berdasarkan bold ... dengan kata lain, secara belon ada internet atopun media berita... bbrp minggu setelah kenaikan Yesus ... orang2 di "timbuktu" (bukan di tempat Yesus hidup ataupun drh sekitarnya) yg keburu mati dan belon sempet mendengarkan penginjilan predestinasinya = neraka ? Karena ybs tidak bisa mengalami point 3 dan point 4. Please CMIIW .
Saya lihat bro oda masih memaknai "mendengar" secara terbatas. Sebenarnya, saya sudah buru2 mencantumkan bahwa "mendengar" perlu dimaknai secara luas (saya pakai kata "mengenal").
Kalo kita baca di Alkitab ttg pekabaran Injil, maka kita menemukan bahwa pekabaran injil itu sebenarnya dilakukan oleh Allah sendiri, kan. KAlo sudah begitu, tentunya mudah bagi Allah untuk mengatasi ruang dan waktu dan medium. Yusuf pakai media mimpi, tiga orang majus pakai media astronomi (atau astrologi?), trus ada juga yg terima kabarnya lewat keledai yg bisa bicara. Saya rasa imajinasi Allah bukan tipe imajinasi yg konvensional (
). Jadi, orang yg dipredestinasikan utk selamat memang pasti "mendengar" injil.
Saya agak binun disini ... soalnya yg dibenak saya pengertiannya adalah :
Penginjilan itu ngajak orang, dimana diri ybs itu sendiri merasa masih gak jelas akan kemana nanti ... dengan diajaknya ybs ini ibaratnya dikasih sebuah "kepastian" yang conditional akan kemana nanti - selama kondisi2nya (prasyarat) terpenuhi .
Saya malah jadi ikut bingung, bro oda hehehe...
Maksud bro oda bagaimana ya?
IMO, belon logis bud .. hehehe .
Karena ya itu dah, pertanyaannya mengacu ke yg ijo diatas.
yg berpedoman predestinasi, susunannya kayaknya sbb :
- 1Yang tidak/belum mendengar penginjilan dan keburu mati, PASTI tidak di predestinasi selamat (karena point 3 dan 4 dari budi diatas tidak terpenuhi (ukuran digunakan)
- 2. Yang sudah mendengar - Penginjil itu sendiri tidak mengetahui siapa2kah diantara para pendengar tsb yg Allah predestinasikan SBJ
- 3. Diantara para pendengar ada yang masuk Kristen - Penginjil masih tetep gak tau siapa2 diantara yg sudah masuk Kristen itu yg Allah predestinasikan SBJ
- 4. Diketika ada sesuatu yg "nggak oke punya" terlihat di kehidupan salah satu dari para no.3 ... ukuran digunakan lagi... yakni : seseorang yg dipredestinasikan Allah TIDAK MUNGKIN melakukan hal yang "nggak oke punya" ---> yg istilahnya misal : ber-iman palsu
- 5. Diketika diketahui bhw salah satu dari para no.3 itu mati setelah pindah aliran kepercayaan --- ukuran kembali lagi digunakan, yakni : orang itu sejak awalnya memang tidak di predestinasikan ... iman palsu, waktu dia masuk Kristen itu dia cuma pura2 ... bukan sebagai sso yg "mendengar" secara artian luas
Mengikuti penjelasan saya ttg poin "iman datang lewat pendengaran" dan "pekabaran injil" di atas, maka poin no.1 udah bisa diralat ya. Intinya: orang selamat karena iman, dan iman itu "disampaikan" melalui kabar sukacita kepada si orang ybs. Jadi, setiap orang yg dipredestinasikan selamat pasti pada suatu saat dalam hidupnya pernah menerima kabar sukacita itu, bagaimanapun cara/medianya.
Di no.2, bro oda bicara soal kondisi pengetahuan si penginjil ttg siapa2 yg dipredestinasi. Saya heran, apa hubungan "mengabarkan injil" dengan "mengetahui siapa2 yg dipredestinasi" ya? Maksud saya, pun seandainya bisa tahu, orang nggak perlu tahu dulu siapa2 yg dipredestinasi untuk bisa mengabarkan injil kan? Saya pikir untuk bisa mengabarkan injil melalui media komunikasi, orang cukup tahu ttg bagaimana cara berkomunikasi dan konten yg dikomunikasikan (injil itu sendiri).
Di no.4 dan 5, bro oda mempermasalahkan "ukuran" (lagi
). Saya heran kenapa jadi bicara soal ukuran ya? Yang ngukur-ngukur itu siapa? Dan buat apa? Ukur-mengukur itu tidak ada hubungannya dengan doktrin predestinasi, kan? (kalo nggak salah saya sempet bicara soal hal ini di atas). Kalo ada orang yg suka ngukur-ngukur pakai doktrin predestinasi, ya berarti problem ada pada orang tsb, yakni gemar menghakimi orang lain, bukan pada doktrin predestinasinya.
Nah, apa yg saya bicarakan dalam poin-poin di atas adalah ttg kaitan logis antara doktrin predestinasi dan pekabaran injil, bukan ttg doktrin predestinasi dan mengukur orang lain
.
Kalo yg melibatkan Will, susunannya kayaknya sbb :
- 1. Yang tidak/belum mendengar penginjilan dan keburu mati, tidak diketahui apakah selamat/tidak
- 2. Yang sudah mendengar - berdasarkan Will para pendengar, Penginjil ibaratnya sedang "membuka pintu"
- 3. Diantara para pendengar ada yang masuk Kristen - Penginjil memberi keyakinan ttg keselamatan tsb dimana Will dari para pendengar yg masuk Kristen ini amat sangat terlibat didalam "mengerjakan" keselamatan tsb
- 4. Diketika ada sesuatu yg "nggak oke punya" terlihat di kehidupan salah satu dari para no.3 ... Penginjil kembali mengingatkan si para no.3 utk "mengerjakan" keselamatannya (Will terlibat) ... kalo sulit, silahkan minta-ketuk-cari pada Tuhan
- 5. Diketika diketahui bhw salah satu dari para no.3 itu mati setelah pindah aliran kepercayaan - "nasib" ybs kembali ke no-1 ... nggak jelas apakah ybs mempunyai keyakinan selamat ato nggak
Saya rada bingung bagaimana membaca yg no.1. ".....tidak diketahui apakah selamat/tidak" --> ini yg mengetahui siapa? dan buat apa?
Saya juga bingung bagaimana membaca yg no.4. Apa yg dimaksud dng "nggak oke punya"? Siapa yg menilainya? Dan apa hubungan "mengerjakan keselamatan"? Dalam pemahaman saya, "mengerjakan keselamatan" itu ya kehidupan orang Kristen (jadi terang dan garam dunia).
----------------
Kalau menurut saya, penginjil yg memegang freewill (ketimbang predestinasi) memiliki struktur pikiran:
1. Allah telah menyediakan segala sesuatu yg diperlukan bagi keselamatan manusia.
2. Segala sesuatu itu perlu diberitakan supaya orang-orang bisa merespon dng iman --> pekabaran injil
IMO, bukan tentang benar/gak benar ... namun kayaknya dari 5 point diatas, yg berpedoman Will lebih logis. Pedoman predestinasi tetep "logis" untuk tinjauan/ukuran ke dirsen ybs ---> dan ini Faith dirsen ybs ... dan (imo) Faith dirsen nggak/kurang "pas" kalo dijadi-in ukuran bandingan dgn Faith orang lain.
Lah, ngapain juga ngukur-ngukur dan membanding-bandingkan iman orang lain? Dan apa hubungannya dengan doktrin predestinasi? Saya jadi bingung...
Maksud saya, yg sedang bro oda bicarakan: sikap orang atau doktrin predestinasi? Perumpamaan: tadi anak saya memakai krayon untuk memoles bibirnya (kayak lipstik gitu). --> yang "tidak logis" krayon-nya atau cara anak saya memakai krayon itu? Meskipun bagi anak saya "hey,it works!", bukan berarti krayon memang diproduksi untuk memoles bibir, kan? DAn, kalau anak saya terus melakukan hal itu, pada suatu saat ia akan kena batunya.
Sama juga orang yg pakai doktrin predestinasi secara tidak logis (seperti untuk mengukur/menghakimi orang lain) suatu saat akan kena batunya karena doktrin predestinasi memang bukan untuk itu. Namun, itu bukan berarti doktrin predestinasi itu tidak logis.
Cheers