3”Tuhan, Kasihanilah Kami”: Kuasa dari Kyrie
Dalam ritus pembuka Misa, kita mendaraskan Kyrie eleison (=Yun, Tuhan Kasihanilah Kami). Mengapa kita memohon belas kasih Allah tiga kali pada awal Misa? Pertama, kita harus menyadari bahwa menyebut Allah untuk memohon belas kasihanNya merupakan suatu kebiasaan biblis yang sudah tua. Sejumlah mazmur berseru memohon belas kasih Allah pada saat-saat penderitaan (Mzm 119:77, 123:3). Mazmur-mazmur lain memohon belas kasih Allah untuk mengampuni dosa-dosa umat. Misalnya, sesudah melakukan perzinahan dengan Batsyeba dan membunuh suaminya, Raja Daud dengan rendah hati mengakui kesalahannya. Ia mengakui tindakannya yang mengerikan dan menyesal, memohon pengampunan Allah dengan mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan, “Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setiaMu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmatMu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! (Mzm 51:3-4)
Dalam PB, orang juga memohon belas kasih Allah dalam pribadi Yesus Kristus. Misalnya:
1. Dua orang buta dengan penuh iman menghampiri Yesus sambil memohon kesembuhan untuk hidup mereka, dengan berkata, “Kasihanilah kami, hai Anak Daud” (Mat 9:27, 20:30, 31)
2. Orang-orang datang kepada Yesus dan memohon belas kasihNya bagi orang-orang yang mereka kasihi yang sedang menderita, dengan berkata, “Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita” (Mat 15:22)
3. atau, “Tuhan, kasihanilah anakku. Ia sakit ayan dan sangat menderita” (Mat 17:15)
Dalam setiap kejadian, setiap kali orang memohon belas kasihNya, Yesus serta merta menanggapi dan melakukan mukjizat dalam kehidupan umat.
Dalam Misa, pada saat Kyrie, sambil berdiri seturut tradisi biblis, kita memohon belas kasih Allah untuk kehidupan kita sendiri dan kehidupan orang-orang lain. Dalam mendaras aklamasi-aklamasi liturgis, “Tuhan kasihanilah kami...Kristus kasihanilah kami...Tuhan kasihanilah kami” kita menjadi seperti Daud yang menyesali dosa-dosa kita dan memohon pengampunan Allah. Kita menjadi seperti orang-orang buta yang memohon agar Kristus menyembuhkan kelemahan dan kebutaan rohani kita. Kita menjadi seperti ayah dalam Injil, yang memohon perkenan Yesus untuk bertindak dalam kehidupan orang-orang yang kita kasihi. Dalam Misa, dengan mengatakan Kyrie eleison, dengan rendah hati kita memasrahkan seluruh hidup kita—segala kelemahan, dosa, ketakutan dan penderitaan kita—dan kehidupan orang-orang yang kita kasihi, kepada Hati Kristus yang Maharahim. *Ingatlah, berkat pembaptisan, kita diangkat menjadi imam, dan salah satu tugas kita sebagai imam adalah berdoa bagi orang lain yang tidak atau tidak dapat berdoa bagi dirinya sendiri
[*catatan: Thomas Howard, If Your Mind Wanders at Mass, Steubenville, OH: Franciscan University Press, 1995, 61)]
Penyerahan mistik inilah yang kita lakukan setiap kali kita mendaras Kyrie dalam Misa. Dalam Kyrie, kita menyerahkan seluruh umat manusia dan sungguh seluruh ciptaan kepada belas kasih Kristus yang tiada batasnya.
Bila kita berada di posisi sebagai saksi, lalu siap yang diadili:? Ritus pertobatan membuatnya jelas: kita. Panduan liturgi kuno kita, Didache, mengatakan bahwa pengakuan dosa harus mendahului keikutsertaan kita dalam perayaan Ekaristi. Yang indah tentang Misa Kudus adalah tidak seorangpun yang bangkit untuk menuduh kita selain diri kita sendiri. “Saya mengaku kepada Allah yang Mahakuasa...bahwa saya telah berdosa....” karena kesalahan saya sendiri.
Kita telah berdosa. Kita tidak dapat mengingkarinya. “Jika kita berkata bahwa, ‘kita tidak berdosa’, maka kita menipu diri sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita” (1 Yoh 1:8). Selanjutnya, KS mengatakan, orang benar pun jatuh dalam dosa tujuh kali sehari (Ams 24:16). Kitapun tak terkecuali, dan kejujuran menuntut kita untuk mengakui kesalahan kita. Dosa kecil kita pun adalah hal yang serius, karena setiap dosa adalah pelanggaran terhadap Allah yang KebesaranNya tidak dapat diukur. Maka di dalam Misa Kudus, kita mohon pengampuan dan menyerahkan diri kita pada kemurahan pengadilan Surga. Di dalam Kyrie, kita memohon kemurahan dari ketiga pribadi Ilahi di dalam Trinitas: “Tuhan kasihanilah kami, Kristus kasihanilah kami, Tuhan kasihanilah kami”. Kita tidak mencari-cari alasan atau rasionalisasi. Kita memohon pengampunan dan kita mendengar pesan kemurahan hatiNya. Bila dapat diungkapkan dengan satu kata, arti Misa Kudus adalah “kemurahan”.
Kata-kata “Tuhan, kasihanilah kami” sering muncul dalam KS, pada kedua Perjanjian (Mzm 6:2, 31:9, Mat 15:22, 17:15, 20:30). Perjanjian Lama berulang-ulang mengajarkan bahwa kemurahan adalah salah satu sifat Allah (Kej 34:6, Yun 4:2)
“Tuhan, kasihanilah kami” bertahan sejak liturgi Kristen kuno. Nyatanya, di negara-negara barat yang menggunakan liturgi Latin pun mempertahankannya bahkan dalam bentuk Yunani yang lebih kuno: Kyrie, eleison. Di dalam beberapa liturgi Timur, umat mengulangi Kyrie sebagai jawaban atas litani yang lebih panjang memohon pertolongan Tuhan. Di antara orang-orang Byzantin, permohonan-permohonan ini sebagian besar memohon bagi kedamaian: “Dalam damai, marilah kita berdoa kepada Tuhan...untuk damai yang dari Surga...untuk damai di seluruh bumi...”