Author Topic: Berbahasa lidah menurut perspektif Kristen Orthodox  (Read 773 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline roderick

  • Global Moderator
  • FIK - Senior
  • *****
  • Posts: 476
  • Reputation Power:
  • Tanah airku tidak kulupakan
  • Denominasi: Eastern Orthodox
Berbahasa lidah menurut perspektif Kristen Orthodox
« on: August 24, 2012, 11:05:47 AM »
Berbahasa lidah menurut perspektif Kristen Orthodox

Rm. George Nicozisin

Berbahasa lidah, atau "Glossolalia," yaitu suatu praktek populer dalam banyak gereja saat ini, adalah sebuah fenomena yang dapat ditelusuri sampai sejak zaman para Rasul. Satu dekade yang lalu, berbahasa lidah didapati hanya dalam denominasi Pantekosta, KKR, pertemuan para Quaker dan beberapa kelompok Methodist. Kini, Glossolalia juga terjadi dalam beberapa Gereja Katolik Roma dan Protestan.

Gereja Orthodox Yunani tidak menghalangi penggunaan Glossolalia, namun memandangnya sebagai salah satu karunia kecil dari Roh Kudus. Jika Glossolalia telah hampir tidak pernah digunakan,  itu karena ia telah menyelesaikan tujuannya di zaman Perjanjian Baru dan tidak lagi diperlukan. Namun, bahkan ketika digunakan, Glossolalia adalah hadiah pribadi dan personal, suatu bentuk doa yang lebih rendah. Gereja Orthodox berbeda dari kelompok-kelompok Pantekosta dan Karismatik yang menganggap Glossolalia sebagai prasyarat untuk menjadi seorang Kristen dan saat dianggap dipenuhi Roh Kudus.

Serapion dari Mesir, seorang rekan St Athansios di abad keempat, meringkas teologi Orthodox Timur:

"Pengurapan setelah Baptisan adalah bagi Karunia Roh Kudus, bahwa setelah dilahirkan kembali melalui Baptisan dan dibuat baru melalui bejana pembaharuan, para calon baptis dapat diperbaharui melalui karunia-karunia Roh Kudus dan dimeteraikan dengan Meterai (baptisan) ini sehingga dapat terus berdiri teguh."

Uskup Maximos Aghiorghoussis, dari Keuskupan Orthodox Yunani Pittsburgh serta seorang  teolog Orthodox yang terkemuka  berkaitan dengan Roh Kudus menyatakan hal ini: "Bagi seorang Kristen Orthodox, Baptisan adalah Kebangkitan Paskah pribadi dan Pengurapan dengan Minyak (Krisma) adalah Pentakosta pribadi kita dan tanda berdiamnya Roh Kudus."

Ada dua bentuk Glossolalia:

Glossolalia Pentakosta yang terjadi seperti ini:
Lima puluh hari setelah peristiwa Kebangkitan, sementara para murid sedang berkumpul bersama-sama, Roh Kudus turun ke atas mereka dan mereka mulai berbicara dalam bahasa-bahasa lain. Orang Yahudi dari seluruh dunia yang beradab yang saat itu berkumpul di Yerusalem untuk merayakan Paskah berdiri dengan takjub ketika mereka mendengar para murid berkhotbah dalam bahasa tertentu dan dialek mereka sendiri-sendiri (seperti dalam Majelis PBB). Mereka memahami (bahasa-bahasa tersebut)!
   
Glossolalia Korintus yang berbeda. Rasul Paulus, yang telah mendirikan Gereja di Korintus, merasa perlu untuk menanggapi beberapa masalah mereka, yaitu pembagian kewenangan, masalah moral dan etika, ekaristi, masalah kematian dan kebangkitan dan bagaimana Karunia Roh Kudus dijalankan. Dalam 1  Korintus pasal 12, Rasul Paulus membuat daftar sembilan dari Karunia Roh Kudus, yaitu, pengetahuan, kebijaksanaan, karunia membedakan roh, iman, kesembuhan, mujizat, nubuat, berbicara dalam bahasa roh dan menafsirkan apa yang sedang dikatakan orang lain ketika berbicara dalam bahasa roh.

Secara khusus, Glossolalia Korintus merupakan kegiatan Roh Kudus yang turun atas seseorang dan membuatnya mengekspresikan secara eksternal kepada Allah, tetapi tidak dimengerti oleh orang lain. Pada Glossolalia Pentakosta, ketika berbicara dalam bahasa yang berbeda, baik pembicara maupun pendengar dapat mengerti apa yang diucapkan. Glossolalia Korintus adalah ucapan kata-kata, frasa, kalimat, dll, yang dimengerti oleh Allah tetapi tidak dipahami oleh orang yang mengucapkannya. Apa yang diucapkan perlu ditafsirkan oleh orang lain yang memiliki karunia penafsiran.

Ketika seseorang berbicara dalam bahasa roh, jiwanya menjadi pasif dan pemahamannya menjadi tidak aktif. Dia sedang dalam keadaan ekstase. Sedangkan kata-kata atau suara-suara tersebut adalah doa dan pujian, mereka tidak jelas maknanya dan memberi kesan sesuatu yang misterius. Gejalanya termasuk mendesah, keluhan-keluhan, erangan, teriakan dan ucapan-ucapan terputus, terkadang gembira dan juga ekstatik. Tidak perlu dipertanyakan lagi - Gereja Korintus mengalami Glossolalia; Rasul Paulus memberi kesaksian atas hal tersebut dan membahas juga hal itu. Tapi ia juga memperingatkan orang-orang Kristen di Korintus tentang penggunaannya yang berlebihan, terutama karena mengesampingkan karunia yang lebih penting lainnya.

Tampaknya Rasul Paulus diberi pertanyaan tentang karya Roh Kudus melalui Karunia-karunia tersebut. Wilayah Korintus sangat dipengaruhi oleh paganisme Yunani termasuk diantaranya demonstrasi, kegilaan, dan pesta pora, yang kesemuanya terjalin rumit dalam praktek keagamaan mereka. Pada masa setelah Homer, kultus pesta pora Dionysius masuk ke dalam dunia Yunani. Menurut kultus tersebut, musik, tarian berputar, kemabukan dan ucapan-ucapan memiliki daya untuk membuat manusia menjadi ilahi, untuk menghasilkan suatu kondisi di mana keadaan normal tertinggal, dan orang terinspirasi oleh apa yang dirasakan luar diri dan indranya sendiri.

Dengan kata lain, jiwa diandaikan meninggalkan tubuh, maka dari situlah muncul kata ekstasi (ek stasis). Mereka percaya bahwa sementara ciptaan itu meninggalkan tubuhnya, jiwanya bersatu dengan yang illahi. Pada saat itu, orang yang dalam keadaan ekstasi tidak memiliki kesadaran sendiri.

Gereja Korintus pada masa Rasul Paulus hidup di bawah pengaruh kultus Dionysius ini. Maka wajarlah jika mereka mendapati bahwa kesamaan tertentu ternyata lebih tidak asing dan justru menarik. Dengan demikian, Gereja Korintus mulai lebih menekankan pada karunia tertentu seperti glossolalia. Tidak diragukan lagi bahwa Rasul Paulus menjadi prihatin bahwa hubungan dan kenangan dari kehidupan lama mereka perlu diatur oleh karena keberadaan Glossolalia ini. Dalam pasal 14, ia mengatakan:

1Co 14:5  Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi lebih dari pada itu, supaya kamu bernubuat. Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya, sehingga Jemaat dapat dibangun.
1Co 14:6  Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran?


Offline roderick

  • Global Moderator
  • FIK - Senior
  • *****
  • Posts: 476
  • Reputation Power:
  • Tanah airku tidak kulupakan
  • Denominasi: Eastern Orthodox
Re: Berbahasa lidah menurut perspektif Kristen Orthodox
« Reply #1 on: August 24, 2012, 11:07:01 AM »
Masa Rasuliah adalah periode yang unik, kaya dengan fenomena luar biasa dan adi-kodrati, bagi sejarah umat manusia. Tuhan Allah menata ciptaan baru melalui Anugrah Putra-Nya, dan mewujudkannya kedalam kesempurnaan melalui Roh Kudus. Roh Kudus diberikan kepada pria dan wanita melalui banyak karunia untuk dijalankan. Salah satu karunia selama zaman Perjanjian Baru adalah Glossolalia. Namun bahkan sejak zaman Perjanjian Baru, tampaknya Glossolalia mulai berkurang tahap demi tahap. Rasul Paulus, tampaknya, menunjukkan kemudian dalam bab 14 bahwa Glossolalia harus diminimalkan sedangkan khotbah yang dapat dipahami harus dimaksimalkan. Yustinus Martir, seorang penulis pertengahan abad ke 2 membuat daftar beberapa jenis karunia namun tidak menyebutkan Glossolalia. Yohanes Krisostomus menulis banyak homili tentang Perjanjian Baru pada abad keempat namun tampak tidak menyebutkan Glossolalia seperti yang tercantum dalam surat 1 Korintus.

Banyak penulis Kristen, khususnya para mistikus, menulis tentang keadaan ekstasi selama pujian dan penyembahan, melihat penampakan kerajaan Allah, tentang apa yang mereka terima sebagai hidup kekal yang akan datang dengan Kristus, bagaimana Roh Kudus berbicara kepada mereka dan melalui mereka, kepada banyak orang. Tapi itu semua selalu dipahami, dimengerti, dan dalam bentuk komunikasi yang bisa dipahami manusia. Mungkin mereka tidak bisa sepenuhnya menjelaskan dalam bingkai dan referensi material duniawi, apa yang mereka lihat dan alami, namun mereka sadar dan sepenuhnya menyadari apa yang sedang terjadi. Mereka tidak berada dalam keadaan mati rasa (kesurupan). Bahkan para biarawan di Gunung Athos yang mengalami komunikasi ilahi dan telah mencapai tataran kekudusan yang tinggi, tidak berbicara dalam bahasa roh. Mereka berbicara dalam kata-kata yang jelas dimengerti dan mengucapkannya dalam nyanyian dan pujian bagi Allah dan kebenaran-Nya.

Lantas, bagaimana perspektif Kristen Orthodox mengenai Glossolalia? Sudut pandang Kristen Orthodox mengenai Glossolalia didasarkan pada kata-kata Rasul Paulus dalam pasal 14 dari surat yang sama,

1Co 14:18  Aku mengucap syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih dari pada kamu semua.
1Co 14:19  Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh.

Pada akhir pasal 12 Rasul Paulus mengatakan,

1Co 12:31  Jadi berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang paling utama. Dan aku menunjukkan kepadamu jalan yang lebih utama lagi.

yaitu: Kasih!

Gereja Orthodox tidak mengesampingkan Glossolalia. Dia hanya tidak menganggap itu sebagai salah satu dari yang terpenting. Lebih baik untuk "mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti ... dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh."

Inilah sudut pandang Kristen Orthodox.

http://www.orthodoxresearchinstitute.org/articles/misc/nicozisin_tongues.htm