Oktober 30
Selalu Melihat ke Atas
Ketika Makarius tinggal di gurun bagian atas, dia adalah satu-satunya orang yang tinggal menyendiri, tetapi lebih ke bawah lagi ada gurun lain tempat beberapa rahib tinggal.
Suatu hari, dia memandangi jalan dan melihat Setan datang dengan rupa seperti manusia, melewati tempat tinggal Makarius. Tampaknya setan itu sedang memakai baju katun yang penuh dengan lubang dan sebuah termos kecil tergantung pada masing-masing lubang tersebut.
Makarius berkata kepadanya, “Hai, tuan, kau hendak ke mana?”
Katanya, “Aku hendak mengacaukan ingatan para rahib.”
Makarius berkata, “Termos-termos kecil itu untuk apa?”
Jawabnya, “Aku membawa makanan bagi mereka untuk dicicipi.”
Pertapa itu berkata, “Ada banyak macam?”
Jawabnya, “Ya, jika seorang rahib tidak menyukai satu jenis makanan, aku akan menawarinya yang lain, dan jika dia juga tidak menyukai yang kedua, aku akan menawarkan yang ketiga; dan dari semua jenis ini, paling tidak dia akan menyukai salah satu.”
Dia terus berbicara; sedangkan Makarius tetap memperhatian jalan sampai dia melihatnya kembali lagi.
Ketika dia melihat setan itu, dia berkata kepadanya, “Semoga engkau sehat-sehat saja.”
Jawabnya, “Bagaimana aku bisa sehat?”
Pertapa itu bertanya apa yang dia maksudkan dan dia menjawab, “Karena mereka semua menentangku dan tak seorang pun yang menerima ku.”
Makarius berkata, “Oh, jadi kau tidak menemukan seorang teman pun di sana?”
Jawabnya, “Betul, aku punya seorang teman rahib di sana. Setidaknya dia mentaati aku dan ketika dia melihatku, dia berubah seperti angin.”
Pertapa itu menanyakan nama rahib itu” “Teopemtus,” jawabnya dan kemudian dia pergi.
Kemudian Makarius bangkit dan pergi ke gurun bagian bawah sendiri.
Ketika para rahib mendengar hal ini, mereka mengambil dahan-dahan palma untuk menyambutnya.
Setiap orang siap, berpikir bahwa pertapa itu datang untuk mengunjunginya.
Tetapi dia bertanya siapa yang bernama Teopemptus dan ketika dia telah menemukannya, dia telah kembali ke selnya.
Teopemptus menerimanya dengan suka cita.
Ketika mereka sedang berdua saja, Makarius bertanya kepadanya, “Apakah engkau baik-baik saja?”
Teopemptus menjawab, “Terima kasih atas doa-doamu, semua baik-baik saja.”
Pertapa itu bertanya kepadanya, “Apakah pikiran-pikiranmu berperang melawanmu?”
Dia menjawab, “Sampai sekarang, baik-baik saja,” karena dia takut untuk mengakui segalanya.
Makarius berkata kepadanya, “Setelah beberapa tahun hidup sebagai asketis dan dipuji oleh semua orang, tapi nafsu kecabulan itu tetap menggangguku.”
Teotemptus berkata, “Sesungguhnya, abba, aku juga begitu.”
Makarius meneruskan dengan mengakui bahwa pikiran-pikiran lain masih berperang melawannya, sampai dia membuat mereka masing-masing mengakui dirinya.
Kemudian Makarius berkata, “Berapa lama engkau berpuasa?”
Jawabnya, “Sampai jam ke sembilan.”
“Berlatihlah berpuasa lebih lama lagi,” kata Makarius. “Bermeditasilah tentang Injil dan kitab-kitab yang lain; jika pikiran-pikiran buruk mendatangimu, jangan melihatnya tetapi selalu lihatlah ke atas dan Allah akan segera datang membantumu.”
Setelah dia memberi aturan tersebut kepada rahib itu, Makarius kembali menyendiri.
Dia sekali lagi mengawasi jalan raya dan ketika dia melihat setan itu dia berkata kepadanya, “Sekarang engkau mau apa?”
Setan itu menjawab, “Mengacaukan ingatan para rahib,” dan dia meneruskan perjalanannya.
Ketika dia kembali, orang kudus itu bertanya kepadanya, “Bagaimana keadaan para rahib?”
Setan itu berkata bahwa keadaannya jadi buruk dan Makarius menanyakan alasannya.
Jawabnya, “Mereka semua keras kepala, dan yang paling parah adalah teman yang biasanya paling taat padaku. Aku tidak tahu apa yang telah mengubahnya, tetapi dia tidak lagi mentaatiku; dia menjadi yang paling keras kepala di antara mereka semua. Jadi aku memutuskan untuk tidak turun ke sana lagi atau setidaknya untuk waktu yang lama.”
Setelah berkata demikian, setan itu pergi dan Makarius kembali ke selnya, memuji dan bersyukur pada Allah Sang Penyelamat.