baiklah kalau begitu,
om coba lebih detail dan perlahan lahan.supaya tahu dibagian mana mulainya kabur pengertiannya.
Jika Ananias percaya penuh, tentu apa yang disuruh Tuhan akan dia lakukan tanpa banyak Bantahan atau sanggahan.
Nah , iman yang tidak percaya penuh om istilahkan dengan iman yang tidak rela, mengingat bahwa bantahannya terfokus pada perbuatan saulus yang dahulu (track record perbuatan Paulus)
nah sampai disini dulu, apakah Nip sudah setuju atau belum setuju.
kalau sudah setuju om akan lanjut.
Tuhan Yesus Memberkati
han
Yap. Sampai disitu, dapat saya mengerti. Bahwa Ananias, meski terbilang sebagai murid Tuhan, dia masih terikat dengan kedagingannya, dia masih makan dan minum. Maka, ketika Tuhan memerintahkannya untuk pergi ke Jalan Lurus untuk menumpangkan tangan kepada Saulus, dia lupa bahwa yang berbicara kepadanya adalah Guru dan Tuhannya. Dia merasa bahwa yang berbicara dengannya adalah sahabatnya, yang sedang berdialog dengan dia. Karena itu, dia mencoba untuk membantah.
Bukan karena ketidakpercayaan kepada Tuhan, bukan karena keraguan kepada Tuhan, tetapi semata-mata karena Ananias belum menyadari yang berbicara kepadanya adalah Tuhan sendiri. Dalam pikiran Ananias, dia sedang bertukar pendapat dengan temannya, maka dia mencoba berargumen, bahwa Saulus itu sangat bengis kepada pengikut Tuhan.
Selanjutnya, Tuhan mengingatkan Ananias, bahwa Saulus itu adalah pilihan Tuhan. Dengan demikian, Ananias sadar sesadar-sadarnya, bahwa ketakutannya kepada Saulus si pembinasa Kristen itu harus dikalahkan, sebab Tuhan sendiri yang memilih Saulus untuk dijadikan alat Tuhan. Maka, dengan kepercayaan penuh, karena sudah disadarkan, dan tidak lagi memandang bahwa dia sedang bertukar pendapat dengan
partner bicaranya, Ananias pergi melaksanakan perintah Tuhan untuk menumpangkan tangan kepada Saulus.
Damai, damai, damai.