@pinoq
Bila bisa disimpulkan begitu, pertanyaan saya berikutnya: bagaimana orang bisa mengenal Kristus dengan baik? Maksud saya: dengan tolok ukur apa orang bisa yakin bahwa ia telah mengenal Kristus yang benar, bukan Kristus yang palsu? Atau, dengan tolok ukur apa orang bisa yakin bahwa iman yang ia punya adalah iman yang menyelamatkan, bukan iman yang palsu?
Saya menanyakan hal ini karena saya teringat ayat di Matius: "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku,'Tuhan, Tuhan!' akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku, 'Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itu Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata, 'Aku tidak pernah mengenal kalian! Enyahlah daripada-Ku, kalian semua pembuat kejahatan!........" Ayat tsb menunjukan bahwa pengenalan akan Kristus bukan hal yg mudah.
Begini bro, saya berikan uraian saja ya, setelah itu bisa anda coba simpulkan sendiri.
A, adalah seorang pemuda, dari keluarga miskin beragama Kristen, bersekolah hingga sarjana, bekerja giat rajin dan jujur. Menikah dengan seorang gadis yang dicintainya, memiliki seorang anak yang gadis lucu. Keluarga mereka saling mencintai dan penuh rasa syukur. Setiap minggu mereka rajin ke gereja, memberikan persembahan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Hingga suatu saat si istri kena penyakit kanker payudara, dan berujung pada kematian. Sementara A karena terlalu banyak mengurusi istrinya selama sakit pekerjaannya menjadi terbengkalai, dan berujung pada PHK. Di saat masalah seperti itu, sang anak terkena demam berdarah, dan harus masuk rumah sakit untuk menerima transfusi. Biaya tidak punya, pekerjaan tidak ada, kebutuhan uang mendesak. A bersujud dan berdoa, menyerahkan seluruh masalahnya kepada Tuhan, berterima kasih atas semua yang telah diterimanya selama ini, bersyukur bahwa ia masih diberi kesempatan merawat anaknya, dan dengan rendah hati ia menyerahkan masalahnya kepada Tuhan.
B, adalah seorang pemuda, dari keluarga miskin beragama Kristen, bersekolah hingga sarjana, bekerja giat rajin dan jujur. Menikah dengan seorang gadis yang dicintainya, memiliki seorang anak yang gadis lucu. Keluarga mereka saling mencintai dan penuh rasa syukur. Setiap minggu mereka rajin ke gereja, memberikan persembahan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Hingga suatu saat si istri kena penyakit kanker payudara, dan berujung pada kematian. Sementara B karena terlalu banyak mengurusi istrinya selama sakit pekerjaannya menjadi terbengkalai, dan berujung pada PHK. Di saat masalah seperti itu, sang anak terkena demam berdarah, dan harus masuk rumah sakit untuk menerima transfusi. Biaya tidak punya, pekerjaan tidak ada, kebutuhan uang mendesak. B, berdoa dan bertanya kepada Tuhan, apa salahnya, apa yang telah dilakukannya sehingga mendapat beban sedemikian berat, sehingga tidak dapat ditanggungnya. B mohon Tuhan mengangkat masalah yang menghimpitnya, karena ia sudah tidak kuat lagi.
Dari dua contoh itu, A dan B, mana yang menurut anda lebih beriman? Mereka berada pada kondisi yang sama, dengan beban yang sama, tetapi respon berbeda.
Manusia dapat denan mudah bersyukur dan berterima kasih saat mendapat berkat berlimpah, tetapi masihkan rasa syukur dan terima kasih terucap saat prahara dan kesesakan menimpa kita? Di sini adalah rasa syukur dan terima kasih, bro, bukan doa dan permohonan lho.
Bisakah saat kita terjerembab tak berdaya, kita masih bisa bersyukur dan berterimakasih, serta berserah pada Tuhan? Atau kita mulai menghitung apa yang kurang yang saya lakukan sehingga Tuhan membalas saya seperti ini? Apa dosa saya? Apa yang membuat Tuhan murka? Mengapa orang orang yang kurang 'beriman' dibanding saya mendapat berkat lebih banyak dari saya?
Bisakah kita berlutut seperti Jesus di taman Getsemani, dan berdoa 'Terjadilah padaKu menurut kehendakMu'
Syalom