Damai sejahtera Tuhan Jesus Kristus menyertai FIKers sekalian.
Trit yang hangat.
Di benak saya muncul pertanyaan sederhana. Jika setelah tahun 254 dimana Origen dari Alexandria, dan setelah tahun 303 dimana Eusebius dari Kaisarea, serta setelah tahun 367 dimana Batrik Aleksandria Atanasius, sesuai dengan:
Kanonisasi Perjanjian Baru dimulai sekitar tahun 200.[3] Pada saat itu mulai disusun daftar-daftar Kitab Suci yang kurang lebih resmi. Misalnya pada tahun 190 di Roma muncul sebuah daftar yang disebut Kanon Muratori. Kanon Muratori merupakan kanon tertua yang disimpan sebagai sebuah fragmen dalam sebuah naskah salinan dari abad VIII. Nama Muratori merupakan nama seorang pustakawan Milano,L.A. Moratori yang menemukan fragmen tersebut dan menerbitkannya pada tahun 1740.[4] Kanon ini berisi daftar kitab-kitab yang dipakai jemaat di Roma dan sejumlah karangan yang dianggap "palsu". Pada tahun 254, Origenes dari Alexandria juga menyusun sebuah daftar kitab. Tahun 303 Eusebius dari Kaisarea juga membuat daftar kitab. Tahun 367, Batrik Aleksandria Atanasius menyusun Alkitab Perjanjian Baru dengan jumlah 27 kitab. Daftar itu kemudian diterima oleh umat di bagian Timur. Sedangkan di bagian barat, umat menerima daftar yang disusun oleh Atanasius. Paus Inosentius I mengirim daftar itu ke Perancis pada tahun 419. Daftar ke 27 kitab itu kembali diperteguh dalam konsili Florence (1441), konsili Trente (1546) dan Konsili Vatikan I (1870),
apakah jika ada kisah yang mirip-mirip dengan kisah-kisah yang dikisahkan dalam hasil kanonisasi ketiga tahun itu, masih dapat diterima sebagai suatu yang mengandung kebenaran?
Jika pada ketiga waktu itu (tahun 254, tahun 303, dan tahun 367) sudah ada kumpulan kitab yang berisikan kisah mengenai Jesus Kristus, apakah kemudian bila sekonyong-konyong, ujug-ujug, tiba-tiba ada kitab atau kitab-kitab lain yang berisikan kisah-kisah yang mirip dengan kisah-kisah tentang Jesus Kristus, bisa diterima sebagai kisah yang benar?
Saya pikir, bisa saja. Dengan syarat, bila kitab atau kitab-kitab yang terakhir itu dapat membuktikan atau dibuktikan bahwa isi kitab itulah yang paling benar mengenai Jesus Kristus. Bila syarat itu tidak terpenuhi, menurut saya, terlalu naif bagi orang yang mempercayai kitab yang terakhir itu. Pun jika orang yang menyatakan diri sebagai penerima kisah-kisah itu sudah bertemu langsung dengan Tuhan, atau malaikat suruhan Tuhan, tetapi bersendirian saja,
akal sehat akan tidak akan menerima kesaksian yang tidak dapat dikonfirmasi itu.Perlu juga diingat bahwa, pihak yang mengaku menerima kisah-kisah itu adalah pemimpin kelompok dagang yang sudah banyak melakukan perjalanan dagang, yang selama perjalanan dagangnya pernah nginap, ato
in the cost ato numpang, ato apalah istilahnya di biara-biara keagamaan Kristen. Mengingat alat menyalin naskah pada jaman itu belum secanggih sekarang, apakah tidak mungkin, si pemimpin kelompok dagang itu mencoba mengingat-ingat kisah yang didengarnya dari biara-biara tempat kelompoknya numpang? Yang kemudian dipoles sedemikian rupa dan diaku-aku sebagai yang diterima langsung secara bersendirian?
Dari pertanyaan sederhana itu, saya sendiri menyimpulkan bahwa sesembahan Kristen, tidak sama dengan sesembahan Islam.
Dan jika saya menerapkan pertanyaan kunci yang diberikan orang tua saya (yang hanya seorang bintara kroco pilek), katanya,
"Anakku, bila engkau ingin mengetahui penyebab suatu kejadian atau peristiwa atau apapun, carilah siapa yang diuntungkan secara materi oleh kejadian atau peristiwa itu. Pihak itulah penyebabnya, atau perancangnya." Jika pertanyaan seperti itu saya terapkan untuk menguji kisah Jesus Kristus atau kisah Isa Al Masih, menurut hemat saya, sudah ketahuan siapa yang diuntungkan dengan adanya kisah itu. Kisah-kisah tentang Jesus Kristus, menurut saya, tidak menguntungkan siapa-siapa secara materi. Bila ada yang diuntungkan, itu hanya imbas saja. Berbeda dengan kisah-kisah Isa Al Masih. Kisah-kisah Isa Al Masih, jelas menguntungkan Arab.
Damai, damai, damai.