MANILA, KOMPAS.com - Pemerintah Filipina dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF), pada Senin (15/10/2012) akhirnya menandatangani pakta perdamaian yang akan memulai jalan panjang peta perdamaian untuk menghentikan konflik berdarah yang terjadi selama lebih dari 40 tahun.
Presiden Filipina, Benigno Aquino dan Pemimpin MILF, Murad Ebrahim menyaksikan penandatanganan pakta perdamaian itu di Istana Kepresidenan Manila. Ikut menyaksikan juga Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, yang ikut memfasilitasi upaya perdamaian sejak Maret 2001.
"Masih banyak pekerjaan yang harus kita lakukan sebelum benar-benar memetik buah dari kesepakatan ini. Kami memiliki komitmen untuk dijalani, kami memiliki rakyat yang harus dipimpin dan memiliki mimpi untuk diwujudkan," kata Aquino sebelum penandatanganan dimulai di Istana Malacanang.
"Kami berkomitmen untuk membantu rekan kami mewujudkan diri dalam sebuah partai politik yang bisa membantu transisi wilayah itu menuju perdamaian sejati dan kemajuan," tambah Aquino.
Usai penandatanganan ini, Aquino diharapkan segera menerbitkan surat keputusan untuk membentuk komisi transisi beranggotakan 15 orang untuk membentuk undang-undang baru pada 2015 untuk membentuk pemerintahan lokal Muslim untuk 'Bangsamoro', nama yang diberikan orang Moro untuk tanah kelahiran mereka.
Sebuah pemungutan suara kemudian akan digelar untuk menentukan luas dan bentuk kawasan Bangsamoro yang baru.
Pemerintahan otonomi yang baru nanti memiliki kekuasaan politik dan kendali lebih besar atas kekayaan alam, termasuk mineral, minyak dan gas dari saat ini. Sementara itu mata uang, layanan pos, pertahanan dan keamanan wilayah tersebut tetap berada di bawah kendali pemerintah Manila.
Kesepakatan ini tidak memberi rincian terkait pembagian kekuasaan antara pemerintah nasional dan Bangsamoro. Namun kesepakatan ini menjamin hak baik bagi penduduk Muslim dan Non-Muslim di kawasan tersebut.
"Negosiasi politik adalah cara paling beradab dan praktis untuk menuntaskan masalah Moro," kata Murad Ebrahim dalam pidatonya.