Muchsin Tertutup Setelah Masuk Pesantren
Penulis : Fabian Januarius Kuwado | Senin, 3 September 2012 | 20:34 WIB
Foto Muchsin Sanny Permadi (20) yang di duga adalah Muksin yang merupakan teroris Solo yang tewas saat terjadi baku tembak dengan Densus 88 di Solo.
JAKARTA, KOMPAS.com - Muchsin Sanny Permadi (20), seorang terduga teroris yang ditembak mati Densus 88 di Solo, Jawa Tengah, diketahui memiliki pergaulan yang baik di lingkungan rumahnya. Namun pemuda tersebut berubah menjadi pribadi yang tertutup setelah mendalami agama di pesantren di Jawa Tengah.
"Sebelumnya anaknya asik, nongkrong, ngobrol, suka jalan, ya namanya anak muda. Tapi setelah masuk pesantren, kayak jaga jarak. Paling kalau ketemu say hello doang," ujar Hendro (30), salah satu tetangga Muchsin kepada Kompas.com, Senin (3/9/2012) sore.
Muchsin sendiri tinggal di Gang Haji Latif, Nomor 26, RT 03 RW 03, Batu Ampar, Kramat Jati, Jakarta Timur. Pemuda kelahiran 30 Juli 1992 tersebut tinggal bersama ayahnya, Muslim Sanni Assidiqie (49) dan ibu tirinya Yatmi (41).
Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, hasil pernikahan sang ayah dengan istri pertama, Ani Yusmardiah. Namun, setelah Ani meninggal pada tahun 2003, sang ayah pun menikah lagi.
Dari istri kedua, sang ayah memiliki dua anak. Muchsin mengenyam bangku sekolah di SDN 11 Batuampar. Setelah itu, ia melanjutkan di SMP 126. Keduanya dekat dengan rumahnya.
Selepas SMP, sekitar tahun 2007, atas kemauan sendiri, ia melanjutkan untuk mendalami ilmu agama Islam di Pondok Pesantren Al-Muqmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, pimpinan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir.
Hendro sama sekali tidak menyangka Muchsin terlibat aktivitas terorisme. Pasalnya, Muchsin terlihat tidak menunjukan gelagat yang aneh setelah masuk pesantren. Hanya saja, sebelum Lebaran, dirinya sempat melihat Muchsin membawa teman-teman pesantrennya untuk menginap di rumahnya.
"Sebelum Lebaran pada kumpul temen-temennya. Katanya temen pesantrennya. Pada makan di rumahnya. Penampilannya sama semua, anak pesantren. Kita sebagai tetangga ya nggak curiga," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan tetangga lainnya, Ade (32). Semenjak ia mengetahui Muchsin melanjutkan sekolah di pesantren yang didirikan Abu Bakar Ba'asyir, ia sempat mengingatkan bahwa sang pendiri kerap dikaitkan dengan aksi teror bom di sejumlah wilayah di Indonesia. Namun Muchsin hanya menanggapi komentar darinya dengan datar.
"Saya pernah bilang, awas lu entar dijadiin teroris, nanti malah buat bom. Dia cuma senyum-senyum aja dibilang begitu," ujar Ade.
Seperti diketahui, Densus 88 Antiteror menggerebek sebuah rumah milik terduga teroris di Jl Veteran, Solo, Jawa Tengah, Jumat (31/8/2012) malam. Saat disergap, terjadi aksi saling tembak di antara keduanya. Dua orang terduga teroris atas nama Farhan dan Muchsin tewas di tempat. Sementara satu petugas Densus, Bripda Suherman turut jadi korban.
Tak hanya itu, di tempat terpisah, seorang terduga teroris lainnya, Bayu, ditangkap hidup-hidup di Karanganyar, Jawa Tengah. Diketahui, kelompok ini merupakan kelompok terorisme yang pernah bergabung dan melakukan latihan militer bersama Abu Sayaf di Mindanao, Filipina. Mereka kemudian masuk ke Indonesia dan melakukan aksi teror ke sejumlah pos kepolisian pada bulan Agustus 2012.
Ada tiga aksi teror di Solo yang melibatkan kelompok ini. Pertama, penembakan di Pos Polisi Singosaren, Solo, Jawa Tengah, Kamis (30/8/2012) malam. Kedua, aksi pelemparan granat di Bundaran Gladak, Jalan Jenderal Sudirman, Sabtu (18/8/2012). Pada kejadian tersebut, dua polisi terluka. Terakhir, kelompok ini beraksi dengan melakukan penembakan di Pos Polisi Singosaren, Solo, Jawa Tengah, Kamis (30/8/2012) malam. Seorang anggota Polsek Singosaren bernama Bripka Dwi Data Subekti meninggal dunia akibat luka tembak di bagian dada.
Editor :Ana Shofiana Syatiri
Aneh, kalau ada tempat begitu busuk, sehingga apapun yang masuk menjadi busuk, mengapa tempat busuk seperti itu dipertahankan terus? Masih kurang korbannya atau masih kurang kebusukan di negeri ini?