Seorang teman Episcopalian* tengah berpikir untuk menggabungkan diri dengan Gereja Katolik, terutama karena pentahbisan Gene Robinson sebagai uskup. Ia mengatakan bahwa pastornya juga berpikiran sama.
Apakah pastor tersebut dapat diterima sebagai seorang imam Katolik?
Sejak pertengahan 1970-an, Gereja Episcopalian di Amerika Serikat menghadapi beberapa kekacauan intern yang serius. Pada tahun 1976, para wanita ditahbiskan sebagai imam, dan belakangan para wanita ditahbiskan sebagai uskup. Pada tahun 1979, Gereja Episcopalian merevisi Buku Doa Umum dengan menggunakan bahasa kontemporer juga menambahkan beragam pilihan liturgis. Kedua peristiwa ini telah memicu perdebatan sengit dan bahkan skisma. Sekarang semakin meningkat kecenderungan untuk merayakan perkawinan homoseksual dan pentahbisan kaum homoseksual sebagaimana terbukti dengan pentahbisan Gene Robinson sebagai uskup. Mohon dicatat bahwa saya sekedar menyebutkan peristiwa-peristiwa; saya tidak bermaksud mengurusi masalah gereja lain ataupun bersorak atas persoalan-persoalan mereka, teristimewa ketika kita Katolik telah cukup dengan persoalan kita sendiri.
Masalah-masalah ini, dan mungkin masalah-masalah lainnya juga, telah menggerakkan sebagian klerus dan awam Episcopalian berpikiran untuk menggabungkan diri dengan Gereja Katolik Roma. Sebagian besar dari orang-orang ini menganggap diri sebagai “Anglo-Katolik” atau “Episcopalian Tinggi”, artinya bahwa keyakinan dan praktek-praktek liturgis mereka sangat “Roma” dengan pertentangan utama otoritas Bapa Suci. Sebagai contoh, ketika saya belajar di Seminari St Charles di Philadelphia, Gereja Episcopal St Klemens memasang pengumuman Misa, pengakuan dosa, pujian kepada Sakramen Mahakudus dan Vesper (= Ibadat Sore); menghadiri salah satu ibadat mereka - saya benci mengatakannya - setidaknya secara estetis lebih “Katolik” dan hormat dari beberapa paroki Katolik yang saya kunjungi.
Banyak permohonan mengenai kemungkinan diterimanya mereka masuk ke dalam Gereja Katolik disampaikan kepada para Uskup Katolik di Amerika Serikat, yang selanjutnya menghubungi Bapa Suci. Sebagai tanggapan, Paus Yohanes Paulus II melalui Kongregasi Suci untuk Ajaran Iman menerbitkan sebuah pernyataan yang ringkas padat pada bulan Juni 1980. Pertama-tama, Tahta Suci mengijinkan suatu “ketentuan pastoral,” yang memberikan “suatu identitas umum yang mencerminkan unsur-unsur khas dari warisan mereka sendiri.” Di sini keseluruhan jemaat Episcopalian dapat masuk ke dalam Gereja Katolik dan diperkenankan untuk tinggal dalam paroki dan mempergunakan Misa Katolik gaya Anglican entah dengan Buku Doa Umum versi bahasa tradisional atau versi bahasa Inggris modern.
Kedua, warga perseorangan dari Gereja Episcopal dapat masuk ke dalam Gereja Katolik atas inisitatif mereka sendiri. Sesuai “Dekrit Ekumenisme” Konsili Vatican II, tindakan ini akan dipandang sebagai suatu “rekonsiliasi dari individu-individu tersebut yang menghendaki persatuan Katolik sepenuhnya.”
Yang terakhir, klerus Episcopalian dapat menjadi imam Katolik. Seorang pelayan tertahbis Episcopalian menyatakan pengakuan iman dan diterima dalam Gereja Katolik, untuk sesudahnya menyambut Sakramen Krisma. Selanjutnya ia mengikuti pendidikan yang memungkinkannya untuk melayani sebagai seorang imam Katolik. Setelah pengujian yang layak oleh uskup Katolik dan dengan ijin Bapa Suci, ia akan ditahbiskan pertama-tama sebagai seorang diakon transisi dan kemudian sebagai seorang imam Katolik.
Klerus Episcopalian perlu ditahbiskan sebab Gereja Katolik tidak mengakui keabsahan tahbisan suci mereka, setidaknya dalam pemahaman Katolik mengenai tahbisan suci. Ingat bahwa pada tahun 1534 Raja Henry VIII memutuskan hubungan gereja di Inggris dari Gereja Katolik semesta dan menetapkan dirinya sebagai kepala gereja Inggris. Oleh karena alasan inilah, hingga hari ini, Ratu Elizabeth II adalah pemimpin resmi Gereja Inggris, dan dialah yang menetapkan semua uskup kerajaan dengan persetujuan parlemen. Setelah Henry VIII mangkat, Edward VI, putera dan penerusnya, menerbitkan suatu tata cara baru untuk ritus tahbisan. Tata cara Edwardian, yang disusun oleh Uskup Agung Cranmer, yang amat dipengaruhi oleh teolog Lutheran bernama Martin Bucer, mengubah ritus-ritus tahbisan dari Kepausan Katolik Roma. Tahbisan Gereja Inggris ini dimaklumkan sebagai tidak sah dari pemahaman Katolik mengenai Tahbisan Suci oleh Paus Yulius III dalam suatu surat kepada Kardinal Reginald Pole (1554) dan oleh Paus Paulus IV dalam dua surat beliau (1555).
(bersambung ... ...)