Bro, ijinkan saya berbagi pengalaman yang mungkin saja berbeda dengan pendapat rekan2 yang lain, tetapi saya yakin ini juga menjadi pengalaman dan juga pendapat banyak orang Kristen lainnya.
Pertanyaan no. 1
Saya pribadi awalnya tidak memilih. Dibesarkan dalam keluarga dan tradisi protestan, menjadikan saya otomatis menjadi seorang protestan. Dan itu saya terima begitu saja dengan iman.
Seiring perkembangan nalar, pemikiran, hati nurani, dan tentunya pengetahuan yang diperoleh dari berbagai sumber (pendidikan, membaca, sharing pengalaman, dll), kemudian dihadapkan pada "fakta" adanya keragaman ajaran dalam kekristenan, maka saya tentu saja harus memilih. Dalam hal ini, saya harus menentukan terlebih dahulu apakah standar/timbangan yang akan saya jadikan ukuran untuk memilih, dan saya memilih Alkitab sebagai satu-satunya kebenaran yang berwibawa (terilham). Bukan berarti di luar Alkitab tidak ada kebenaran, tentu saja ADA. Namun semua kebenaran lain haruslah tidak bertentangan dengan kebenaran Alkitab. Karena itu saya menambahkan "Injili" sebagai denominasi saya, karena jujur saya tidak mau terikat dalam denominasi apapun dalam beribadah. Saya hanya mau percaya kepada semua ajaran yang telah diuji dengan prinsip2 Alkitab. Bagi saya denominasi tidak menyelamatkan. Ajaran manusia (termasuk tafsir2) tidak menyelamatkan, karena saya percaya pada satu kalimat gamblang:
Yoh_14:6 Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.
dan banyak ayat2 gamblang lainnya, termasuk Yohanes 3:16....
Saya menyoroti bagian yang saya tebalkan. Ketikan anda mengakui ada kebenaran di luar Alkitab, pertanyaannya adalah kebenaran di luar Alkitab itu seharusnya dicari dan dilaksanakan, atau diabaikan?
Kadang setiap orang mempunyai kriteria dalam beribadah, misalnya :
- Berorientasi keselamatan / salvation oriented
- Melaksanakan wahyu Tuhan sepenuh mungkin
Saya tidak menentang poin pertama, bahwa tujuan kita adalah keselamatan. Tapi saya juga sering berpikir, bagaimana dengan ayat2 Alkitab yang tidak langsung berbicara keselamatan? Apakah ayat2 itu hiasan saja? Misalnya ayat2 tentang pujian Paulus terhadap mereka yang tidak menikah.
Saya jadi berkesimpulan bahwa Tuhan mewahyukan itu karena wahyu itu juga penting tidak secara langsung berkaitan dengan keselamatan. Tuhan pasti punya maksud dengan semua wahyuNya. Dan wahyu itu semua baik dan should be dilaksanakan oleh manusia.
Saya juga seperti anda, dilahirkan dari ortu yang Katolik, dan ketika sudah dewasa baru menyadari untuk belajar lebih dalam tentang katolik. Dan semakin saya pelajari semakin menemukan bahwa gereja katolik yang selama ini paling "penuh" melaksanakan wahyu Tuhan, diaplikasikan ke dalam Iman dan Moral.
Misalnya dari sistem kalender bacaan Alkitabnya (lectionary) yang merata, seluruh Alkitab akan dibaca berulang dalam 3 tahun, tidak ada istilah ayat favorit pilihan Pendeta.
Kalau berbicara penyimpangan pastilah ada. Sejak jaman para rasulpun sudah ada, misalnya Thomas yang tidak percaya Yesus menampakkan diri. Petrus yang menyangkal Yesus, dll. Tapi Yesus juga berjanji menjaga gerejaNya dari kesesatan.
Pada akhirnya wahyu Tuhan, seperti yang anda akui juga berada di luar Alkitab, dan itu adalah baik untuk dilaksanakan, karena sama2 wahyu Tuhan.
[/quote]
Maka dalam hal doktrin saya bisa saja percaya ajaran Calvin sekaligus ajaran Arminian, ajaran Luther sekaligus - mungkin saja - ajaran Paus Katolik... Saya tidak terpaku pada ajaran denom tertentu, karena standarnya jelas, ajaran yang sesuai dengan prinsip Alkitab saya terima, ajaran yang tidak sesuai saya tolak.
Tetapi tentu saja dalam konteks persekutuan, saya tetap harus memilih dimana beribadah. Dan untuk itu pertimbangannya simpel, yaitu mana yang bisa membuat iman saya bertumbuh dan berbuah.
Ini pernah jadi pertanyaan saya. Ada sorada saya yang memilih beribadah di gereja protestan tertentu di wilayah tertentu karena pertimbangan pertumbuhan iman. Sampai saat ini saya masih bertanya2, kenapa ada pembedaan wilayah, meskipun masih dalam sinode dan denom yang sama. Dalam pemikiran saya, seharusnya tidak ada masalah seperti ini.
Seperti yang saya sharingkan di atas, pertimbangan saya lebih pada gereja yang melaksanakan wahyu Tuhan sepenuh mungkin dalam iman dan moral.
Pertanyaan no. 2
Saya percaya bahwa Gereja bukanlah institusi/lembaga ataupun denom. Gereja adalah persekutuan orang percaya yang mengakui Kristus sebagai Kepala. Dalam hal ini, siapa yang patuh kepada perintah Sang Kepala, itulah yang sungguh-sungguh anggota Tubuh Kristus (Gereja). Maka dalam hal ini Gereja bukanlah Katolik Roma, bukan Lutheran, bukan Anglikan, bukan Reformed, dst.... tetapi orang2 yang dipilih dan mau taat kepada panggilan Kristus.
Maka meskipun anglikan, misalnya, mengajarkan ajaran yang keliru (pernikahan sejenis), para pengikut anglikan bisa saja dianggap sesat, bisa saja tidak karena mungkin saja sebagian tidak menyetujui ajaran itu. Jadi bukan denomnya yang sesat, tapi sebagian pengajarannya sesat. Meski begitu beberapa denom jelas-jelas sesat karena ajaran utamanya jelas2 bertentangan dengan prinsip utama keselamatan dalam Alkitab, misalnya denom yang tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan.
Saya setuju, ada kemungkinan bahwa di internal gereja anglikan masih ada pertentangan yang mungkin suatu saat bisa diselesaikan melelui konsili mereka. Sama seperti ketika gereja perdana, gereja katolik, orthodox ada masalah pengajaran akan melukan konsili.
Kembali ke perbedaan ajaran2 yang sifatnya ke arah praktek hidup, tidak serta-merta memberikan kita hak untuk mencap denom lain sebagai sesat. Tiap denom punya karakteristik/penekanan yang berbeda, dan belum tentu menjadikan mereka sesat. Murid2 Yesus saja memiliki karakter dan pemikiran yang berbeda: Petrus yang keras kepala, kasar, spontan; Thomas yang skeptis, hanya mau percaya setelah melihat, Yohanes yang merasa paling dikasihi, dll....tidak menjadikan Yesus membuang mereka. Yesus menegur perilaku yang keliru, namun tetap mengasihi mereka. Mengapa kita yang sama-sama mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat tidak bisa saling mengasihi...???
Salam
Penakanan berbeda seharusnya akan bisa satu arah. Tapi kalau penafsiran berbeda itu sering menjadi perpecahan, dan seharusnya diselesaikan dengan konsili seperti di Kis 15.
Mungkin harus dibahas dulu definisi satu kawanan gembala. Pertanyaan juga, apakah diantara gereja yang berbeda denom saling mendoakan untuk menjadi satu kawanan?. Kadang dalam wacana merasa satu kawanan, tapi dalam praktek banyak juga pertentangan dan rebutan jemaat.
Salam