Damai sejahtera menyertai FIKers sekalian.
Selain itu, saya ingin menceritakan kisah perbedaan persepsi di antara peserta suatu diskusi. Ini sudah pernah saya ceritakan, tetapi saya lupa di mana saya post.
Begini.
Pada suatu diskusi yang diikuti beberapa orang, peserta diminta mengartikan apa gerangan arti "merah".
Si A, yang ternyata seorang penggoda wanita mengartikan "merah" ialah warna bibir gadis remaja. Apakah si A salah?
Si B, yang adalah seorang nasionalis sejati mengartikan bahwa "merah" adalah warna bendera. Apakah dia salah?
Si C, yang adalah seorang nelayan mengartikan bahwa "merah" adalah warna langit ketika fajar menyingsing, ato mentari hendak tenggelam. Apakah dia salah?
Dari pendefinisian oleh ketiga orang itu, tampaklah bahwa untuk mengartikan sesuatu, bisa saja terjadi varian di antara pihak yang mendefinisikan. Demikian juga dengan mengartikan Injil, belum tentu identik menurut seorang dengan orang lain. Apalagi pengertian oleh kelompok yang terdiri dari banyak orang, banyak pemikiran. Tetapi memang, bisa saja dicari kesepakatan, pengertian yang bagaimana yang disepakati digunakan?
Dalam hal trit ini, meski pertanyaan menggunakan kata Injil, dan jawaban menggunakan Injil juga, belum tentu persepsi Injil menurut konsepsi penanya dan penjawab adalah sama. Jadi, sebaiknya, memang harus saling mendengar. Bila masih terdapat sesuatu yang ingin diperjelas, tanya lagi. Namun, betapa sia-sianya kalau suatu pertanyaan sudah dijawab, tetapi mengulangi menanyakan lagi dengan pertanyaan yang sama tanpa memberitahukan di area mana penekanan yang diinginkan.
Damai, damai, damai,