Messenger of Love and Hope : Mother Theresa
Seabad Ibu Teresa (1910-2010)
Ramadan Bersama Ibu Teresa
KITA di Indonesia tidak begitu dekat dan tak terlalu memperhatikan apa yang telah dilakukan oleh seorang wanita tua keriputan bungkuk di banyak sudut kota Kolkata, India bagian timur. Memang dia tak layak dijadikan sumber berita negatif, sehingga layak dikonsumsi oleh banyak orang Indonesia, yang lebih menyukai berita tentang penderitaan dan kesengsaraan orang lain.
Wanita tua itu hampir sama dengan kita di Indonesia, yang menyukai penderitaan ketidakperdayaan orang lain. Hanya bedanya, dia melakukannya dengan cara menolongnya, mengasihinya, mencintainya dan memberikan jiwanya sepenuh hati. Sedangkan kita, sudah cukup puas dengan membaca berita penderitaan orang lain.
Wanita tua bertubuh kecil dan kurus itu, kini sudah tiada lebih 10 tahun lalu, setelah mengabdikan dirinya selama 50 tahun lebih kepada fakir miskin, orang terlantar, kaum lepra, orang terhinakan, orang penyakitan, kaum papa dan anak-anak yatim piatu yang tak punya orang tua, kecuali dirinya dan para perawat di Biara Cinta Kasih, di Kolkata (dahulu Calcutta).
Tahun ini, warga kota Kolkata dan penduduk dunia yang mencintainya, akan merayakan hari ulang tahun Agnes Gonxha Bojaxhiu yang ke seratus pada 27 Agustus 2010 minggu ini. Agnes lebih dikenal dengan sebutan nama yang terdengar sangat harum sekali bila orang mengenangnya: Ibu Teresa.
Perjuangannya menolong kaum papa sangat menyentuh hati dan kalbu siapapun yang merasakan bahwa mencintai dan menyayangi manusia sepenuh hati adalah kekuatan terbesar yang tidak bisa dikalahkan oleh apapun. Ibu Teresa bukan saja sudah membuktikannya, tetapi dia telah menjadi bagian dari itu.
Saya bersyukur bisa mengenang usia keseratus tahunnya bertepatan di bulan suci Ramadan. Sebuah bulan dalam hitungan sistem kalender Islam adalah bulan ke 9, yang mengharuskan orang-orang Islam yang memiliki iman, untuk melakukan mawas diri sepenuh jiwa dengan memberikan waktu, tenaga, perhatian dan hati kepada orang lain, orang yang tak mampu dalam segala hal, tanpa harus melihat keyakinan, warna kulit, suku bangsa, alamat, marga, fam, paguyuban, sejawat kantor, se-RT, tetanggaan atau paras wajah.
Dalam ajaran Islam yang saya anut (saya juga bukan pemeluk Islam yang taat dan mungkin nantinya tidak akan masuk surga), bahwa bukti ketakwaan kepada Tuhan dinilai baik oleh Sang Pencipta bila dia baik kepada sesama manusia. Dia juga akan dinilai buruk bila dia berperilaku buruk dalam bermasyarakat. Ibu Teresa membuktikan itu dengan karya dan darmanya, tanpa mengurangi bahwa dia juga manusia biasa dengan banyak sekali kekurangannya.
Namun apa yang dilakukannya, adalah membuka kunci pintu penyekat yang menjadi tembok tebal pemisah pergaulan antar manusia selalu didasarkan atas kesamaan keyakinan. Di saat sekarang ini kita sedang sedih melihat makin mundurnya cara bergaul umat beragama, yang lebih dekat dengan saudara-saudara seagamanya (in group feeling). Akibatnya, persaudaraan dengan pemeluk agama lain menjadi nomor urut terbawah. Ibu Teresa sudah merubuhkan tembok keras itu seperti Mikhail Gorbachev menghancurkan Tembok Berlin.
“Buat apa menolong umat lain, sementara umat seimannya saja masih banyak yang kekurangan?”, kata banyak orang menggebu membantu saudara seimannya. Pendapat itu tidak salah tetapi terlalu emosional, subyektif dan penuh rasa tidak percaya kepada umat lain. Padahal selama hidupnya, Nabi Muhammad telah menyontohkan banyak hal bahwa pendapat itu sumbang dan cacat. “Barang siapa yang mengganggu kaum Nasrani dan Yahudi, sama saja menganggu diriku”, kata sang Nabi tentang keragaman umatnya dalam bernegara di Madinah, sebuah negeri madani modern pertama di dunia.
Ibu Teresa seperti mengingatkan kita, bahwa dalam menolong sesama yang kesusahan, tidak layak memakai alat yang namanya kesamaan keyakinan. Kalau dia mau, buat apa dai bangun biaranya di India yang sangat jauh dari Albania, negeri kelahirannya yang saat dia lahir masih menjadi bagian Kerajaan Islam Turki Usmani (Ottoman Empire). Di Kolkata, sebuah kota yang penuh dengan orang sekarat dan kaum lepra saat itu, di dalamnya umat Hindu adalah mayoritas dan tak banyak kaum muslim tinggal di sana.
“Wah, sudah berapa banyak kaum terhinakan yang beragama Hindu dan Islam sudah dibaptis Ibu Teresa menjadi orang dengan keyakinan baru, di saat dia sekarat untuk mati?”, cela orang yang menuduhnya dia banyak membaptis para kaum sekarat lemah tak berdaya menjadi pemeluk Katolik.
Tuduhan miring itu tidak dibantah dengan mata melotot sambim ulut berteriak, seperti kita kalau menyanggah sesuatu di depan corong wartawan atau melalui mulut pengacara ataupun melalui surat terbuka kepada umum. Ibu Teresa membantahnya dengan darma kerja, kerja, kerja, kerja dan kerja sepenuh hati kepada kaum papa. Toh, tuduhan itu akhirnya tak berdasar. Akhirnya, orang yang memahaminya makin banyak melebihi yang membencinya.
Pernah ada seorang pemuka agama Hindu yang menolak dirawat di rumah sakit kota Kolkata, karena penyakit TBC, lalu dibawa Ibu Teresa ke biaranya dan mati di sana. Ketika sudah tak bernyawa itu, mayatnya dibawa ke kuil Hindu untuk dimakamkan secara Hindu. Cerita ini menyebar cepat dan akhirnya orang mulai mecintainya dan suster-susternya, seiring hilangnya tuduhan miring. Kalau Ibu Teresa sering dituduh membaptis setiap kaum papa menjadi Katolik, pastilah kota Kolkata jumlah pemeluk Katoliknya sudah melebihi kota Roma.
“Mereka harus dibutuhkan dan dicintai”, alasan dia untuk membantu kaum papa. Keteguhannya ini pernah diperlihatkan kepada dunia, saat dia harus dijamu makan oleh panitia Nobel yang memberinya Hadiah Nobel Perdamaian tahun 1979. Dia menolak jamuan tradisional untuk menghormati setiap penerima Nobel. Akhirnya jamuan bernilai 65 juta rupiah itu ditiadakan dan biayanya diberikan kepada fakir miskin. Sejak itu Ibu Teresa namanya harum mendunia dan dia mendapat jalinan persahabatan dengan tokoh-tokoh global, yang dulunya tak memperhatikan hasil kerjanya.
terlalu panjang dan untuk lengkapnya bisa di baca di sini
Read more:
http://baltyra.com/2010/08/26/ramadan-bersama-ibu-teresa/#ixzz24i2GgGoesengaja tulisan ini saya ambil dari tulisan saudara muslim kita walaupun masih banyak sumber2 tulisan lain mengenai kisah beliau.
salam damai