Saya ulang lagi ya..
1. Alkitab saja sudah cukup untuk menuntun kepada keselamatan>
Ambil contoh: seseorang nemu Alkitab tergeletak di suatu tempat. Dia membacanya. Banyak hal-hal yang dia tidak mengerti (sudah pasti), tetapi ada hal-hal yang dia dengan mudah mengerti maksudnya, seperti: Bahwa Tuhan itu kasih, bahwa Yesus datang untuk menawarkan keselamatan, bahwa iman kepada Yesus mampu menyelamatkan, bahwa kasih kepada Allah ditunjukkan dengan perilaku kasih seperti: sabar, mengendalikan diri, murah hati, dll...dll......
lalu Roh Kudus bekerja atas dia, sehingga dia mampu memahami & menerima pesan Alkitab (firman Tuhan) tersebut, sehingga dia mengambil keputusan iman untuk percaya =====> dia selamat (setidaknya itu yang dijanjikan Yesus, percaya kepadaNya dan selamat).
2. Kadang2 manusia tidak puas hanya percaya, beriman, berbuat baik, lalu tunggu janji Tuhan. Manusia seringkali haus untuk memperoleh pengertian lebih mendalam tentang Firman Tuhan. Dia haus untuk mengerti misteri keselamatan. Dalam hal ini dia sudah selamat (kita asumsikan begitu), tetapi ada bagian jiwanya yang tidak terpuaskan karena keingintahuannya yang besar untuk memahami misteri keselamatan. Dalam hal ini ternyata Alkitab tidak mudah untuk ditafsirkan sendiri, maka dia butuh otoritas lain yang dia yakini (atau imani) benar dan dapat dipercaya. Maka dalam hal ini tradisi, konsep2 teologi, dan sebagainya akan membantu dia untuk mampu menyelami lebih dalam misteri keselamatan.
Bisa dipahami maksud saya? Tidak ada yang kontradiktif di sini. Sola scriptura bicara tentang keselamatan dan cara hidup kristiani, bukan bicara mengenai pengalaman iman yang lebih mendalam. Itulah sebabnya slogan Luther adalah sola fide, sola gratia, sola scriptura sebagai satu rangkaian yang bicara tentang satu pokok: keselamatan.
Salam
nah dengan rasa keingintahuan manusia yang ingin memperdalam iman itu.. adakah kemungkinan mereka tersesat? lalu apa jadinya jika mereka yang miss interpretasi hingga sampai pada pemahaman yang meurut kita adalah sesat?
lalu, Alkitab memang bicara tentang keselamatan.. ok lah.. katakanlah itu bisa dipahami, walaupun saya sendiri yakin bahwa sangat mungkin salah miss interpretasii... kalau Alkitab dibaca mudah dimengerti, maka orang muslim yang baca Alkitab tidak akan salah paham..
selain bicara tentang keselamatan, Alkitab itu bicara tentang Kristologi.. tentu orang akan bertanya, siapa sih Kristus itu? kok bisa2nya dia bilang semua orang yang percaya padaNya akan selamat?? dari pola pikir begini saja, pasti akan berkembang pada suatu pertanyaan atau pendalaman yang kita sebut Kristologi. Kristolgi ini akan menentukan apakah perkataan Yesus itu layak dipercaya atau tidak.
setelah sibuk dengan Kristologi, supaya sesesorang mendapat alasan untuk mempercayai perkataanNya... maka kembali manusia akan dihadapkan pada masalah real dalam kehidupan.. yaitu: APLIKASI IMAN...
solafide, itu bener... namun kembali manusia akan terbentur pada masalah real dalam aplikasinya, pertama mereka akan mencari tau fide yang seperti apa sih? lalu bagaimana kita dapat memperoleh fide? perlu ngga dipertahankan fide? bagaimana cara membuktikan fide? perlu tidak? apakah fide itu otomatis ada? bagaimana? dan bla..bla..bla lainya.. kalau sampai masalah fide ini dipahami keliru, maka tentu saja solafidenya malah menjadi fatal..
kedua, dalam real life manusia, kita dihadapkan pada berbagai masalah aplikasi iman dalam kerangka religiusitas.. yaitu aplikasi tentang hidup beragama.. misalnya penerimaan sakramen, baptisan, praktek doa, penyembahan, persembahan, dan lain sebagainya...
ketiga, manusia dalam faktanya juga dihadapkan pada masalah moralitas.. dan ternyata, moralitas itu dukur dari religusitas.. kitabsuci banyak sekali memuat ajaran2 moral.. termasuk bagaimana kita seharusnya berbuat kasih.., bagaimana larangan berzinah, bagaimana kehidupan suami istri.. apa kewajiban istri, apa kewajiban suami, bagaimana sebuah perkawinan itu tidak berpoligami, bagaimana kewajiban orang tua terhadap anak, dan hakikat2 perkawinan, dann.. hakikat2 yang lainnya...
sungguh, jika hanya perlu kalimat "barang siapa percaya kepada Ku, ia akan selamat" maka tidaklah perlu Alkitab setebal sekarang ini.. dan kajian Theologis, pembelajar Alkitab termasuk STT merupakan kegiatan yang tidak berguna... karena katanya tujuan manusia hidup itu memanglah hanya selamat.. tidak perlu tentang bagaimana caranya hdup..
belum lagi manusia yang selalu bertanya, apa dan siapa saya, untuk apa saya ada didunia.. siapa pencipta saya.. dan bagaimana kelak saya akan pergi? kemana?
kita pun tau bagaimana sejarah kekristenan sampai sekarang ini... bagaimana banyaknya pergumulan theologis.. Kristologi, soteri, Trinitas, eskatologi, dan lain sebagainya.. masalah2 ini saling terkait satu sama lain.. anda tidak bisa hanya bicara "yang penting percaya" mas bro..
itulah hakikat manusia... kita tidak bisa menafikan itu bro...
dan ingat, Alkitab tidak hanya bicara tentang "percaya Yesus selamat.."
dalam retorika kita bisa bicara demikian, demi meng "ignore" sebuah ironi dari perpecahan
namun dalam tataran aplikasi dan realitasnya..
hmmm.... i dont think so.. dan kita sudah bisa melihat buktiya..
ignorance bukanlah sikap yang membangun, namun justru akan memperparah penyakit..