsung ngamuk kalau ada yang bilang 'bikinin dong', biasanya langsung saya suruh pulang, sampai mereka minta minta maaf. He he he he.
Syalom
Hahahaha........
Satu lagi karakter Zhao Yun .... Jendral Kuku Macan :afro:
:D
-
Jadi ingat pengalaman pribadi juga...
Dulu waktu SD dan SMP, saya ini anak yang pemalu, pendiam, tidak poluler, kutu buku, nerd, pokoknya tipe-tipe yang potensial menjadi korban bullying. Tapi anehnya saya justru jarang sekali dibully, bahkan anak-anak yang tergolong nakal dan suka berantem hampir semuanya baik dengan saya, bahkan melindungi saya (sebagian sih, karena yang sebagian gak begitu kenal, hehe..).
Padahal saya bukan siapa-siapa. Bukan anak pejabat, orang kaya, ataupun berstatus sosial dan ekonomi tinggi. Kelebihan saya mungkin hanyalah di otak saya, karena rangking saya selalu masuk tiga besar, dan sering rangking satu. Mungkin juga kelebihan saya, karena saya orangnya gak usil dan suka campur urusan orang, juga gak pelit bantuin teman ngerjain PR, hehe..
Salam
Kog seperti kondisi waktu kecil saya ya Mod :deal:
Hanya saja selain saya sering di Bully .... saya juga sering mem Bully :giggle:
Tapi sekarang kalo ketemuan sudah pada lupa semua
:giggle:
-
Hahahaha........
Satu lagi karakter Zhao Yun .... Jendral Kuku Macan :afro:
:D
Itu sejenbis ini ya, kung?
[img]https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTMDkecFpoULjggZ4bS0tMjzsB0s45k5q1xizdJuhn0oVEvfwzu6A[/img
:afro: Enak lhoh
-
Itu sejenbis ini ya, kung?
:afro: Enak lhoh
(http://i1165.photobucket.com/albums/q592/phooey777/55_kuku_macan_zps64917c0e.jpg) (http://s1165.photobucket.com/user/phooey777/media/55_kuku_macan_zps64917c0e.jpg.html)
yg ini Bro
heheheh
:)
-
Mau dong, kung.
Enak buat cemilan.
-
Mau dong, kung.
Enak buat cemilan.
di PM alamat rumah + scan KTP
:swt:
-
di PM alamat rumah + scan KTP
:swt:
1600 Pennsylvania Ave NW, Washington, D.C.
USA
(http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSfgedcqc5ip0KpL-jTds6KHJe6hGD36lR3OwDOCGzz-NE13ZeU)
Jangan bilang siapa siapa ya
:P
-
1600 Pennsylvania Ave NW, Washington, D.C.
USA
(http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSfgedcqc5ip0KpL-jTds6KHJe6hGD36lR3OwDOCGzz-NE13ZeU)
Jangan bilang siapa siapa ya
:P
Kolom SEX-nya itu hendaknya diisi dengan 'Y', menunjukkan kegemaran ngeseks. :giggle:
-
Waduuuuh, mod, anda baik sekali.
Kalau saya biasanya ngamuk bila ada yang coba-coba minta dibikinin PR/tugas. Memang kebetulan saya termasuk mahir pula di prakarya dan menggambar. Jadi kalau ada tugas, biasanya rumah saya banyak kedatangan teman teman untuk mengerjakan bersama. Tetapi saya sudah katakan sebelumnya, kita kerja bersama, dalam arti saya mengerjakan pekerjaan saya, mereka boleh tanya kalau tidak mengerti, tetapi saya langsung ngamuk kalau ada yang bilang 'bikinin dong', biasanya langsung saya suruh pulang, sampai mereka minta minta maaf. He he he he.
Syalom
Duh, saya gak ngerjain PRnya teman, cuma bantuin ngerjain. Beda lho......
Kolom SEX-nya itu hendaknya diisi dengan 'Y', menunjukkan kegemaran ngeseks. :giggle:
Ada juga yang kolom sex-nya diisi: everyday :lol: