Pada pertanyaan ungu, budi memilih untuk menjawab Ya --- sedangkan saya memilih jawaban Tidak . Dari sini berkaitan dengan pertanyaan yang ijo, dimana justru dari hasil saya "merumuskan" (baca : mengertikan) antara biru dan merah, saya tidak/belum menemukan koneksi pada yang budi sebut "menjalar" .
I see. Jadi, yang janggal buat bro oda adalah proses "menjalar"nya ya? Saya menangkap bahwa bagi bro oda dosa dan konsekuensinya adalah sesuatu yg timbul
bukan sebagai akibat dari efek "menjalar", melainkan sebagai efek langsung dari individu ybs. Begitukah? CMIIW.
Seandainya segera setelah KainHabil lahir (entah berapa jarak umur mereka ... anggap saja 1 tahun ya ... ) AdamHawa langsung mati ---> maka disini tidak mungkin menimbulkan bad parenting atopun favoritisme dari pihak ortu.
Setengah mati saya dari tadi mikirin agar bisa ketemu yang pas dan bisa masuk istilah "menjalar" (sistem efek dosa Adam) tsb teraplikasi ke kedua anak yatim piatu ini ... namun hasilnya nihil dan ujung2nya saya berpendapat : tidak ada yang menjalar .
AdamHawa bisa mati kan karena dosa. Jadi bisa disimpulkan bahwa Kain dan Habil jadi bayi yatim piatu karena AdamHawa berdosa. Kalau AdamHawa tidak berdosa, maka AdamHAwa tidak mati sehingga anak2 merekapun tidak jadi yatim piatu.
Bila kita teruskan perandaiannya, bayi Kain dan Habil memang tak sempat mengalami bad parenting, tapi mereka juga pasti tidak dapat hidup tanpa ortu. Mereka pun jadi mati. Namun, kematian mereka memang bukan akibat dosa mereka sendiri, tapi karena dosa ortunya. Ini juga efek "menjalar", yakni maut "menjalar" (maut masuk ke dalam kehidupan bayi Kain dan Habil melalui AdamHawa). Jadi, logically, efek menjalar itu tetap ada.
Kondisi yatim-piatu person KainHabil yg masih anak-anak (imo) sama percis dengan kondisi person AdamHawa sebelum makan buah. Dari sinilah jawaban saya atas pertanyaan ungu = tidak. Dan mengenai "lebih ringan ataukah tidak" saya tidak fokuskan, karena (imo) ini terkait per individu Kain/Habil.
Nah pertanyaan saya fokus-nya :
kondisi yang bagaimanakah (seperti apa) efek dosa Adam makan buah teraplikasi ke yatim piatu KainHabil yang bersifat internal (menjalar ke person Kain/Habil) ?
Kondisi yatim piatu bukanlah kondisi yg ringan bagi anak2. Saya rasa itu jelas banget. Apalagi kalo mereka masih bayi satu tahun. Jadi kondisi person bayi KainHabil tidak sama dengan kondisi person AdamHawa sebelum makan buah.
Natur AdamHawa sebelum makan buah adalah having a parent (yakni Allah). Sementara itu, natur bayi KainHabil dalam perandaian kita adalah parentless. Jadi, itu berbeda, kan?
Ketika AdamHawa berdosa, mereka jadi bisa mati. Efek dosa ini menjalar ke anak2 AdamHawa. Misalnya, masih menggunakan perandaian di atas, kalo AdamHawa keburu mati ketika KainHabil masih bayi, ya naturally bayi KainHabil nggak bisa survive. Inilah aplikasi dari efek dosa AdamHawa dalam kehidupan bayi KAinHabil.
Atau katakanlah AdamHawa sempet hidup selama 900 tahun. AdamHawa menjadi bad parents bagi KainHabil sehingga KainHabil pun menjadi orang-orang yg tidak luput dari dosa sehingga tidak luput pula dari kematian. Ini juga aplikasi dari efek dosa AdamHawa.
Dalam situasi inilah, efek dosa AdamHAwa dapat dikatakan telah menjalar ke kehidupan keturunan2 mereka. Jadi, sekali lagi, proses "menjalar" bukan seperti proses penurunan gen (material), tapi lebih seperti pengaruh (causal).
Sekedar curhat, saya sebenernya mengalami kesulitan ttg perihal ini, bud .
Saya cenderung berpedomankan dengan memisahkan antara logik dan percaya ttg hal2 yg bersifat gaib/supernatural pada kisah taman Eden ---> Ketika saya menggunakan "percaya" ya saya percaya-in aja itu kisah di taman Eden, ada pohon gaib, uler berbicara, Allah jjs di hari nan sejuk, dll dll .
Namun ketika saya menggunakan "logika", ya mao gak mao saya mengertikannya secara simbolis dan lalu mencoba mengertikan-nya .... hehehe
"Ular berbicara kepada Hawa" --> banyak orang bilang ini tidak logis. IMO itu masih logis. Sebab, dari situ kita masih bisa mengidentifikasikan dengan jelas subyek pelaku, apa yg dilakukan subyek pelaku, dan kepada siapa aksi subyek pelaku dialamatkan. JAdi, logis, kan? Lagipula, kalo nggak logis, ya kita nggak akan ngerti maksudnya. Contoh yang nggak logis: "Berbicara ular Hawa kepada?" --> kalo kita temukan ini di Alkitab, kita bisa teriak "Buku nggak jelas!!"
Mungkin, masalah bro oda bukan ttg "logis/tidak logis", tapi lebih ttg "fakta/fiksi". Kita sejauh ini belum pernah lihat ular bisa berkomunikasi dng manusia dengan menggunakan suatu bahasa yg sama.
Bagi saya pribadi, perihal "fakta/fiksi" bukan masalah yg krusial. Sebab, mau itu fakta atau fiksi, saya masih tetap bisa menarik makna. Pemaknaan inilah yang lebih krusial bagi saya pribadi (dan, seharusnya, bagi setiap orang).
Saya disini juga sudah berusaha menangkap/mengertikan maksud budi ... namun nihil juga . Saya masih nggak/belon mengerti ttg "fenomena eror" tsb, bud.
Sebenarnya sederhana saja kok maksud saya. Error itu artinya nggak sebagaimana mustinya. AdamHawa melanggar perintah Allah --> ini kan error. AdamHawa takut sama Allah --> ini kan error juga. Dst dst
Dari masukan budi ttg bad parenting / favoritisme ... bukankah ini faktor eksternal bagi KainHabil ?
Ya itu faktor eksternal dalam artian ia bersumber dari AdamHAwa, bukan dari diri KainHabil sendiri. Namun, yg eksternal ini pada akhirnya "menjalar", atau mempengaruhi diri KainHabil sendiri (internal).
Saya masih belon bisa membayangkan, kayak begimana (seperti apa) seorang bayi manusia yang bernatur rusak (internal) ??. Sulit, sungguh sulit buat saya ketika melihat bayi / balita, sementara di benak ada pedoman bhw mereka ber-natur rusak ---> berangkat dari sini, ujung2nya berkata dalam hati "tuh gara2 Adam makan buah, bayi2 (termasuk bayi KainHabil) jadi terlahir bernatur rusak" (padahal sementara itu saya sendiri nggak/belon bisa menjabarkan biru)Mungkin budi bisa tolong jelaskan biru ?
Pasca-Kejatuhan, setiap bayi akan terlahir dengan natur yang rusak. Artinya, terlahir ke dalam natur rusak. Misal:
- Ortu yg alkoholis akan menyebabkan janinnya nggak sehat (ini bicara soal biologi).
- Setiap bayi yang brojol lansgung menghirup udara kotor dunia. Udara di dunia ini kotor karena ulah manusia (ini bicara ekologi)
- Setiap bayi yang diasuh akan dilihat sebagai penerus tahta atau warisan, atau dilihat sebagai pembawa gengsi ortunya sehingga ia harus pintar, harus ber IQ,EQ,SQ tinggi dst dst (ini bicara sosiologi)
- Setiap bayi akan dilihat sebagai beban ekonomi sehingga ia berubah jadi angka2 di atas kertas (ini bicara ekonomi)
- Setiap bayi akan melihat ortunya bertengkar, mendengarkan ucapan2 kasar dari tetangga, dari sinetron, dari sekolah dan dari situ belajar ttg konsep normal/tak normal, baik/tak baik, benar/salah (ini bicara psikologi)
- Dst dst dst
Bro oda mungkin akan melihat itu semua sebagai faktor eksternal. Dan, ya, itu semua mungkin memang eksternal, tapi yang eksternal itu akan merajut natur internal si bayi sehingga bayi pun bernatur rusak.
Hm... kayaknya kita akan naek bianglala dufan gak brenti brenti nih bud ... wkwkwk . Kalo budi udah gerah, cape atopun bosen - yah gpp gak usah di respond post2 saya. Saya mengerti kok .
Hehehe ga pa-pa , bro oda. Saya tertarik dengan proses diskusi kita kok.
Cheers