(... ... sambungan)Paus Leo XIII pada tahun 1896 memaklumkan keputusan definitif dalam bulla “Apostolicae Curae,” yang menyatakan bahwa “tahbisan yang dilaksanakan seturut ritus Anglican adalah dan mutlak tidak sah dan sama sekali tidak berlaku.” Keputusan ini didasarkan pada cacat forma maupun intensi dalam ritus Anglican. Ritus Anglican dengan sengaja menghilangkan keyakinan akan imamat sebagai kurban yang dilaksanakan dalam Misa dan Ekaristi Kudus. Mengenai cacat forma, artinya doa-doa yang dipergunakan untuk tahbisan, Paus Leo memaklumkan, “Kiranya satu argumentasi ini menjawab semuanya: yakni, doa-doa ini [doa-doa tahbisan] telah dengan sengaja dilucuti dari segala yang dalam ritus Katolik dengan jelas menyatakan martabat dan jabatan imamat. Jadi, adalah mustahil suatu forma layak dan pantas bagi suatu sakramen jika forma tersebut menindas apa yang seharusnya secara khusus dinyatakannya. Kasusnya sama dengan konsekrasi Episcopal. … Oleh sebab Sakramen Tahbisan dan imamat sejati Kristus telah sama sekali dihapuskan dari ritus Anglican, dan karenanya imamat sama sekali tidak diberikan dalam konsekrasi Episcopal dari ritus yang sama, sama mustahilnya bagi episkopat sendiri untuk diberikan secara sungguh dan layak; terlebih lagi karena peran utama episkopat adalah mentahbiskan para pelayan untuk Ekaristi Kudus dan untuk kurban….”
Paus Leo menyimpulkan, “Dengan demikian, bukan saja di sana dalam keseluruhan tata tahbisan tidak ada penyebutan jelas mengenai kurban, konsekrasi, imamat, kuasa untuk mengkonsekrasikan dan mempersembahkan kurban, tetapi sebagaimana telah kami nyatakan, setiap pertalian darinya dan dari hal-hal serupa yang kita temukan dalam doa-doa dari ritus Katolik yang sama sekali tidak ditolak, secara sengaja disingkirkan dan dihapuskan.”
Paus Leo juga menyebutkan cacat intensi: “Jika ritus diubah dengan tujuan nyata untuk memperkenalkan suatu ritus lain yang tidak diterima oleh Gereja, dan untuk menyangkal apa yang sesungguhnya dilakukan Gereja dan dengan penetapan Kristus menjadi hakekat sakramen, maka itu merupakan bukti, bukan hanya ketiadaan intensi yang dibutuhkan suatu sakramen, tetapi malahan terdapat intensi yang tidak sesuai dan tidak selaras dengan sakramen.” Sebab itu, pelayan Episcopalian siapapun yang rindu untuk menjadi seorang imam Katolik haruslah ditahbiskan sebagai diakon dan imam seturut ritus Gereja Katolik.
Bagaimana dengan kaul selibat sebagaimana dikehendaki dari para imam Katolik? Jika ia yang tadinya pelayan Episcopalian itu seorang bujang pada saat pentahbisannya sebagai seorang diakon dan kemudian imam Katolik, ia wajib mengucapkan kaul selibat. Jika ia yang tadinya pelayan Episcopalian itu seorang yang terikat perkawinan pada saat pentahbisannya sebagai seorang diakon dan kemudian imam Katolik, ia akan dibebaskan dari kaul selibat dengan ijin khusus dari Bapa Suci; namun demikian jika di kemudian hari ia menjadi duda, maka ia akan terikat pada hidup selibat dan tak diperkenankan menikah lagi. Kaul selibat dilonggarkan sebagai kemurahan bagi para klerus yang telah menikah, dengan mempertimbangkan situasi khusus mereka dan kerinduan mereka untuk mempersatukan diri dengan Gereja Katolik. Namun demikian, Bapa Suci telah berulang kali menegaskan disiplin selibat bagi klerus Katolik Roma dari ritus Latin. (Ritus-ritus Timur tidak mewajibkan kaul selibat terkecuali bagi uskup.) Paus Paulus VI dalam ensikliknya “Sacerdotalis caelibatus” (1967) merefleksikan bahwa selibat merupakan suatu pengidentifikasian diri dengan Kristus, Ia Sendiri yang selibat; suatu tindakan kasih yang berkurban, di mana seorang imam memberikan dirinya secara penuh demi pelayanan kepada Tuhan dan Gereja-Nya; dan suatu pratanda akan kedatangan Kerajaan Allah, di mana Tuhan kita bersabda, “Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga” (Matius 22:30).
Sementara informasi yang disajikan di sini memberikan “jawaban langsung” kepada pertanyaan yang diajukan, marilah kita berdoa bagi warga Gereja Episcopalian. Saya secara pribadi mengenal orang-orang Kristen yang tulus yang adalah warga Gereja Episcopalian yang sedang berduka atas situasi yang tengah terjadi atas gereja mereka. Realitanya adalah ini, sebagaimana dikemukakan Paus Leo XIII dalam tanggapan beliau mengenai keabsahan tahbisan Anglican: Ketika orang dengan sengaja mengabaikan kebenaran yang dinyatakan dalam Kitab Suci, ajaran iman yang konsisten dan rancangan yang Tuhan kita berikan kepada Gereja-Nya, orang tinggal hanya dengan sebuah kelompok sosial atau partai politik, bukan gereja.
* Warga Gereja yang dipimpin oleh para uskup, dan khususnya orang-orang Kristiani di Amerika Serikat yang berada dalam persekutuan dengan Uskup Agung Canterbury, Inggris.
[Kamus Teologi: Gerald O'Collins, SJ & Edward G. Farrugia, SJ]
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”