Damai sejahtera Tuhan Jesus Kristus menyertaimu, Bud.
Kerna
posting-an Budi ini merupakan respon terhadap
posting-an Dmikael yang mencantumkan Odading dan Husada, saya pikir, saya patut merespon juga atas apa-apa yang saya pikir perlu saya sesuaikan dengan apa yang saya artikan.
Saya baru tahu kalo metafor ternyata bisa dihegemoni juga hahaha....
Kalau boleh diperjelas, mengapa Budi sampai pada pernyataan seperti itu? Pihak mana yang menghegemoni apa?
Jadi, kesimpulannya: hubungan antara katholik dan protestan tidak boleh digambarkan dengan pohon dan cabangnya. Penggambaran pohon dan cabang itu eksklusif milik grup tertentu saja, yg lain nggak boleh pakai karena pasti salah
Bud, saya pikir, tidak ada pembatasan bahwa penggambaran sesuatu harus dengan sesuatu oleh pihak tertentu. Sepanjang penggambaran itu berterima oleh semua pihak, saya pikir tidak masalah.
Kalo Budi menggambarkan hubungan Katolik dengan Protestan itu seperti percabangan pohon, seperti saya sampaikan, saya kurang sependapat dengan alasan:
1. Suatu cabang, tumbuh dengan normal, mulai dari tunas, ranting, dan kemudian cabang. Timbulnya Protestan, saya pikir tidak seperti itu (tidak normal), melainkan timbul dari pemisahan diri [saya istilahkan dengan patahan (somplakan)], yang kemudian tumbuh dan berkembang, dan saling patah lagi, yang semuanya menghasilkan kumpulan yang saling independen.
2. Kalau percabangan, tentu buah dari cabang satu dengan cabang lain, adalah sama. Kenyataannya, Katolik dan Protestan tidak menghasilkan buah yang sama, kan?
3. Kalau percabangan, tentu ada pangkalnya, yang merupakan poin dimana Katolik dan Protestan bersatu. Kenyataannya, sejak berdirinya, Protestan merupakan independen kepada Katolik.
4. Mengingat Tuhan Jesus Kristus mendirikan
hanya satu jemaat, maka bila kemudian hari ada kelompok yang menyatakan diri didirikan oleh Tuhan Jesus Kristus, saya akan sulit memahami itu, sebelum melihat bukti bahwa Tuhan Jesus Kristuslah yang mendirikannya. Saya kira, Alkitab tidak mensinyalkan bahwa jemaat yang didirikan oleh Tuhan lebih dari satu. Tuhan bilang,
"Supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita".
Anyway, ini kan gara-gara saya bawa2 pohon dan cabang. Mungkin ada baiknya saya jelaskan awalnya saya memunculkan metafor "pohon dan cabang" itu. Dengan metafor itu, saya cuma mau bilang "sama tapi ada bedanya, beda tapi ada samanya". Gitu aja loh
Ooo... begitu. Saya pikir, kalau Budi sudah melihat respon dari kawan-kawan, tentu Budi bisa menentukan apakah maksud awal Budi itu terpenuhi atau tidak. Terpenuhi atau tidak, Budi merdeka ingin menggunakan metafor itu seperti yang Budi maksudkan mula-mula atau tidak.
(saya sadar kalo klarifikasi saya ini nggak akan berpengaruh apa-apa. "Fakta sejarah" bahwa saya yg membuat metafor tsb tidak akan menghalangi munculnya interpretasi-interpretasi yg berbeda2, yg bahkan bertentangan dengan maksud original saya. Nilai historisitas/originalitas metafor tsb tidak menjadi tuan atas pemaknaannya.... Tapi, sepertinya giliran ketika bicara gereja dan Alkitab, mendadak "fakta sejarah" jadi tuan. Hahaha... lucu nggak, sih? )
Bud, saya kira, dengan logika kita masing-masing, kita merdeka menentukan pemaknaan yang paling sesuai menurut kita. Iya, kan?
Karena saya baru tahu kalo metafor pohon dan cabang ternyata sudah jadi "milik" grup tertentu, ya sudah saya kembalikan saja metafor itu kepada yg empunya.
Menurut saya, tidak ada 'hak paten' bahwa suatu metafor hanya milik pihak tertentu.
Di atas-atas, saya sempet posting ini:
mudah-mudahan elemen metafor kunci hex, kunci torx, sapu ijuk, sapu lidi, pohon kelapa, tukang bakso, tukang siomay belum dihegemoni siapa-siapa. Tapi, kalo ternyata udah, ya kasih tahu aja, ntar saya ganti lagi.
Emang, ada yang menghegemoni, Bud?
Salam
Damai besertamu, Bud.