Lagi-lagi saya mlihat sptnya Oda dan beberapa rekan disini jatuh pd pandangan utk 'sama sekali tidak boleh mhakimi' atau 'mhakimi itu dosa' atau 'mhakimi itu haram sama skali'.
oalaaah... nggak begitu siip ...
.
Skali lagi bro,
Mhakimi itu sangat baik dan harus dilakukan dalam kondisi yg tepat.
Bold inilah yang saya maksudkan. Dan bukan hanya kondisi aja, (imo) termasuk situasi, jenis besar/kecil kesalahan, relasi, dlsb.
Dan saya sangat sependapat dari masukan siip pada kata "
judgmental" dimana yg saya tarik pengertian dari ayat "jangan menghakimi", itu bisa termasuk "jangan judgmental",
gunakan hati nurani, sudahlah, maafkanlah, mengalah, dlsb.
Kata "menghakimi" dari kalimat "jangan menghakimi" ---> di pov saya, tentu ini dalam ranah
"menghakimi" in a negative sense dan tidak ditujukan buat sso yang profesinya hakim dan sedang menjalankan tugasnya. Menjadi janggal kalo ayat melarang sso utk menghakimi dimana maksud ayat adalah
menghakimi yg positive sense.Kl sso mlihat orang lain jelas-jelas berbuat salah dan mlanggar praturan yg sudah jelas tapi tidak berbuat apa-apa thd pelanggaran itu, ini malah keliru besar.
IMO - nggak selalu bhw itu keliru besar kalo Cuplis tidak melaporkan ke yg berwenang bhw adiknya si Unyil merokok didalam ruangan yg bertanda jangan merokok, siip
(dimana saat itu mereka cuma berdua didalam ruangan).
Dan sekalipun Unyil bukan siapa2nya Cuplis, nggak selalu pasti bhw itu keliru besar kalo Cuplis tidak melaporkan ke yg berwenang.
Ayat menggunakan kata "selumbar" -
(di pov saya) sikon Unyil merokok bisa selumbar di pov Cuplis.
Terlepas apakah ada balok dimata Cuplis, dia dicegat ayat "jangan menghakimi" sebelum dia bertindak melapor ke yang berwenang. Oleh karena itulah saya libatkan sikon, relasi, tingkat toleransi kesalahannya, besar/kecil kesalahan, dll.
Mksd ayat itu adalah, sebelum sso mhakimi:
1. Lihat dulu apakah aturannya jelas
2. Lihat dulu apakah kesalahannya jelas (bdsk fakta dan ksaksian)
3. Lihat dulu siapa yg berwenang mjatuhkan sanksi
4. Lihat dulu kondisi diri sendiri
5. Jika 1, 2, 3, 4 sudah jelas, maka treatment kpd si pelanggar dpt dilakukan dg mentalitas PB (bukan Taurat)
Kalo saya : (pada event ybs memang jelas2 salah)
- lihat dulu besar/kecilnya kesalahan
- lihat dulu tingkat yg masih ditoleransi thdp suatu hal
- mencoba cari tau/sebisabisanya/berusaha ngerti-in latar belakang (motif) ybs berbuat salah
- jangan buru2 memaki ataupun menjelekan sso (judmental)
- jangan buru2 melapor ke pihak yg berwenang (judmental)
Ketika 1,2,3,4 tidak jelas, maka jangan sembarang mhakimi krn kasusnya ngga ada.
Ayat tsb saya mengertikan dalam ranah kejadian/peristiwa sehari hari .... bukan sesuatu yg
special case, siip.
So, sekalipun
kasus-nya ada :
mr.X maling roti, orang laen gak ada yg liat cuma Cuplis aja yg kebetulan ngliat .... di pengertian saya : Cuplis dicegat ama ayat tsb. Secara pribadi, saya merasa dicegat ayat itu - shg saya tidak akan melaporkan ke security disekitar situ
. Apakah kalo blakangan ternyata dari kamera cctv mr.X itu ketauan orang laen dan digebukin ataupun dibawa ke kantor polisi - saya telah keliru besar dan bertindak sebagai kaki tangan ? Saya serahkan itu keputusannya ama Tuhan, yang pasti BUKAN karena saya masa-bodoh diemin itu mr.X mencuri atopun mendukung perbuatan si mr.X - namun gak tega kalo mr.X itu sampe ketangkep yg mungkin bisa digebugin karena saya berteriak :
"hei... tu orang mencuri ROTI !" Pada sikon spt ilustrasi diatas, saya gak percaya siip tidak melakukan spt saya ... bahkan mungkin siip melakukan lebih - mencari mr.X dan lalu menasehatinya...
.
Phatikan kata-kata Tuhan:
Luk 17:3-4
Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia.
Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia."
Nyambung dg ini:
Mat 18:15
Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.
Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan.
Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.
Ayat diatas (imo) adalah "pendahulu" sebelum "jangan menghakimi"
.
Sekarang berdasarkan ayat tsb, saya kembangin : berbuat dosanya adalah mencuri.
Kita tahu peraturan pemerintah bagi pencuri adalah mendapat hukuman dari pihak yg berwenang.
Apabila saudaramu berbuat dosa (mencuri ayam tetangga)
tegorlah dia di bawah empat mata :
"kamu jangan nyuri ayam tetangga donk, gak baek... kesian kan tetangganya..."Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. :
"oh iya... maapin saya ya kak... saya khilaf - karena sebel ama tetangga waktu itu saya liat dia nyuri sendal saya"Bereskah ? ataukah keliru besar karena tidak dilaporan ke yg berwajib ?
.
Jika ia tidak mendengarkan engkau :
alah biarin aja ... toh dulu saya liat dia juga nyuri sendal saya bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. : ayah ibu dipanggil :
benar nak... kamu gak boleh mencuri, itu perbuatan gak baek...Jika ia tidak mau mendengarkan mereka :
pak, bu ... masalahnya dia dulu juga pernah nyuri sendal saya... ya gapapalah kalo sekarang saya nyuri ayamnya... lagian kan cuma ayam bu, bukan nyuri keperawanan anak perempuannya ..sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Pendeta :
nak... mencuri itu dosa nak ... nanti Tuhan marah ... besok2 HP kamu di curi orang laen loh ... kan kamu gak mau ampe HPmu ilang kan ? Hayuk, kita bertobat bareng2 ...Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat :
jangan kuatir pak Pendeta ... HP saya akan saya kalungin di leher terus... gak bakal ilang deh... pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukaiAyat tidak menyatakan : laporkanlah ke yang berwajib
Ilustrasi diatas menjadi gak bisa "masuk" - apabila dosanya adalah membunuh ataupun merampok bank ---> shg menimbulkan pertanyaan : Apakah tindakannya cukup s/d
pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai ?
Kesimpulan saya, ayat2 diatas juga termasuk kasus2 "ringan" - terjadi didalam hidup keseharian.
Mudah2an sampe sini, siip nggak ngirain saya spt ungu paling atas lagi ... hehehe
salam.