Kan biar keren dikit.... bilangnya analisis. ya ngga ?
Bukti pendukungnya ya itu tadi,.. mobil esemka,.. mana kelanjutannya ga ada kan...?
Mobil esemka itu cuma sarana memuluskan jokowow jadi RI 1.
Megawati sekarang sudah kehabisan "tenaga" untuk maju capres (Potong bentar - harusnya namanya diganti jadi desiwati atau centiwati),.. untuk itu dia perlu "pion" yg bisa dipakai untuk melaksanakan tujuan2 nya dan partainya.
Gitu kira2 analisis gavin tuturuga.
Nah, mari kita bicara politik.
Jokowi sejatinya bukan tokoh PDIP, ia hanya anggota yang tidak dikenal.
Namanya justru naik karena prestasinya saat menjadi walikota Solo.
Prestasinya menggusur PKL dengan cara yang manusiawi, melucuti senjata satpol PP, menjadikan Jokowi disukai dan selalu diberitakan oleh media, termasuk media nasional.
Mobil esemka, hanyalah uji coba Jokowi untuk masyarakat solo, bukan Jawatengah, terlebih lagi bukan dalam skala nasional.
Bahkan, Jokowi sebenarnya hanya di plot untuk duduk sebagai gubernur JawaTengah, bukan DKI, apalagi duduk sebagai RI-1. Karena yang di plot menjadi DKI-1 seatinya adalah Ganjar Pranowo.
Untuk posisi capres, PDIP sejak awal menetapkan ketum nya yang adalah Megawati, bukan yang lain. Karena mau tidak mau, sistem yang mirip feodalistis masih berlaku di PDIP, kalaupun bukan Mega, yang akan dicalonkan adalah Puan, yang putri Mega dan Taufik, bukan petinggi PDIP yang lain, seperti Ganjar; Maruarar; Tjahjo Kumolo; ataupun petinggi partai yang lain, terlebih lagi Jokowi yang bukan petinggi partai.
Tetapi PDIP bisa melihat, bahwa figur Jokowi disukai masyarakat, diterima baik oleh pers nasional, dan namanya dikenal. Maka, ketika DKI pilkada, dicalonkanlah Jokowi, dan ternyata sukses. Nama Jokowi justru melejit semakin jauh, bahkan mulai ada suara untuk menjadikan Jokowi sebagai Presiden. Suara suara ini awalnya bukan dari para petinggi partai PDIP, tetapi justru dari bawah, dari yang disebut akar rumput.
Ketika suara pencapresan Jokowi menguat, para petinggi partai, terlebih lagi Megawati pastilah terkejut. Karena kalau Jokowi menjadi capres berarti Jokowi akan melangkahi seluruh petinggi partai yang sudah ada saat ini, termasuk melangkahi Megawati sendiri. Itulah mengapa Jokowi tidak pernah mau dan berani menyatakan diri MAU menjadi presiden.
Tetapi, Megawati dan PDIP tentulah bukan politisi bodoh, yang tidak bisa melihat keadaan dan kenyataan. Mereka bisa melihat secara realistis, bahwa dukungan kepada pencapresan Jokowi bukanlah rekayasa, dan peluang Jokowi memenangkan pilpres pastilah mendongkrak PDIP secara keseluruhan. Maka, walau belum jelas dinyatakan, dukungan Mega kepada pencapresan Jokowi mulai terlihat, walau masih berupa isyarat isyarat, bukan dan belum dinyatakan secara terbuka.
Itu analisis politik saya.
Syalom