Damai bagimu, Bud.
Bro Husada, sebenarnya apa yg bro sampaikan tsb memberi contoh langsung dari apa yg saya maksud dng pembaca sbg pemegang otoritas tertinggi dalam pemaknaan suatu teks.
Bagian2 yg saya tebali menunjukan lokasi pemegang otoritas tertinggi tsb, yaitu pembaca, yaitu bro husada sendiri.
Bagian2 yg saya underline juga merujuk pada diri bro husada sbg pembaca, yg merupakan partisipan yg “mencatat” , “mengharuskan” , dan “memutuskan skala kesesuaian”.
Dalam hal itu, Budi ada benarnya, bahwa otoritas untuk mengartikan suatu ayat, ada di pihak pembaca. Tetapi, itu untuk konsumsi dirinya sendiri. Ayat di
Scriptura tertulis apa, dan diartikan oleh pembaca bagaimana, maka penarikan pengertian seperti itu terserah pada pembacanya. Dalam hal seperti itulah saya artikan bahwa si pembaca memiliki otoritas, yaitu otoritas untuk mengartikan apa yang tertulis di
Scriptura sesuai dengan pemahamannya.
Namun kalau pengertian si pembaca tadi itu hendak disampaikan, atau diajarkan, atau di
sharingkan kepada orang lain, menurut saya, dengan mengacu ke Mat 28:20 itu, si pembaca tadi tidak kompeten, tidak berhak, tidak memiliki otoritas, jika dia bukan bagian dari ke-11 murid dan yang mereka tetapkan, yang mendapat otoritas mengajar.
Maksud saya, begini. Mari bayangkan ke masa Mat 28:20 itu disampaikan oleh Jesus Kristus sendiri. Mat 28:20 itu berada pada perikop
Perintah untuk memberitakan Injil yang ayat 16 berkata:
Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka. Ayat 20 berkata,
dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. Dari ayat 16, saya artikan bahwa yang mendapat otoritas, atau hak untuk mengajarkan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Jesus Kristus kepaa orang lain, adalah mereka yang ber-11. Padahal, saat itu, pengikut Jesus Kristus sudah banyak, terbukti dari kemana saja Jesus Kristus pergi, Dia selalu diikuti secara berduyun-duyun, lepas dari apa tujuan para pengikut itu. Jadi, pada saat itu,
walau pengikut Jesus Kristus sudah banyak, tetapi yang mendapat kewenangan, ato kompetensi, ato hak untuk mengajarkan segala seuatu yang diperintahkan oleh Jesus Kristus, adalah yang 11 orang murid perdanaNya. Pun kalau bertambah dari mereka ber-11, pertambahan itu adalah atas keputusan mereka.
Ringkasnya, apa yang tertulis di
Scriptura, pembaca mempunyai otoritas untuk mengartikannya sesuai pemahamannya.
Namun, orang itu tidak berhak mengajarkan pemahamannya itu kepada orang lain kalau dia bukan bagian dari yang 11 atau tambahan berdasarkan keputusan yang 11, yang menerima hak mengajar dari Jesus Kristus. Kalau karena kekerasan hati pembaca itu, dia memaksakan mengajarkan pemahamannya kepada orang lain, sementara dia bukan dari penerus hak mengajar, menurut saya, dia melampaui perintah Jesus Kristus.
Bro husada, sebenarnya apa yg saya sampaikan adalah hal yg biasa saja, alamiah saja, dan logis-logis aja. Pembaca pasti memegang otoritas tertinggi dalam pemaknaan suatu teks. Bahkan ketika ia memutuskan untuk meninggalkan interpretasi pribadinya demi berafiliasi pada interpretasi suatu kelompok, keputusan itu adalah atas otoritasnya sendiri.
Terimakasih Budi. Yang saya sampaikan juga, saya kira adalah yang biasa-biasa saja dan logis-logis saja. Saya sependapat.
Untuk yang saya garisbawahi itu, ingin saya tambahkan penjelasan begini.
Jika interpretasi pribadi seseorang
berbeda dari interpretasi pemegang hak mengajar berdasarkan Mat 28:20 itu, maka interpretasi orang itu wajib diafiliasikan kepada interpretasi pemegang hak mengajar. Jika orang itu tidak mau mengafiliasikan interpretasinya kepada interpretasi pemegang hak mengajar, maka dia bukan bagian dari kelompok pengikut Kristus, meskipun dia hafal isi
Scriptura. Karena, Mat 28:20 memberikan hak mengajar hanya kepada 11 murid perdanaNya yang diundang ke bukit seperti yang dikatakan pada Mat 28:16, walaupun pada masa itu, pengikut Kristus sudah banyak, yaitu mereka yang selalu berduyun-duyun mengikuti kemana Jesus Kristus mengajar. Menurut pemahaman saya, jika seseorang mengajar, padahal dia tidak memiliki kompetensi, atau otoritas, atau hak mengajar, maka apa yang diajarkannya adalah menurut seleranya sendiri.
Salam
Damai, damai, damai.