http://www.truth-media.com/2015/04/http://www.truth-media.com/wp-content/uploads/2015/03/05-APRIL-2015-KEBANGKITAN-TANDA-KESALEHAN.mp3http://www.truth-media.com/wp-content/uploads/2015/03/05-APRIL-2015-KEBANGKITAN-TANDA-KESALEHAN.amr5. Kebangkitan Tanda Kesalehan-Nya
5 April 2015 | Renungan Harian
MENGAPA Tuhan Yesus bangkit? Apakah karena kuasa Allah yang luar biasa yang membangkitkan-Nya? Kalau karena kuasa Allah yang membangkitkan tanpa mempertimbangkan kelakuan Tuhan Yesus, maka berarti Allah tidak adil dan nepotisme. Sejatinya, Tuhan Yesus bangkit karena Tuhan Yesus “saleh”. Dalam Ibrani 5:7 tersurat: Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Perhatikan kalimat “karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan”. Kata kesalehan dari teks aslinya eulabeias (εὐλαβείας) yang artinya takut atau penghormatan kepada Allah (fear of God), piety (kesucian), kesalehan.
Kalau Tuhan Yesus tidak saleh, Ia akan tetap ada dalam kubur. Jadi kebangkitan-Nya adalah bukti bahwa Ia “lulus”; telah taat kepada Bapa, taat sampai mati bahkan mati di kayu salib. Itu adalah prestasi-Nya sendiri, maksudnya adalah bahwa Bapa tidak memberikan kemudahan-kemudahan agar Ia dapat menang atau bisa hidup saleh dengan mudah. Harus diingat bahwa karya Tuhan Yesus bukanlah sandiwara. Bukan suatu cerita yang dikarang atau sebuah skenario yang alur ceritanya sudah ditentukan. Kehidupan Tuhan Yesus diarahkan sepenuh kepada kehendak Bapa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuhan Yesus sebelumnya, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.1 Filosofi ini bertentangan atau kebalikan dari filosofi Lusifer yang jatuh. Filosofi atau prinsip Lusifer adalah, “Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi.2 Dua pribadi yang sangat kontras.
Bicara mengenai kuasa kebangkitan Tuhan,3 hendaknya kita tidak hanya menghubungkannya dengan kuasa spektakuler Allah yang bersifat mistik atau adi kodrati. Penyebab utama kebangkitan Tuhan Yesus bukan karena kuasa Allah yang spektakuler atau adi kodrati yang mampu membangkitkan tubuh dari kematian, tetapi ketaatan-Nya kepada Bapa.4 Kuasa kebangkitan Tuhan Yesus terletak kepada ketaatan-Nya kepada Bapa. Ketaatan ini bukan sekedar ketaatan melakukan hukum tetapi ketaatan kepada apa yang diingini atau dikehendaki oleh Bapa. Ada semacam “rule” yang harus ditegakkan. Kalau Tuhan Yesus tidak taat kepada Bapa, maka Bapa tidak akan membangkitkan-Nya. Kalau Bapa membangkitkan Tuhan Yesus karena Ia adalah Anak Allah -bukan karena ketaatan-Nya- berarti Allah bersikap nepotisme dan curang.
Dengan tegas Allah menetapkan kalau seandainya Tuhan Yesus tidak taat sampai mati, maka Ia tidak akan pernah dibangkitkan. Apakah Bapa bisa tega? Tentu. Sebagaimana Bapa tidak menyayangkan Lusifer, pangeran-Nya, dengan membuangnya ke bumi dan nantinya akan terbuang ke dalam kegelapan abadi, demikian pula Bapa pasti bertindak tegas pula kepada Anak Tunggal-Nya kalau Ia tidak taat. Halleluyah, Anak Domba Allah taat kepada Bapa di Surga. Itu berarti kemenangan-Nya. Kemenangan-Nya bukan hanya kemenangan bagi diri-Nya sendiri, tetapi justru adalah kemenangan bagi Bapa dan semua umat pilihan.
Untuk memiliki kebangkitan seperti kebangkitan Tuhan Yesus dengan kualitas kebangkitan-Nya (mungkin juga dengan kualitas tubuh kemuliaan seperti Tuhan Yesus), seseorang harus memiliki ketaatan seperti ketaatan Tuhan Yesus. Itulah sebabnya dikatakan bahwa kita harus menang seperti Dia menang.5 Kebangkitan Tuhan Yesus bisa terjadi bukan karena kedahsyatan kuasa Allah dan Tuhan Yesus sendiri, tetapi sesungguhnya karena ketaatan-Nya. Ketaatan sampai mati, sebuah ketaatan mutlak dan tak bersyarat kepada Bapa (artinya apa pun yang terjadi tetap taat) merupakan kunci kemenangan atau syarat kemenangan-Nya. Tentu saja kita yang mau dibangkitkan juga harus mengalami kematian; kematian bagi dosa dan kesenangan dunia.
1) Yohanes 4:34; 2) Yesaya 14:14 ; 3) Filipi 3:9-10 ; 4) Ibrani 5:7 ; 5) Wahyu 2:7,11,17,26; 3:5,12,21