Author Topic: Predestinasi/freewill (lagi)  (Read 44572 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #570 on: November 22, 2013, 02:12:33 AM »
Lah kalo cuma "cukup yakin" ya berarti nggak penting toh? Ia masih bisa salah, dan itu berarti ia tidak pasti tahu (absolut) siapa-siapanya.
Ya itu dah... makanya pertanyaan budi yg ditanyakan ke saya sbb :
Quote
Jadi, para predestinationist pasti tahu siapa-siapa yg dipredestinasi ? Masa sih?
Terkesan budi berpendapat bhw odading sedang berpendapat ungu - padahal saya nggak sedang berpendapat ungu :D.

Quote
Jadi, keyakinan pada doktrin predestinasi tidak serta merta menihilkan arti pekabaran injil, kan?
Emang nggak ... namun spt yg saya post sebelumnya, penginjilan misionaris ke pedalaman berpenduduk nonK itu (terserah apakah misionaris itu beraliran freewill atopun predestinasi) secara pov manusia terlihatnya berada didalam konsep freewill.

Jadi ibarat siklus,
Mr.X penduduk nonK yang "ketarik" (dibaptis menjadi K) itu awalnya freewill - lalu blakangan ke-imanan-nya berkonsep predestinasi .... selanjutnya semisal mr.X akhirnya juga menjadi misionaris, maka dia mencari jiwa2 baru dimana jiwa2 baru ini awalnya dalam konsep freewill. Apabila ada mr.Y dari jiwa2 baru ini "ketarik", maka siklus mr.Y = siklus yg dialami mr.X ... dan itu terus aja nyambung2 terus, ibarat MLM :D.

Quote
Saya perlu cari tahu dulu kalo soal itu karena saya masih mengira bahwa dalam konsep keselamatan adalah freewill, Tuhan telah menyediakan jalan keselamatan dan manusialah yg sepenuhnya bertanggungjawab apakah ia mau menjalani jalan itu atau tidak. Kalau pemahaman saya ini benar, maka imo manusia yg berdaulat atas keselamatan/kebinasaannya.
pada bold, Dari yg saya tangkep dari tulisan budi diatas, sepertinya pengertian budi ttg kedaulatan Allah itu = tentang pilih memilih sebelum manusia berbuat (SBJ)

Kalo odading ngliatnya dari dua pov :
  • A. secara di keKekalan : ya coklat - tidak melibatkan SebabAkibat antar 2 pihak ---> hanya Allah
  • B. secara didalam durasi waktu : kedaulatan Allah ada di SebabAkibat - melibatkan antar 2 pihak ---> Allah dengan manusia

Pada point-A
Diri SAYA ibarat setitik debu diantara debu2.
Allah berkuasa atas segala apa yg Dia mau perbuat thdp saya ---> berdaulat.

Pada point-B
manusia (baik yg jahat maupun yg tidak jahat dimataNYA) "berharga" dimata Allah. JALAN Keselamatan (BUKAN Keselamatan itu sendiri) itu anugerah Kasih Allah DAN mengandung pra-syarat2 (berisi SebabAkibat). Terpenuhi/tidaknya "pra-syarat2" tsb, HANYA-lah hak Allah yg menentukan ---> berdaulat.

Nah, dari kedua point diatas, kalimat budi sbb dibawah ini
Quote
maka imo manusia yg berdaulat atas keselamatan/kebinasaannya
nggak "pas" kalo diterapkan berdasarkan pengertian odading tsb, kaan ? :).

Quote
Maksud saya, predestinasi itu bukan ttg manusia, melainkan ttg Allah. JAdi, nggak relevan kalau meninjau doktrin predestinasi dalam konteks hubungan antar manusia.
Pada bold, maksud saya adalah dalam perihal penginjilan, bud... dimana disitu ada manusia yg menginjili dan ada juga manusia yg di injili, ada bold.

Quote
Mustinya konteksnya adalah hubungan antara Allah dan manusia.
Ya sependapat.... dan ini berada di point-A, bersifat "personal/privat" dan lebih menyangkut hal keimanan :).

Quote
Saya rasa amanat penginjilan itu adalah perintah Allah yg harus dijalankan setiap umat Allah. Lha wong Allah sendiri melakukan penginjilan kok (tentunya dengan cara-caraNya sendiri).
Yah... mungkin karena saya nonK, jadi cara pandangnya berbeda yah bud... hehehe :D.

Dalam hal penginjilan, (imo) itu bukan perintah Allah kepada setiap umatNYA - melainkan perintah kepada umat pilihanNYA yg Dia pilih diantara para umatNYA utk menginjili. Seperti yg sebelumnya diatas saya tulis, ibarat siklus.

Kalo "hukum"nya adalah semua umat Allah diperintahkan harus menjalankan penginjilan - maka bukankah tidak akan ada orang Kristen yang masih di injili di gereja ? ---> adanya masing2 berebutan utk saling menginjili :D.

Quote
Apabila ada seorang yg percaya predestinasi disebut tidak logis oleh karena penjelasannya nggak karuan, saya masih bisa memaklumi.
IMO, sebenernya konsep predestinasi itu amat sulit utk dijelaskan bud. Diketika sso berusaha utk menjelaskannya, maka kebanyakan yang ada ya jadi menimbulkan kebingungan si yg lagi dijelasin :D. Point-A saya diatas adalah masuk dalam konsep predestinasi, oleh karena itu saya singkat aja paparannya krn kalo panjang2 ngejelasinnya, ya itu dah yang kata budi ... jadi nggak karuan... hehehe :lol: --- berbeda dgn paparan di point-B ... lebih panjang drpd paparan di point-A :).

Quote
Injil adalah berita yg dipahami manusia bahwa Allah telah mengorbankan diriNYa untuk menyelamatkannya dari kebinasaan kekal.
Perasaan saya pernah bikin thread ttg "kabar sukacita", namun saya lupa begimana kelanjutan "nasib" thread tsb :D. Mungkin ini nanti kita bicarain lain kali aja ya ttg Injil (Gospel) ini ya bud :).
 
Quote
NAh, yg bold itu menunjukan bahwa bro oda masih meninjau predestinasi sebagai wacana ttg manusia. Padahal, predestinasi itu ttg Allah, kan?
Mudah2an berdasarkan paparan saya pada point-A dan point-B, budi bisa menangkap maksud pengertian saya.

Quote
Saya rasa baptis itu adalah sakramen yg ditetapkan Allah sendiri. Jadi, baptis termasuk cara kerja Allah dalam konsep predestinasi.
Terus terang, kalimat bold itu membuat saya bingung bud.

IMO, kalimat bold (secara dari pov saya) "pas"nya adalah : dalam konsep JALAN Keselamatan.

Nggak sering bolos, rajin belajar, tertib, nggak nakal, dlsb adalah "jalan kelulusan" dan itu buat SEMUA murid ... BUKAN dikarenakan atas pemilihan guru yg hanya pada murid2 orange yg guru lakukan jauh sebelum dia mengajar murid tsb.

Quote
Exactly! Itulah sebabnya imo sebaiknya orang tidak berkata "predestinasi itu tidak logis" atau "freewill itu tidak logis".
Kalo misal di "adu" dalam perihal penjelasan, imo penjelasan konsep predestinasi lebih sulit utk bisa dinalarkan pendengarnya dibandingkan penjelasan konsep freewill :).

Quote
Sebaiknya orang bersikap "bagaimana sih predestinasi itu bisa menjadi logis di dalam pola pikir para penganutnya?" atau "bagaimana sih freewill itu bisa menjadi logis di dalam pola pikir para penganutnya?". Sikap seperti ini, imo, lebih produktif dan edukatif.
IMO, selama penjelasan konsep predestinasi tidak diusahakan sampe selogik-logiknya - saya rasa orang2 yg berkonsep freewill-pun juga sependapat. (Coba deh, apa ada disini temen2 freewill yg nggak sependapat paparan saya di point-A ? :D).

Quote
- bersambung ya -
Oke boss  :afro1:

:)
salam.

Offline budi

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 488
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #571 on: November 23, 2013, 01:42:07 AM »
Kl ilustrasinya,
Ibarat seorang salesman bernama A diberi tugas oleh C utk mcoba jual barang kpd B.

A berusaha keras agar B dg free-will-nya membeli produk A.

Jd di dunia ini ada orang-orang spt B, yaitu yg dbrikan free-will utk mmilih.
B tentu saja dibesarkan dg cara yg khas yg mjadikan B mpunyai gaya pikir, emosi, preferensi yg khas.

Tugas A adalah influencing B shg B dengan keputusannya sendiri (free-will) memilih percaya pd jualannya A.

Jika B pcaya, maka kelak B yg akan menjual kpd C (siklus berulang),
Jika B tidak pcaya, maka kelak B akan mnanggung konsekuensi dari keputusannya utk tidak pcaya.

Tp yg paling kenal sama B adalah C (bosnya A).

Maka bentuk kerjasama idealnya adalah A menaati instruksi dari C berupa strategi influencing B.
Jika A menuruti C maka dijamin influencing-nya mantap.
Jika A tidak menuruti atau tidak tau strategi C, maka peluangnya 50-50.

----------

Trus knapa C ngga langsung aja jualan ke B?
Skali lagi, ini dinamika kerjasama antara A dan C.
Bisa saja itu terjadi tetapi hasil kerjasama antara A dan C.

Bgitu Bro mnrt saya.

I see. Saya memahami ilustrasi bro siip tersebut.

Namun, yg tidak saya pahami adalah bagaimana ilustrasi tersebut menjelaskan "menjadikan freewill orang memilih ...".

Kalo si B menolak beli barang si A, kemudian si A terus berusaha mempengaruhi si B supaya ia membeli barangnya, maka si A sudah melanggar freewill si B, kan? Apalagi kalau sampai ada "ancaman" bahwa kalo si B ga beli barang tsb maka ia akan binasa kekal.

-------------

Sepertinya pengertian "freewill" jadi perlu dibahas dulu, bro siip. Sejauh apa sih will sso bisa dikatakan free/tidak free? KAlo saya mengikuti ilustrasi di atas, maka dalam pemahaman saya freewill itu adalah ketika si B menolak beli barang si A. Ketika si B mengubah keputusannya, itu sudah bukan will dia lagi karena ia sudah di bawah pengaruh2 si A.

Tapi, itu pemahaman saya. Kalau dalam pemahaman bro siip bagaimana?

_________

Yang menarik perhatian saya juga adalah bahwa bro siip mengatakan kalau freewill itu pemberian Tuhan (warna merah). Freewill pemberian Tuhan ini adalah freewill untuk memilih. Pertanyaan saya: waktu Tuhan memberi "freewill untuk memlih" kepada orang, apakah itu untuk memilih yang opsi yang mana aja atau opsi tertentu saja? (kataknlah opsinya: ikut Tuhan atau ikut Setan)



Saya bisa memaklumi kalau Tuhan memberikan "will untuk memilih Tuhan". Tapi, ini berarti bukan freewill, kan?
Sementara itu, kalau Tuhan memberikan "will untuk memilih Tuhan atau Setan", mengapa Tuhan menyalahkan orang yg memilih Setan? (Terus terang sulit bagi saya untuk membayangkan Tuhan memberi will yg bisa memilih Setan, mengingat Tuhan itu suci)

Quote
Ada ayat ini :

Yeh 3:18
Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! --dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu.


Jalan dan rancangan Tuhan itu unik.
Kadang tidak bisa diduga.
Spt kasus di Yeh itu, kenapa bukan Tuhan sndiri yg datang mpringatkan scr live kpd si orang jahat?

Itulah dinamikanya.
Ada hal-hal dimana Tuhan bekerjasama dg perwakilanNya di bumi, yaitu manusia.
Ada hal-hal dimana Tuhan langsung bekerja.

Utk mmahami dinamika itu, utk mmahami jalan-jalan Tuhan, harus membangun hubungan pribadi dg Tuhan.

Jd kita elevate dari skadar pbahasan alternatif doktrin kselamatan (predestinasi/tidak) ke arah persekutuan yg akrab dg Tuhan.

Oke, yang ini saya sudah paham. Meurut saya juga begitu. Orang Kristen musti bekerja bagi Tuhan. Kalau diam aja, ya itu berdosa.

Cheers

Offline budi

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 488
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #572 on: November 24, 2013, 02:12:09 PM »
@odading

bro oda ini sambungan dari post saya sebelumnya ya...

Menuntun saya utk bertanya : Lalu apa bedanya bud, usaha utk "minta, cari, ketuk" - kalo bagi yg nggak melakukan "minta, cari, ketuk"pun (ndableg), sang guru sertamerta ngisi-in itu jawaban yg bener di kertas ujian si murid ? :D

Dan kita jadi naek komedi puter, karena jawaban budi - odading sudah bisa tebak sbb : yang murid orange pasti akan melakukan usaha MCK, oda ...:D (MCK : minta-cari-ketuk)

Menuntun odading nge-respond ke : tapi tetep aja kaaan, budi gak bisa tau apakah sso itu melakukan MCK ato kagak ? hehehe.... :lol:

Sebelumnya perlu diingat bahwa dalam konsep predestinasi (sejauh pemahaman saya tentunya), si guru memilih murid-murid tertentu untuk lulus tanpa mempertimbangkan hasil ujian mereka, alias suka-suka si guru saja. Artinya, mereka nggak perlu lulus ujian dulu untuk lulus. Dengan kata lain, ujian itu tidak berefek apa-apa dalam hal kelulusan bagi murid-murid pilihan ini.

Nah, saya sempet menjelaskan di atas bahwa "minta, cari, ketuk" itu bukan diberikan kepada murid-murid supaya mereka bisa mengerjakan ujian dan lulus. Sebab, kalau begitu jalannya, berarti sudah bukan konsep predestinasi lagi. Bila kita memakai pola pikir konsep predestinasi, maka "minta, cari, ketuk" diberikan kepada para murid pilihan saja.

Artinya, ketika murid orange "minta, cari, ketuk" itu bukan untuk mendapatkan jawaban ujian supaya lulus (karena sudah lulus, kan?), melainkan untuk sesuatu yg lain (misal: minta petunjuk cari pacar, petunjuk menentukan karir, kekuatan untuk bertahan dalam penderitaan, dlsb).

Quote
Selama penjelasan pada suatu konsep bisa di"tangkep" logika, dimana logika itu sudah di push it to the limit oleh ybs :D.
Yah kembali lagi kan: logika yg mana? limitnya siapa dari logika yg mana? (dalam kasus ini: yang predestinasionit atau yg anti-predestinasi?)

Misal: Yesus berjalan di permukaan air --> menurut logika orang Kristen, ini logis karena Yesus adalah Allah. Tapi menurut logika orang atheis, ini nggak logis karena Yesus adalah manusia dan manusia nggak bisa jalan di permukaan air.

Quote
Yang menjadi "kendala" adalah : ketika penjelasan "kelogisan" suatu konsep yg sebut saja cara X diharuskan mutlak begitulah cara X. Bagi yang menerima konsep tsb, HARUS mengertikannya secara cara X - diluar cara X = salah.

Nah, kalo itu memang saya setuju. Tapi, kalau dikatakan "salah" juga selalu dalam artian "salah bagi penganut cara X", kan? 

Quote
Sehingga menimbulkan pertanyaan :
ini ttg bisa menerima suatu konsep (terlepas apakah individu ybs mengertikannya secara cara X ataupun cara lainnya) ? ataukah ttg harus melalui menerima cara X - maka menerima suatu konsep baru diakui ke-absahan-nya ? hehehe  :ballspin:

Ya, saya rasa itu pertanyaan yg baik sekali. Kalau dilihat dari judul thread sih ini ttg dua konsep yg berbeda ya, bukan ttg dua cara penjelasan atas satu konsep.


Cheers


Offline salt

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 2507
  • Reputation Power:
  • Denominasi: **
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #573 on: November 24, 2013, 04:28:30 PM »
Quote
Nah, kalo itu memang saya setuju. Tapi, kalau dikatakan "salah" juga selalu dalam artian "salah bagi penganut cara X", kan? 

Nope.
Salah adalah salah.
Tidak mungkin ada dua perbedaan yang menjelaskan tentang satu hal dan keduanya benar.
Salah satu pasti salah, dan saya tahu siapa yang salah, karena tidak logis.

Syalom

Offline budi

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 488
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #574 on: November 25, 2013, 01:05:45 AM »
Nope.
Salah adalah salah.
Tidak mungkin ada dua perbedaan yang menjelaskan tentang satu hal dan keduanya benar.
Salah satu pasti salah, dan saya tahu siapa yang salah, karena tidak logis.

Syalom

Pendapat bro salt tsb bisa saya mengerti.


Cheers

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #575 on: November 25, 2013, 01:56:44 AM »
@budi & siip...

Maap nyrobot, saya tertarik dgn bbrp kalimat dari quote budi :).

Kalo si B menolak beli barang si A, kemudian si A terus berusaha mempengaruhi si B supaya ia membeli barangnya, maka si A sudah melanggar freewill si B, kan?
Kalo dari pengertian saya sih ya bud, bold nggak menjadi kesimpulan saya.

Pengaruh mantepnya promosi ngoceh si salesman A ke si B adalah "celah" probabilitas bagi si B untuk menjadi terpengaruh - dan ini bersifat eksternal. Namun keputusan Yes/No adalah hanya ada di intern si B, dan ini posibilitas.

Dengan demikian, terlepas apakah adanya coklat ataupun tidak - intern si B itu tetep mempunyai posibilitas antara membeli ataupun tidak membeli.
si A menawarkan barangnya tanpa coklat, ke-posibilitasan ijo itu TETAP = dengan adanya si A menawarkan barangnya dengan coklat.
Dengan adanya coklat, yang meningkat adalah ke-probabilitasannya :).

Quote
Apalagi kalau sampai ada "ancaman" bahwa kalo si B ga beli barang tsb maka ia akan binasa kekal.
Kecuali si A tau pasti (mahaTahu) - bhw kalo si B ga beli barang tsb maka hidup si B pasti akan sengsara s/d nafas penghabisan-nya (karena tidak memiliki/membeli barang tsb), maka (imo) bold adalah sekedar trik ngoceh si A agar si B terpengaruh utk membeli barang tsb.

Nah... kalo semisal blakangan si B ternyata akhirnya membeli barang tsb dan bukan melalui salesman A, maka disitu terlihat bhw baik ada coklat maupun tidak ada coklat dari si A, keputusan Yes/No membeli itu hanya ada di intern si B.
Tidak bisa dikatakan bhw si B terpengaruh oleh salesman A (salesman A melanggar freewill si B) - karena kesadaran (yg akhirnya/blakangan timbul pada diri si B) sengsara krn ketidakmemilikinya barang tsb itu sendiri adalah keputusan si B dimana dia ternyata memang merasakan kesengsaraan tanpa mempunyai barang tsb.

Si B hanya mendapat informasi dari salesman A - dimana padahal si A itu sendiri tidak tau apakah si B emang bener2 hidupnya akan sengsara sampe nafas penghabisan dikarenakan tidak membeli/mempunyai produk barang yg salesman A tawarkan.

Pertanyaannya menjadi :
A. apakah BARANG-nya yang "menyelamatkan" mr. B ?
B. Ataukah ADAnya Informasi-lah yang "menyelamatkan" mr. B ?
C. Ataukah salesman A si pemberi informasi itulah yg "menyelamatkan" mr.B ?

Quote
Sepertinya pengertian "freewill" jadi perlu dibahas dulu, bro siip. Sejauh apa sih will sso bisa dikatakan free/tidak free?
IMO : Ability in posibility.

Quote
KAlo saya mengikuti ilustrasi di atas, maka dalam pemahaman saya freewill itu adalah ketika si B menolak beli barang si A.
Kalo imo, adalah ketika si B mempunyai kebisaan (ability) utk memilih Yes/No (membeli ato kagak)

Quote
Ketika si B mengubah keputusannya, itu sudah bukan will dia lagi karena ia sudah di bawah pengaruh2 si A.
IMO, selama si B masih bernafas, bold dibawah posibility : si B bisa beli itu barang, blakangan merasa nggak sengsara lagi dan tidak lagi membutuhkan barang tsb sehingga membuangnya - blakangan lagi merasa sengsara kembali dan kembali pula dia memerlukan barang tsb, bolak-balik kayak begitu s/d dia mati (posibilitas) --- pengaruh2 (dari siapapun) adalah eksternal, probabilitas yg menyebabkan kecenderungan dirsen si B.

Quote
Yang menarik perhatian saya juga adalah bahwa bro siip mengatakan kalau freewill itu pemberian Tuhan (warna merah). Freewill pemberian Tuhan ini adalah freewill untuk memilih. Pertanyaan saya: waktu Tuhan memberi "freewill untuk memlih" kepada orang, apakah itu untuk memilih yang opsi yang mana aja atau opsi tertentu saja? (kataknlah opsinya: ikut Tuhan atau ikut Setan)
IMO, bold tidak bisa dikatakan opsi ---> yang bisa dikatakan opsi-nya adalah : YES or NO di biru ---> YES di biru, merah = False. NO di biru, merah = True.

So, (imo) Tuhan tidak menawarkan : mao ikut iblis ato mau ikut Saya .. ?
Ada Informasinya yang adalah :
  • Ikut Saya (dengan prasyarat) dan "akibat"nya
  • Nggak ikut Saya - ya itu = kamu ikut iblis (tidak ada prasyarat) dan "akibat"nya :D.


Quote
Saya bisa memaklumi kalau Tuhan memberikan will untuk memilih Tuhan". Tapi, ini berarti bukan freewill, kan?
Dalam pengertian saya, bold saja .. tanpa merah :).

Quote
Sementara itu, kalau Tuhan memberikan "will untuk memilih Tuhan atau Setan", mengapa Tuhan menyalahkan orang yg memilih Setan?
Dalam pengertian saya, tanpa merah - dengan demikian kalimat bold tidak teraplikasi (nggak masuk dan tidak bisa menjadi pertanyaan) :D.

Quote
(Terus terang sulit bagi saya untuk membayangkan Tuhan memberi will yg bisa memilih Setan, mengingat Tuhan itu suci)
pov odading bukan bold. Kalimatnya di pengertian saya : Tuhan memberi WILL ataupun Ability pada manusia, ability to choose ---> WHAT is chosen tidak ada hubungannya dengan Will/Ability pemberian Tuhan. Dilain sisi, Tuhan juga memberikan informasi : Kalo ... Maka ... (SebabAkibat) ---> dan imo, ini gak bisa dibilang opsi yg ditawarkan.

You haven't saved the file you are working at.
If you close the file, you will loose all your works on that file.

Continue ? YES button - NO button.

Ijo adalah informasi.
Yes/No button adalah opsi yang ditawarkan ngerujuk ke pertanyaan Continue ? ... it is not about losing or not losing my works on that file, opsinya. ---> dengan kata lain, komputer tidak sedang menawarkan opsi : kamu mau kehilangan pekerjaanmu di file tsb atau mau di save ?  :ballspin: :D (opsi yg ditawarkan salesman A adalah : mao beli apa kagak ? .... BUKAN : mau sengsara atau senang ?).

Mohon maap kalo pengertian saya ribet dan penjelasannya diatas lebih ribet lagi, tapi yah... apa yg ada di benak pengertian saya ya begitulah adanya... dan dengan begitu saya ingin menjelaskan bhw pernyataan budi :

Quote
(kataknlah opsinya: ikut Tuhan atau ikut Setan)
Nggak begitu saya mengertikan ttg perihal opsi (orange).

sehingga pertanyaan budi :
Quote
mengapa Tuhan menyalahkan orang yg memilih Setan?
nggak menjadi buah pertanyaan di benak saya... hehehe ..  :giggle:

:)
salam.
« Last Edit: November 25, 2013, 02:05:33 AM by odading »

Offline siip

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 1721
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Karismatik
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #576 on: November 25, 2013, 10:04:58 AM »
Namun, yg tidak saya pahami adalah bagaimana ilustrasi tersebut menjelaskan "menjadikan freewill orang memilih ...".

Kalo si B menolak beli barang si A, kemudian si A terus berusaha mempengaruhi si B supaya ia membeli barangnya, maka si A sudah melanggar freewill si B, kan?

Sepertinya pengertian "freewill" jadi perlu dibahas dulu, bro siip. Sejauh apa sih will sso bisa dikatakan free/tidak free? KAlo saya mengikuti ilustrasi di atas, maka dalam pemahaman saya freewill itu adalah ketika si B menolak beli barang si A. Ketika si B mengubah keputusannya, itu sudah bukan will dia lagi karena ia sudah di bawah pengaruh2 si A.

Tapi, itu pemahaman saya. Kalau dalam pemahaman bro siip bagaimana?

Kl definisi saya akan pelanggaran free-will adalah pemaksaan/sabotase, misalnya cekokin obat ke mulut.
Kl persuasi, bahkan oleh krn tipuan skalipun, itu masih dalam konteks free-will krn sso punya independensi utk mmilih (walau mgkn saja pilihannya salah krn pmikiran yg salah).

Misalnya, Hawa jatuh dlm dosa krn ia mmilih dan mmutuskan utk makan buah. Skalipun Hawa mmakannya krn tertipu, tp ia dg sadar mmilih makan buah.

Tp Tuhan juga pernah berkata bhw usaha persuasi itu ada batasnya. Jika sudah sampai pd batasnya, maka si penginjil dapat 'mengebaskan debu' dan tidak bertanggung jawab atas apapun sesudahnya.

Quote
Apalagi kalau sampai ada "ancaman" bahwa kalo si B ga beli barang tsb maka ia akan binasa kekal.

Ini sama spt dokter dan pasien.
Dokter bisa bilang sama pasien, kamu jika tidak makan obat ini, nyawamu tinggal 6 bulan.
Jika kamu makan, maka nyawamu bisa jadi selamat; kalaupun tidak, mungkin bisa sampai 2 tahun.

Jika yg mngatakan adalah dokter, maka itu bukan ancaman mlainkan pemberitahuan risiko, krn dokter diyakini bicara atas dasar pengetahuan dan keahlian.

Si pasien pun bebas memilih mau makan obat atau tidak dengan mengetahui risiko-risikonya.
Bahkan si pasien pun bebas saja tidak pcaya sama dokter tsb dan pergi konsultasi dg dokter lain.

Quote
Yang menarik perhatian saya juga adalah bahwa bro siip mengatakan kalau freewill itu pemberian Tuhan (warna merah). Freewill pemberian Tuhan ini adalah freewill untuk memilih. Pertanyaan saya: waktu Tuhan memberi "freewill untuk memlih" kepada orang, apakah itu untuk memilih yang opsi yang mana aja atau opsi tertentu saja? (kataknlah opsinya: ikut Tuhan atau ikut Setan)

Selain dbrikan opsi utk mmilih, manusia jg dbrikan akal budi utk mnimbang latar blakang pmilihan.
Seluas akal budi bisa bpikir, sptnya seluas itu juga scope free-will manusia.

Misalnya nih,
Sso dhadapkan pd 5 pilihan pekerjaan, semuanya sah, legitimate.
Dg akal budinya, org itu bs mnganalisis ke-5 pilihan itu utk mnimbang mana yg terprospektif.

Tp diantara ke-5 itu, bisa jadi :
Pilihan A adalah kehendak Tuhan yg terbaik utk dia,
Pilihan B adalah pekerjaan yg baik di mata Tuhan tp akan mbawa dia cukup mlenceng dari panggilannya yg terbaik,
Pilihan C adalah pekerjaan yg diperkenankan Tuhan namun akan mbawa dia agak mlenceng dari panggilannya yg tbaik,
Pilihan D adalah pekerjaan yg sangat diinginkannya, tp kelak akan mbawa org itu suam-suam dari panggilannya,
Pilihan E adalah seolah sangat prospektif namun adalah jebakan kuasa gelap dimana orang itu akan diarahkan menuju situasi dosa.

Anda bisa buka Alkitab bolak-balik tp ngga akan ada ayat utk mnuntun dg jelas kerjaan mana yg terbaik.
Harus persekutuan pribadi dg Tuhan, cari kehendak Tuhan scr privat, maka Ia akan mbritahukannya pd waktunya mlalui satu atau lain hal.

Jika tidak mau gunakan 'hardway' or 'boringway' spt itu, ya silakan gunakan freewill bdsk akal budi.
Alternatifnya ya ke-5 itu. Namun akal budi manusia itu terbatas.
Spt dokter dan pasien, si pasien punya akal budi yg tbatas utk mduga sisa umur krn si pasien tidak punya background medis yg mumpuni.

Quote
Saya bisa memaklumi kalau Tuhan memberikan "will untuk memilih Tuhan". Tapi, ini berarti bukan freewill, kan?

Krn saya bpendapat bhw Tuhan mbuka ruang bagi manusia utk bebas memilih ssuai akal budinya, maka memilih Tuhan adalah free-will.
Bahkan sso bisa saja awalnya mmilih Tuhan, mmilih ikut khendak Tuhan yg sempurna, tp kmudian bbalik memilih utk tidak lagi ikut Tuhan.
Brarti kan pmilihannya adalah free-will dari awalnya.

Yg bukan free-will adalah bounded-will, yaitu khusus utk mreka yg sudah dipredestinasikan.

Quote
Sementara itu, kalau Tuhan memberikan "will untuk memilih Tuhan atau Setan", mengapa Tuhan menyalahkan orang yg memilih Setan? (Terus terang sulit bagi saya untuk membayangkan Tuhan memberi will yg bisa memilih Setan, mengingat Tuhan itu suci)

Rasanya kita punya pbedaan konsep yg cukup mendasar Bro.

Tuhan mbri will yg bebas, sebebas akal budi manusia.

Sso dhukum bukan krn free-will-nya, mlainkan krn ber-DOSA.

Jika ada org yg spanjang hidupnya tidak pernah mmilih berbuat DOSA, maka saya 100% yakin ia selamat dan lolos dari hukuman skalipun ia tidak mmiliki Kristus.

Dosa itulah yg akan mhukum orang itu Bro...bukan free-will yg Tuhan brikan.

Tuhan memang suci dan krn kesucian-Nya itulah maka Tuhan punya preferensi utk bertindak atas dasar kasih dan keadilan walau Tuhan juga tau kebalikan dari kasih dan keadilan, yaitu kejahatan dan kelaliman.

Bgmn dg manusia?
Apakah manusia se-suci Tuhan?

Bgini lho bro...
Utk tau apa itu kasih, maka ada lawannya kasih.
Utk tau apa itu adil, maka ada lawannya adil.

Dg mciptakan manusia yg berkapabilitas mmahami kasih dan keadilan, maka otomatis akal budi manusia juga dimampukan mmahami apa lawannya kasih dan apa lawannya keadilan.

Stelah itu, maka kembali pd independensi manusia itu memilih mau mengasihi atau bbuat kbalikan dari kasih, mau adil atau bbuat kbalikan dari adil.

Dan atas pilihannya itulah phakiman dilakukan.
« Last Edit: November 25, 2013, 10:15:17 AM by siip »
Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati (Pkh 9:4)

Offline budi

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 488
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #577 on: November 28, 2013, 02:40:42 PM »
@budi & siip...

Maap nyrobot, saya tertarik dgn bbrp kalimat dari quote budi :).
 Kalo dari pengertian saya sih ya bud, bold nggak menjadi kesimpulan saya.

Pengaruh mantepnya promosi ngoceh si salesman A ke si B adalah "celah" probabilitas bagi si B untuk menjadi terpengaruh - dan ini bersifat eksternal. Namun keputusan Yes/No adalah hanya ada di intern si B, dan ini posibilitas.

Dengan demikian, terlepas apakah adanya coklat ataupun tidak - intern si B itu tetep mempunyai posibilitas antara membeli ataupun tidak membeli.
si A menawarkan barangnya tanpa coklat, ke-posibilitasan ijo itu TETAP = dengan adanya si A menawarkan barangnya dengan coklat.
Dengan adanya coklat, yang meningkat adalah ke-probabilitasannya :).
 Kecuali si A tau pasti (mahaTahu) - bhw kalo si B ga beli barang tsb maka hidup si B pasti akan sengsara s/d nafas penghabisan-nya (karena tidak memiliki/membeli barang tsb), maka (imo) bold adalah sekedar trik ngoceh si A agar si B terpengaruh utk membeli barang tsb.

Nah... kalo semisal blakangan si B ternyata akhirnya membeli barang tsb dan bukan melalui salesman A, maka disitu terlihat bhw baik ada coklat maupun tidak ada coklat dari si A, keputusan Yes/No membeli itu hanya ada di intern si B.
Tidak bisa dikatakan bhw si B terpengaruh oleh salesman A (salesman A melanggar freewill si B) - karena kesadaran (yg akhirnya/blakangan timbul pada diri si B) sengsara krn ketidakmemilikinya barang tsb itu sendiri adalah keputusan si B dimana dia ternyata memang merasakan kesengsaraan tanpa mempunyai barang tsb.

Si B hanya mendapat informasi dari salesman A - dimana padahal si A itu sendiri tidak tau apakah si B emang bener2 hidupnya akan sengsara sampe nafas penghabisan dikarenakan tidak membeli/mempunyai produk barang yg salesman A tawarkan.

Pertanyaannya menjadi :
A. apakah BARANG-nya yang "menyelamatkan" mr. B ?
B. Ataukah ADAnya Informasi-lah yang "menyelamatkan" mr. B ?
C. Ataukah salesman A si pemberi informasi itulah yg "menyelamatkan" mr.B ?
 IMO : Ability in posibility.
 Kalo imo, adalah ketika si B mempunyai kebisaan (ability) utk memilih Yes/No (membeli ato kagak)
 IMO, selama si B masih bernafas, bold dibawah posibility : si B bisa beli itu barang, blakangan merasa nggak sengsara lagi dan tidak lagi membutuhkan barang tsb sehingga membuangnya - blakangan lagi merasa sengsara kembali dan kembali pula dia memerlukan barang tsb, bolak-balik kayak begitu s/d dia mati (posibilitas) --- pengaruh2 (dari siapapun) adalah eksternal, probabilitas yg menyebabkan kecenderungan dirsen si B.
 IMO, bold tidak bisa dikatakan opsi ---> yang bisa dikatakan opsi-nya adalah : YES or NO di biru ---> YES di biru, merah = False. NO di biru, merah = True.

So, (imo) Tuhan tidak menawarkan : mao ikut iblis ato mau ikut Saya .. ?
Ada Informasinya yang adalah :
  • Ikut Saya (dengan prasyarat) dan "akibat"nya
  • Nggak ikut Saya - ya itu = kamu ikut iblis (tidak ada prasyarat) dan "akibat"nya :D.

 Dalam pengertian saya, bold saja .. tanpa merah :).
 Dalam pengertian saya, tanpa merah - dengan demikian kalimat bold tidak teraplikasi (nggak masuk dan tidak bisa menjadi pertanyaan) :D.
 pov odading bukan bold. Kalimatnya di pengertian saya : Tuhan memberi WILL ataupun Ability pada manusia, ability to choose ---> WHAT is chosen tidak ada hubungannya dengan Will/Ability pemberian Tuhan. Dilain sisi, Tuhan juga memberikan informasi : Kalo ... Maka ... (SebabAkibat) ---> dan imo, ini gak bisa dibilang opsi yg ditawarkan.

You haven't saved the file you are working at.
If you close the file, you will loose all your works on that file.

Continue ? YES button - NO button.

Ijo adalah informasi.
Yes/No button adalah opsi yang ditawarkan ngerujuk ke pertanyaan Continue ? ... it is not about losing or not losing my works on that file, opsinya. ---> dengan kata lain, komputer tidak sedang menawarkan opsi : kamu mau kehilangan pekerjaanmu di file tsb atau mau di save ?  :ballspin: :D (opsi yg ditawarkan salesman A adalah : mao beli apa kagak ? .... BUKAN : mau sengsara atau senang ?).

Mohon maap kalo pengertian saya ribet dan penjelasannya diatas lebih ribet lagi, tapi yah... apa yg ada di benak pengertian saya ya begitulah adanya... dan dengan begitu saya ingin menjelaskan bhw pernyataan budi :
 Nggak begitu saya mengertikan ttg perihal opsi (orange).

sehingga pertanyaan budi : nggak menjadi buah pertanyaan di benak saya... hehehe ..  :giggle:

:)
salam.

Ok saya memahami pandangan, bro oda.

Yg menarik adalah bagi bro oda will itu tidak mengandung opsi, melainkan hanya sebuah kemampuan untuk memilih. Untuk memilih apa-nya, tidak termasuk dalam will itu.

Kalau bagi saya, will itu mengandung opsi. Jadi, manusia dicipta dng kemampuan untuk memilih. Kemampuan ini pada gilirannya menghasilkan sebuah will, yakni memilih A atau non-A (misalnya).


Cheers

Offline budi

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 488
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #578 on: November 28, 2013, 03:08:36 PM »
sorry double post

Offline budi

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 488
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #579 on: November 28, 2013, 03:32:36 PM »
Kl definisi saya akan pelanggaran free-will adalah pemaksaan/sabotase, misalnya cekokin obat ke mulut.
Kl persuasi, bahkan oleh krn tipuan skalipun, itu masih dalam konteks free-will krn sso punya independensi utk mmilih (walau mgkn saja pilihannya salah krn pmikiran yg salah).

Misalnya, Hawa jatuh dlm dosa krn ia mmilih dan mmutuskan utk makan buah. Skalipun Hawa mmakannya krn tertipu, tp ia dg sadar mmilih makan buah.

Tp Tuhan juga pernah berkata bhw usaha persuasi itu ada batasnya. Jika sudah sampai pd batasnya, maka si penginjil dapat 'mengebaskan debu' dan tidak bertanggung jawab atas apapun sesudahnya.

Kalo penginjilan itu termasuk "mencekoki" atau tidak, bro?

Kalau yg diinjili akhirnya tetap tidak percaya --> tidak "mencekoki"
Kalau yg diinjili akhirnya percaya --> "mencekoki"

Bukannya begitu?

Quote
Ini sama spt dokter dan pasien.
Dokter bisa bilang sama pasien, kamu jika tidak makan obat ini, nyawamu tinggal 6 bulan.
Jika kamu makan, maka nyawamu bisa jadi selamat; kalaupun tidak, mungkin bisa sampai 2 tahun.

Jika yg mngatakan adalah dokter, maka itu bukan ancaman mlainkan pemberitahuan risiko, krn dokter diyakini bicara atas dasar pengetahuan dan keahlian.

Bagaimana/dari mana si pasien bisa percaya bahwa itu bukan "ancaman" melainkan "pemberitahuan resiko"?

Tentunya bergantung pada apakah si pasien percaya sama si dokter atau nggak, kan?
Kalau percaya--> pemberitahuan resiko
Kalau nggak percaya --> ancaman

Lalu, bagaimana freewill pasien bisa mempengaruhi percaya/tak-percaya nya?

Quote
Si pasien pun bebas memilih mau makan obat atau tidak dengan mengetahui risiko-risikonya.
Bahkan si pasien pun bebas saja tidak pcaya sama dokter tsb dan pergi konsultasi dg dokter lain.

Apakah kebebasannya ini (freewill) menjadi elemen penting yg mempengaruhi keselamatannya? Yg saya tahu, elemen pentingnya adalah si pasien makan obat itu, bukan kebebasannya.

Quote
Selain dbrikan opsi utk mmilih, manusia jg dbrikan akal budi utk mnimbang latar blakang pmilihan.
Seluas akal budi bisa bpikir, sptnya seluas itu juga scope free-will manusia.

Jadi, freewill dipengaruhi akal budi, ya? Bagaimana jika dalam sistem akal budi sso, Tuhan adalah nothing but a fiction. Apakah kita bisa mengahrapkan orang tsb ikut Tuhan dng freewill-nya?

Quote
Misalnya nih,
Sso dhadapkan pd 5 pilihan pekerjaan, semuanya sah, legitimate.
Dg akal budinya, org itu bs mnganalisis ke-5 pilihan itu utk mnimbang mana yg terprospektif.

Tp diantara ke-5 itu, bisa jadi :
Pilihan A adalah kehendak Tuhan yg terbaik utk dia,
Pilihan B adalah pekerjaan yg baik di mata Tuhan tp akan mbawa dia cukup mlenceng dari panggilannya yg terbaik,
Pilihan C adalah pekerjaan yg diperkenankan Tuhan namun akan mbawa dia agak mlenceng dari panggilannya yg tbaik,
Pilihan D adalah pekerjaan yg sangat diinginkannya, tp kelak akan mbawa org itu suam-suam dari panggilannya,
Pilihan E adalah seolah sangat prospektif namun adalah jebakan kuasa gelap dimana orang itu akan diarahkan menuju situasi dosa.

Anda bisa buka Alkitab bolak-balik tp ngga akan ada ayat utk mnuntun dg jelas kerjaan mana yg terbaik.
Harus persekutuan pribadi dg Tuhan, cari kehendak Tuhan scr privat, maka Ia akan mbritahukannya pd waktunya mlalui satu atau lain hal.

Tentunya ini berlaku hanya bagi mereka yg telah diselamatkan, kan? (orang percaya). Lalu, bagaimana dng orang yg tak percaya Tuhan? Percaya saja tidak bagaimana mau bersekutu scr pribadi?

Quote
Krn saya bpendapat bhw Tuhan mbuka ruang bagi manusia utk bebas memilih ssuai akal budinya, maka memilih Tuhan adalah free-will.
Bahkan sso bisa saja awalnya mmilih Tuhan, mmilih ikut khendak Tuhan yg sempurna, tp kmudian bbalik memilih utk tidak lagi ikut Tuhan.
Brarti kan pmilihannya adalah free-will dari awalnya.

Sekali lagi, bagaimana orang yg tak percaya Tuhan bisa diharapkan memilih Tuhan dng freewillnya?

Quote
Rasanya kita punya pbedaan konsep yg cukup mendasar Bro.

Tuhan mbri will yg bebas, sebebas akal budi manusia.

Sso dhukum bukan krn free-will-nya, mlainkan krn ber-DOSA.

Jika ada org yg spanjang hidupnya tidak pernah mmilih berbuat DOSA, maka saya 100% yakin ia selamat dan lolos dari hukuman skalipun ia tidak mmiliki Kristus.

Dosa itulah yg akan mhukum orang itu Bro...bukan free-will yg Tuhan brikan.

Kalau orang nggak percaya Tuhan, nggak percaya DOSA dan ini merupakan ekspresi freewillnya, apakah ia berarti akan selamat dari penghukuman Tuhan?

Kalau tetep dihukum juga, berarti freewillnya nggak penting dong?

Quote
Bgini lho bro...
Utk tau apa itu kasih, maka ada lawannya kasih.
Utk tau apa itu adil, maka ada lawannya adil.

Aduh jangan gitu ah. Itu serem banget, bro. Masa untuk membuat anak saya tahu bahwa saya mengasihinya maka saya harus membuatnya tahu bahwa saya tidak mngasihinya?

Quote
Dg mciptakan manusia yg berkapabilitas mmahami kasih dan keadilan, maka otomatis akal budi manusia juga dimampukan mmahami apa lawannya kasih dan apa lawannya keadilan.

Stelah itu, maka kembali pd independensi manusia itu memilih mau mengasihi atau bbuat kbalikan dari kasih, mau adil atau bbuat kbalikan dari adil.

Dan atas pilihannya itulah phakiman dilakukan.

Nah, kalau sso tidak percaya dng penghakiman, apakah ia akan luput dari penghakiman?

______________________

Saya rasa pertanyaan2 di atas bisa dirumuskan ke dalam satu pertanyaan:

Jika sso percaya bahwa Tuhan, DOSA, Penghakiman, Surga, Neraka, Iblis, Kehidupan Kekal adalah fiksi belaka, bagaimana cara orang ini bisa selamat berdasarkan freewillnya?


Cheers
« Last Edit: November 28, 2013, 03:37:22 PM by budi »

Offline siip

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 1721
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Karismatik
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #580 on: November 28, 2013, 08:44:34 PM »

Saya rasa pertanyaan2 di atas bisa dirumuskan ke dalam satu pertanyaan:

Jika sso percaya bahwa Tuhan, DOSA, Penghakiman, Surga, Neraka, Iblis, Kehidupan Kekal adalah fiksi belaka, bagaimana cara orang ini bisa selamat berdasarkan freewillnya?


Cheers

Jika bgitu lgs saja ke ptanyaan akhir.

Saya sdikit modify ptanyaannya :

Jika sso dengan freewill-nya mmilih utk percaya bahwa Tuhan, DOSA, Penghakiman, Surga, Neraka, Iblis, Kehidupan Kekal adalah fiksi belaka, bagaimana cara orang ini bisa selamat berdasarkan freewillnya?

Jika dia tetap memilih jalur di atas, maka dia tidak selamat.

Itu namanya binasa krn kesesatan.
Org tsesat itu blm tentu sadar bhw ia tsesat.
Dia baru sadar at the end of the road.

Bisa saja org lain yg tau jalan akan bkata bhw dia tsesat, tp kl dia ngga brasa tsesat ya dia akan balas bilang bhw org lain itu yg tsesat.

Jd gmn caranya?
Harus ada org yg datang kpdnya dan bkata bhw dia tsesat dg harapan org itu mnyadari ksesatannya.

Gimana caranya supaya org itu bs sadar?
Harus cari tau dari Tuhan.
Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati (Pkh 9:4)

Offline budi

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 488
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #581 on: November 29, 2013, 12:04:21 AM »
Jika bgitu lgs saja ke ptanyaan akhir.

Saya sdikit modify ptanyaannya :

Jika sso dengan freewill-nya mmilih utk percaya bahwa Tuhan, DOSA, Penghakiman, Surga, Neraka, Iblis, Kehidupan Kekal adalah fiksi belaka, bagaimana cara orang ini bisa selamat berdasarkan freewillnya?

Jika dia tetap memilih jalur di atas, maka dia tidak selamat.

Itu namanya binasa krn kesesatan.
Org tsesat itu blm tentu sadar bhw ia tsesat.
Dia baru sadar at the end of the road.

Bisa saja org lain yg tau jalan akan bkata bhw dia tsesat, tp kl dia ngga brasa tsesat ya dia akan balas bilang bhw org lain itu yg tsesat.

Jd gmn caranya?
Harus ada org yg datang kpdnya dan bkata bhw dia tsesat dg harapan org itu mnyadari ksesatannya.

Gimana caranya supaya org itu bs sadar?
Harus cari tau dari Tuhan.

I see.

Jadi kita perlu bersekutu dng Tuhan untuk mencari jalan yg tepat hingga orang tsb bisa sadar dari ketersesatannya, ya? Tapi nggak boleh "mencekoki" juga, ya?

Itu gimana ya? Maksud saya, "mencekoki" itu kan melanggar freewill. Freewill orang tsb adalah "no". Sementara itu, kita mau supaya dia "yes". Artinya, sebelum kita mulai bicara sama orang itu saja, kita sudah dalam kondisi melawan freewillnya. JAdi, dalam pikiran saya, apakah mungkin ada komunikasi (misal: penginjilan) bila freewill menjadi syarat keselamatan?

Apakah freewill adalah syarat keselamatan?


Cheers

Offline siip

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 1721
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Karismatik
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #582 on: November 29, 2013, 09:19:17 AM »
I see.

Jadi kita perlu bersekutu dng Tuhan untuk mencari jalan yg tepat hingga orang tsb bisa sadar dari ketersesatannya, ya? Tapi nggak boleh "mencekoki" juga, ya?

Kl mencekoki obat, itu ada unsur pemaksaan.
Kl constant persuasion, itu belum pemaksaan.
Kl org yg diinjili itu mngusir atau mmarahi atau mlayangkan protes dan tidak ingin diganggu lagi tp masih juga dganggu, maka itu baru planggaran free-will. Lagipula penginjilan macam bgitu kan kontraproduktif, mbuat orang antipati.

Quote
Itu gimana ya? Maksud saya, "mencekoki" itu kan melanggar freewill. Freewill orang tsb adalah "no". Sementara itu, kita mau supaya dia "yes". Artinya, sebelum kita mulai bicara sama orang itu saja, kita sudah dalam kondisi melawan freewillnya. JAdi, dalam pikiran saya, apakah mungkin ada komunikasi (misal: penginjilan) bila freewill menjadi syarat keselamatan?

Jika org yg diinjili menolak utk diinjili lebih lanjut, tp dia trus-mnerus diinjili, barulah itu masuk kategori 'pelanggaran free-will' bahkan masuk kategori 'mengganggu kenyamanan'.

Alkitab jg mnuliskan bhw tindakan menginjili itu ada batasannya.

Kl tukar argumen, persuading, itu bukan pelanggaran free-will. Krn yg diajak bicara itu mnerima diskusi itu.

Ya samalah spt diskusi antara penjual dan calon pembeli.

Quote
Apakah freewill adalah syarat keselamatan?


Cheers

Bukan syarat bro...
« Last Edit: November 29, 2013, 09:27:48 AM by siip »
Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati (Pkh 9:4)

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #583 on: November 29, 2013, 03:44:17 PM »
Ok saya memahami pandangan, bro oda.

Yg menarik adalah bagi bro oda will itu tidak mengandung opsi
Karena "tersedianya" DUA buah pilihan yg saling bertolak belakang sulit utk saya mengertikan sebagai opsi, bud :).

Quote
melainkan hanya sebuah kemampuan untuk memilih. Untuk memilih apa-nya, tidak termasuk dalam will itu.
Sedikit koreksi : mengenai APA yg dipilih, tidak ditawarkan oleh Allah spt sbb : "kamu mau ikut Saya ? ato ikut iblis ?" ---> imo, tidak seperti itu.

Quote
Kalau bagi saya, will itu mengandung opsi.
Ya... begitu yang saya tangkap .... "kamu mau ikut Saya ? ato ikut iblis ?" :).

Quote
Jadi, manusia dicipta dng kemampuan untuk memilih.
Sama... saya juga berpendapat demikian. Pengertian saya adalah : manusia dicipta (secara general dan normal) dengan ABLE TO. Mengenai "able"nya itu apa, ya bisa able to do, able to will, able to choose, able to deny, able to receive, dll :D.

Quote
Kemampuan ini pada gilirannya menghasilkan sebuah will
Ya... able to will adalah salah satu dari ABLE TO.

Quote
yakni memilih A atau non-A (misalnya)
Nah disini-lah kita berbeda ... hehehe :D.

Seperti ilustrasi komputer di post saya sebelumnya,
opsi yg ditawarkan komputer itu BUKAN : kamu mau kehilangan hasil kerjamu atau tidak ? sambil ditampilkan tombol Yes/No .... melainkan komputer memberikan informasi (SebabAkibat), Continue? ketika ditampilkan dua tombol Yes dan No tsb.

Salesman memberikan informasi2 muluk dgn syarat.
Opsi yang ditawarkan adalah ngerujuk ke Yes/No -nya syarat tsb terpenuhi ataukah tidak terpenuhi ... bukan ngerujuk ke "muluk"nya informasi tsb.
Salesman tidak menawarkan opsi : "bapak mau hidup sengsara tanpa benda ini atau tidak ?" :D.

Coba deh budi perhatiin kalimat budi sbb :
Quote
Tuhan memberikan will untuk memilih Tuhan

Saya ajukan pertanyaan :
Apakah Tuhan JUGA memberikan will untuk memilih Iblis ?

Entah jawaban budi, jawaban dalam pengertian saya adalah : Tuhan tidak memberikan will untuk memilih siapa2. Tuhan memberikan will, YA. .... Tuhan memberikan informasi, YA ... ini masing2 "berdiri sendiri" :).

Quote
(kataknlah opsinya: ikut Tuhan atau ikut Setan)
Dari pov yg menawarkan, kwantitas (jumlah opsi) itu (imo) bersifat "DAN" ... bukan "atau", bud --- dari pov si pemilih baru bersifat "atau".

Komputer menampilkan dua tombol : tombol Yes DAN tombol No
User memilih antara kedua tombol tsb : tombol Yes ATAU tombol No :D.
Oleh itulah saya tanyakan ke budi : "Apakah Tuhan JUGA memberikan will untuk memilih Iblis ?"  :ballspin:

Anyway, kata "free" (imo.... setidaknya bagi odading) sangat sulit utk diterapkan (utk saya mengertikan) apabila pilihannya itu cuma ada dua buah yg saling bertolakbelakang.

Sekalipun masih tidak bisa dibilang "free", namun setidaknya keliatannya cenderung "lebih free" ... maka yang agak pas, ilustrasi utk "free" ini adalah : tersedianya sejumlah aliran kepercayaan : adanya aliran A, B, C, D dan E misalnya. Nah disini si pemilih "bebas" utk mao pilih yang mana ... fokusnya bukan dikarenakan adanya informasi ujung akibat dari memilih A/B/C/D - melainkan kenyamanan si pemilih pada pilihannya ---> ini masih bisa disebut "free" :D.

Dan kembali lagi menjadi komedi puter, ketika diantara ke 5 buah tsb - dicanangkan cuma satu yang berujung/berakibat positif, 4 lainnya berujung/berakibat negatif ---> karena dengan demikian ya kembali lagi mengerucut ke dua pilihan yg saling berlawanan :D.

:)
salam.

Offline budi

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 488
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #584 on: November 29, 2013, 07:22:22 PM »
Kl mencekoki obat, itu ada unsur pemaksaan.
Kl constant persuasion, itu belum pemaksaan.
Kl org yg diinjili itu mngusir atau mmarahi atau mlayangkan protes dan tidak ingin diganggu lagi tp masih juga dganggu, maka itu baru planggaran free-will. Lagipula penginjilan macam bgitu kan kontraproduktif, mbuat orang antipati.

Jika org yg diinjili menolak utk diinjili lebih lanjut, tp dia trus-mnerus diinjili, barulah itu masuk kategori 'pelanggaran free-will' bahkan masuk kategori 'mengganggu kenyamanan'.

Alkitab jg mnuliskan bhw tindakan menginjili itu ada batasannya.

Kl tukar argumen, persuading, itu bukan pelanggaran free-will. Krn yg diajak bicara itu mnerima diskusi itu.

Ya samalah spt diskusi antara penjual dan calon pembeli.

I see. Berarti untuk menyebut suatu treatment sebagai "pencekokan", kita musti melihat apakah orang yg diberi treatment tsb mau atau tidak, ya?

Terus terang ini membuat saya bertanya2. Apa ada orang yg nggak mau keselamatan? Kenapa kok dia bisa sampai nggak mau?

Kesimpulan sementara saya adalah kalau ada orang yg tidak mau keselamatan, maka kemungkinan besar orang tsb nggak tahu apa itu keselamatan, nggak tahu bahwa ia butuh keselamatan, atau kalaupun tahu ia cuma menganggapnya sebagai fiksi saja.

Nah, kalau dia nggak tahu, maka dia harus diberitahu, kan? Dan itu berarti mencekokinya dng informasi2 yg dibutuhkan supaya ia tahu.

TApi, kalau mencekoki berarti melanggar freewill. JAdi, dari sudut pandang ini, saya malah melihat freewill ini menjadi penghalang besar bagi keselamatan seseorang.

Makanya saya tanya, apakah freewill adalah syarat yg harus dipenuhi dalam keselamatan?

Quote
Bukan syarat bro...

TErnyata freewill itu bukan syarat! Fiuh... lega hehehe... KArena dengan demikian saya tidak perlu ragu-ragu lagi untuk mencekoki orang-orang dng informasi2 yg mereka butuhkan demi keselamatan mereka.

Btw, ada nggak sih orang yg akhirnya selamat karena dia akhirnya milih untuk ikut Tuhan tapi bukan atas freewillnya? (alias terpaksa)?


Cheers
[/quote]