Martin Luther dan John Calvin mempunyai pendapat bahwa setelah manusia jatuh dalam dosa, maka manusia mengalami kerusakan total (total depravity), sehingga seolah-olah manusia tidak mempunyai kehendak bebas (free will) dan pada akhirnya menuntun pada pendapat double predestination. Namun, Gereja Katolik mengajarkan, bahwa ketika manusia pertama melawan Tuhan, maka mereka kehilangan sesuatu di luar kodrat mereka (infused knowledge, bebas dari penderitaan, tidak dapat mati, tunduknya kedagingan terhadap akal budi) dan sesuatu yang bersifat adi-kodrati, yaitu rahmat pengudusan (sanctifying grace). Namun, manusia tidak sepenuhnya rusak dan tetap mempunyai kehendak bebas dan mempunyai kemampuan untuk bekerjasama dengan rahmat Tuhan. Kita melihat perjuangan para Bapa Gereja yang mempertahankan kehendak bebas dari manusia ketika mereka melawan pengajaran sesat dari Gnostic, Manichean dan Albigensian , yang menolak kehendak bebas manusia. Dalam Konsili Trente, dalam Degree of Justification, can.5 dituliskan sebagai berikut “If anyone shall say that after the sin of Adam man’s free will was lost and destroyed, or that it is a thing in name only, indeed a title without a reality, a fiction, moreover, brought into the Church by Satan: let him be anathema.” atau “Jika seseorang mengatakan bahwa setelah dosa dari Adam kehendak bebas manusia hilang dan rusak, atau bahwa itu adalah sesuatu yang hanya nama saja, sebuah sebutan tanpa suatu realitas, sebuah fiksi, lebih lanjut, dibawa ke dalam Gereja oleh setan: biarlah dia anatema.” Pandangan Gereja ini bukan untuk menempatkan rahmat Allah dalam proses keselamatan lebih rendah daripada kehendak bebas manusia. Justru, Gereja juga mengajarkan bahwa tanpa rahmat Allah, manusia tidak dapat sampai ke Sorga. Dengan kata lain, Gereja senantiasa memperjuangkan pengajaran keduanya, yaitu rahmat Allah dan kehendak bebas yang saling terkait dan mengantar manusia pada keselamatan, seperti yang juga diajarkan oleh St. Agustinus.
Rom 9:22 memang menuliskan “Jadi, kalau untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan.” Namun bukan berarti bahwa kita semua adalah benda-benda kemurkaan yang disiapkan untuk kebinasaan, karena Tuhan juga berfirman bahwa “[Tuhan] menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1Tim 2:4) Jadi Rom 9:22 bukan ingin menekankan bahwa semua manusia adalah rusak, melainkan benda-benda kemurkaan-Nya adalah orang-orang yang dengan kehendak bebasnya menolak pemberitaan kabar gembira. Menaruh pengharapan akan belas kasih Allah, rasul Paulus tetap berdoa bagi mereka (lih. Rom 10:1) dan terus melakukan segala sesuatu untuk keselamatan mereka (lih. Rom 11:14). Kalau memang orang-orang tersebut pasti tidak diselamatkan karena telah ditakdirkan masuk neraka, maka rasul Paulus tidak perlu berdoa maupun berusaha melakukan segala sesuatu agar mereka juga dapat diselamatkan.
Tentang kehilangan iman, maka kita dapat melihat di 1Tim 1:18-19, yang menuliskan “Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni. Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka.” Lebih lanjut Katekismus Gereja Katolik menjabarkan tentang ketabahan dalam iman sebagai berikut:
KGK 162 Iman adalah satu anugerah rahmat yang Allah berikan kepada manusia. Kita dapat kehilangan anugerah yang tak ternilai itu. Santo Paulus memperingatkan Timotius mengenai hal itu: “Hendaklah engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni. Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka” (1 Tim 1:18-19). Supaya dapat hidup dalam iman, dapat tumbuh dan dapat bertahan sampai akhir, kita harus memupuknya dengan Sabda Allah dan minta kepada Tuhan supaya menumbuhkan iman itu (Bdk. Mrk. 9:24; Luk 17:5; 22:32.). Ia harus “bekerja oleh kasih” (Gal 5:6; Bdk. Yak 2:14-26.), ditopang oleh pengharapan (Bdk. Rm 15:13.) dan berakar dalam iman Gereja.
Syalom