Author Topic: Tentang efektifitas penebusan Kristus  (Read 13314 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline pinoq

  • FIK - Full
  • ***
  • Posts: 223
  • Reputation Power:
  • Denominasi: belum pasti
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #90 on: August 18, 2012, 05:57:36 AM »
@bruce (dan rekan lain juga boleh menimpali)

Tambahan:

Supaya bisa menghendaki atau mengingini, tentunya orang perlu mengetahui dulu obyek yg bisa dikehendaki atau diingininya.

Kalau orang berkehendak dulu baru beriman maka:

- orang beriman kepada Kristus karena ia tahu ttg hal-ihwal penebusan dosa Kristus dan efektifitasnya (surga/neraka) lalu berkehendak untuk mempercayainya.
- orang tidak beriman kepada Kristus karena ia tahu ttg hal-ihwal penebusan Kristus dan efektifitasnya (surga/neraka) lalu berkehendak untuk tidak mempercayainya.

Begitu? Bila memang begitu, pertanyaan saya:

1. Darimana pengetahuan itu? Siapa yg berperan utama sebagai resource pengetahuan tsb, Allah atau manusia?
2. Tolong lihat kembali kata-kata "berkehendak..." yg saya cetak tebal di dua poin di atas, motif atau rationale atau impulse apakah yang membuat orang bisa berkehendak seperti itu?

bruce

  • Guest
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #91 on: August 18, 2012, 10:05:28 AM »
@bruce (dan rekan lain juga boleh menimpali)

Tambahan:

Supaya bisa menghendaki atau mengingini, tentunya orang perlu mengetahui dulu obyek yg bisa dikehendaki atau diingininya.

Kalau orang berkehendak dulu baru beriman maka:

- orang beriman kepada Kristus karena ia tahu ttg hal-ihwal penebusan dosa Kristus dan efektifitasnya (surga/neraka) lalu berkehendak untuk mempercayainya.
- orang tidak beriman kepada Kristus karena ia tahu ttg hal-ihwal penebusan Kristus dan efektifitasnya (surga/neraka) lalu berkehendak untuk tidak mempercayainya.

Begitu? Bila memang begitu, pertanyaan saya:

1. Darimana pengetahuan itu? Siapa yg berperan utama sebagai resource pengetahuan tsb, Allah atau manusia?
2. Tolong lihat kembali kata-kata "berkehendak..." yg saya cetak tebal di dua poin di atas, motif atau rationale atau impulse apakah yang membuat orang bisa berkehendak seperti itu?

Tidak semudah itu anda/kita pisah pisahkan, bro.

Percayalah, tidak ada seorangpun, tiba-tiba tanpa sebab, berkata 'saya tertarik menjadi Kristen' atau tanpa sebab ia tiba tiba berkata 'Saya percaya Jesus itu Tuhan'.

Semua ada prosesnya, dan semuanya saling bersinggungan.

Seorang nonKristen melihat temannya yang Kristen selalu bersikap santun, menjauhi maksiat, tidak pernah berkata kasar, rajin dan kelihatan selalu damai. Ia kemudian bertanya apa yang diajar dalam agama Kristen, siapa yang disembah, dsb. Si teman Kristen bercerita panjang lebar tentang agamanya. Si nonKristen tertarik, dan mau ikut katekisasi, selanjutnya imannya mulai tumbuh, setelah imannya tumbuh, ia semakin tertarik untuk belajar lebh banyak tentang Kristen, dst.....

Seorang anak dilahirkan dari keluarga Kristen, ia diajak berdoa setiap hari, diajak ke gereja setiap minggu, mendapat pendidikan agama di sekolahnya. Tetapi ia belum beriman dan tidak tertarik belajar lebih jauh. Hingga sekali waktu saat browsing ia bertemu dengan situs diskusi Kristen. Dengan tertarik dibacanya debat dan diskusi di FIK. Ketertarikannya mulai muncul. Ia baru terbuka, bahwa selama ini ia tidak tahu apa apa tentang Kristen. Sambil semakin banyak membaca FIK, ia juga mulai rajin membaca Alkitab, imannya tumbuh, dan ia menjadi seorang Kristen yang beriman. Dst....

Seorang anak lahir dari keluarga nonKristen, sekolah di sekolah Kristen mengetahui ajaran agama Kristen. Tetapi ia tetap sebagai nonKristen. Hingga suatu kali terkena sakit yang gawat. Teman temannya berkunjung ke RS, menagajak berdoa bersama, memohon kesembuhan dari Jesus. Ia kenal Jesus, tetapi sejauh pelajaran di sekolah saja. Jadi dengan sungguh sungguh ia mengikuti teman temannya berdoa karena ingin sembuh. Dan ia sembuh, sekeluarnya dari rumah sakit, ia semakin ingin mengenal Kristen, ia belajar dan bertanya lebih banyak tentang ajaran Kristen, dst....


Nah, bagaimana keimpulan anda dari jawaban saya di atas itu?

Syalom

Offline adhi darma wijaya

  • FIK - Junior
  • **
  • Posts: 68
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #92 on: August 18, 2012, 10:58:15 AM »
@adhi

Apa maksudnya "dikaruniakan"? Apakah:
- diberi pilihan mau beriman atau tidak, atau
- dibuat beriman

Kalau "diberi pilihan", maka kehendak manusia berperan utama dalam keimanannya. Kalau "dibuat beriman", maka kehendak Allah yang berperan utama dalam keimanan manusia.

Kalau kehendak Allah yg berperan utama dalam keimanan manusia, bukankah itu berarti Allah itu bersikap otoritarian kpd manusia? Bukankah itu berarti Allah tidak mengasihi manusia (karena tidak membiarkan manusia membuat pilihannya sendiri)?

Dikaruniakan= diberikan oleh Allah sendiri tanpa adanya syarat awal dr penerima tsb, memang ujungnya adalah dibuat beriman, tapi ini adalah hasil dr suatu proses, kmdn pertanyaannya apakah ada suatu upaya dr calon penerima selama proses tsb berlangsung?, jwbnya adalah tidak, yg diperintahkanNya pd calon penerima tsb hanya jangan keraskan hatimu, kita lihat di:
Ib3:15 Tetapi apabila pernah dikatakan: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman",
Manusia tdk dituntut melakukan hal ini atau hal itu unt mendapat anugerah itu, sebab tuntutan apapun akan sia2 , krn pd hakekatnya mns telah mati ( tdk ada sesuatu apapun yg baik yg bisa dihasilkan, dan kecenderungan melakukan yg buruk itulah yg selalu ada pd mns), mk yg diperintahkan hanya : jangan tegarkan tengkuk, jangan keraskan hati, spy proses itu berjalan seturut maksud Allah.
Kemudian setelah proses itu sukses, mk hiduplah mns yg asalnya mati tsb, pd kead hidup ini baru muncul yang namanya kehendak yg baik , perbuatan yg baik yg pada hakekatnya adalah perbuatan Allah sendiri ( roh Allah telah menyatu dg roh kita yg baru ).
Yes26:12 Ya Tuhan, Engkau akan menyediakan damai sejahtera bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami kerjakan, Engkaulah yang melakukannya bagi kami..

Tit3:4 Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia,
3:5 pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus,.



Kalau kehendak Allah yg berperan utama dalam keimanan manusia, bukankah itu berarti Allah itu bersikap otoritarian kpd manusia? Bukankah itu berarti Allah tidak mengasihi manusia (karena tidak membiarkan manusia membuat pilihannya sendiri)?
Jwb:Tidak bisa dikatakan demikian, kalau kita mengamini firmanNya, tentu kita mengatakan bhw saat itu mns semua mati ( tdk bisa memilih krn mati ), justru karena otoritarian Allah-lah mns yg mati tsb bisa hidup.Gby

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #93 on: August 18, 2012, 12:01:46 PM »
Supaya bisa menghendaki atau mengingini, tentunya orang perlu mengetahui dulu obyek yg bisa dikehendaki atau diingininya.
Betul.

Kalo di Indo ada 5 agama --- nah Kehendak yg berfungsi itu adalah memilih salah satu dari 5 agama tsb. Azas orang memilih salah satu agama ini dikarenakan iman yg dimiliki orang tsb.

Apabila cuma ada 2 pilihan : agama buruk/salah dan agama baik/benar maka pertanyaannya kan  : "kenapa orang memilih agama yg buruk ?" Kenapa dia tidak berkehendak memilih agama yg baik ?
Maka itu kembali lagi, karena tergantung dari iman pribadi masing2 :)

IMO, setiap yang namanya Kehendak ---> maka ada perwujudan aksinya.
Kalo tidak pernah ada perwujudan aksinya, saya sih nyebutnya "berangan-angan" .. :)

Contoh yg paling mudah adalah diri saya.
Saya tidak/belum  memilih salah satupun 5 agama di Indo.

Saya bisa saja mengatakan "berkehendak utk percaya agama anu" ---> jungkir balik saya mengusahakan agar bisa ter-realisasinya  Kehendak saya tsb ... misal : baca2 kitab yg bersangkutan pd agama yg saya pilih tsb, mempelajari ajaran keTuhanan-nya, melihat kehidupan manusia2 yg menganut agama yg saya kehendaki tsb, dlsb dan yg akhirnya mentasbihkan diri sbg penganut agama yg saya kehendaki/pilih tsb.

 ---imo--- saya yakin semua usaha2 diatas tsb tidak akan bisa berhasil SELAMA iman saya (yg menyangkut pada hal keTuhanan pd agama yg saya kehendaki tsb) memang belum/tidak bertumbuh  ---> kehendak saya itu = masih angan2 / khayalan belaka.

Kenapa saya tidak/belum memilih agama ?
Karena (sementara ini) iman yg saya miliki tidak/belum berada di 5 agama tsb. ---> otomatis saya pribadi tidak berkehendak utk percaya 5 agama tsb

Nah dari contoh nyata tsb (diri saya) mudah2an pinoq bisa 'nangkep' antara iman dan kehendak ... :)

salam.
« Last Edit: August 18, 2012, 12:12:06 PM by odading »

Offline pinoq

  • FIK - Full
  • ***
  • Posts: 223
  • Reputation Power:
  • Denominasi: belum pasti
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #94 on: August 19, 2012, 03:48:48 AM »
Beberapa hari ini menjadi hari-hari yang “mendalam” buat pribadi saya. Hal yg “mendalam” tsb berkaitan dng thread ini. Awalnya saya hanya ingin membuat sebuah thread yang menyediakan informasi mengenai pandangan-pandangan dalam sejarah teologi Kristen ttg tema efektifitas penebusan Kristus. Ternyata, setelah berkomunikasi dng bro jalu2012 di threadnya, thread ini menjadi lebih dari sekedar penyedia informasi bagi saya pribadi, terutama bagi kehidupan iman Kristen saya. Tadinya keimanan saya hanya peduli apakah seorang beriman pada Kristus sebagai Juruselamat atau tidak. Ternyata, setelah berdiskusi panjang lebar, saya melihat adanya suatu urgensi yang signifikan bagi saya pribadi untuk menentukan sikap mengenai hal-hal teologis yang selama ini tidak saya pedulikan. Saya, bahkan, membaca Kitab Suci lagi (yah saya mengaku kalau saya sudah jarang baca Kitab Suci....hiks).

Jadi, saya bersyukur kepada Tuhan atas forum ini, atas teman-teman yang rela bersabar, atas waktu dan tenaga, dan segala sesuatu yang membuat saya menggumuli keimanan saya, kali ini dengan lebih dalam dan serius.

***

Sekarang, mungkin saya sudah tidak pantas lagi jadi “moderator” thread ini karena saya telah mengambil suatu posisi yang mungkin akan membuat saya jadi “tidak fair” bagi salah satu dari dua pandangan ttg efektifitas penebusan Kristus yg di bahas di thread ini. Post-post saya setelah post ini mungkin “menyetujui” atau “tidak menyutujui”, dan bukan lagi mencari informasi.

Di depan bro bruce menyinggung soal “gambaran lengkap” keselamatan manusia. Ini adalah sesuatu yg sejauh ini belum pernah saya rumuskan bagi diri saya sendiri. Sekarang, saya rasa saya punya “gambaran lengkap” itu. Dan, saya ingin menguji “gambaran lengkap” versi saya ini, apakah sudah benar dan lengkap atau belum.

Begini isi “gambaran lengkap” saya:

Hubungan manusia dan Allah adalah seperti hubungan sepasang kekasih. Allah bagaikan mempelai pria dan manusia-manusia yang percaya padaNya mempelai perempuannya. Namun, tidak semua manusia adalah mempelai perempuanNya. Mereka tidak menjadi mempelai perempuanNya karena Allah tidak mencintai mereka seperti Ia mencintai mempelai perempuanNya, sebagaimana kata Allah “Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.” Karena tidak dicintaiNya, maka masa depan manusia-manusia yang bukan mempelai perempuanNya adalah kematian kekal.

Segala sesuatu bermula dari Allah. KasihNya dan KebencianNya menentukan jalan sejarah setiap manusia. KasihNya kepada “kekasih”Nya dan KebencianNya kepada dosa menggerakanNya untuk turun ke bumi dan mengorbankan diri untuk penebusan dosa. Bagi siapakah penebusan itu efektif? Bagi orang-orang yang percaya padaNya. Bagaimana dng yang orang-orang tidak percaya padaNya? Penebusan itu tidak berlaku.

Mereka yang percaya padaNya akan mengalami suatu perubahan dalam hidupnya sehari-hari, yang akan membuatnya berbeda dng orang-orang lain. Perbedaan itu terletak di tujuan dan motif hidup mereka. Tujuan dan motif hidup mereka berubah dari “demi aku” menjadi “demi cintaku”.

Dulu, mereka hidup demi diri mereka sendiri (ingin menjadi seperti Allah seperti yg terjadi pada Adam dan Hawa, ingin merdeka dan berkuasa seperti bangsa Israel, ingin surga seperti kebanyakan orang beragama). Sekarang, karena telah diyakinkan bahwa Sang Mempelai Pria telah mempersiapkan sebuah tempat bagi mereka di Surga, mereka hidup demi hati Sang Mempelai Pria.

Mempelai perempuan bekerja keras menyempurnakan diri, terus bangun dari kejatuhan yang berkali-kali, karena mereka ingin Sang Mempelai Pria senang, bangga. Jadi, hidup mereka bukan bagi diri mereka sendiri lagi, melainkan bagi Allah yang telah terlebih dahulu menyelamatkan mereka.

Begitu “gambaran lengkap” saya ttg penebusan dosa dan keselamatan manusia.

Mengenai apakah manusia beriman dulu baru berkehendak, atau berkehendak dulu baru beriman, saya percaya bahwa manusia beriman dulu baru berkehendak. Sebab, sebelum menghendaki sesuatu, orang perlu mengetahui dan mempercayai dulu apa yang menjadi obyek kehendaknya (“tak kenal, maka tak sayang”). Seperti kata bro bruce di depan, beriman artinya percaya. Jadi, beriman dulu baru berkehendak.

Lalu, bagaimana orang bisa mengetahui dan mempercayai penebusan dosa Kristus? Allah sendiri yang memberitahu, lantas membuatnya percaya (seperti peristiwa yang diaami Saulus). Kalau bukan Allah sendiri yang bekerja, orang hanya bisa tahu saja dan tidak bisa percaya.

Demikian hasil perenungan pribadi saya selama beberapa hari ini. Saya mengharapkan masukan dan kritikan dari rekan-rekan sekalian.


Salam.

Offline hello kitty

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 1675
  • Reputation Power:
  • Denominasi: GKI
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #95 on: August 19, 2012, 08:41:51 AM »
Quote from: pinoq
Lalu, bagaimana orang bisa mengetahui dan mempercayai penebusan dosa Kristus? Allah sendiri yang memberitahu, lantas membuatnya percaya (seperti peristiwa yang diaami Saulus). Kalau bukan Allah sendiri yang bekerja, orang hanya bisa tahu saja dan tidak bisa percaya.

sebenarnya yang bekerja bukan cuma Tuhan, tapi juga ada peran manusia di sana.
Tuhan memberi penawaran kepada Saulus untuk menjadi orang pilihannya.
Saulus pun bebas mau ikut atau tidak.

IMO- setelah Saulus ditahirkan oleh Ananias, dia bisa melihat kembali dan bebas memilih :
mau langsung bunuh orang2 sekitarnya
atau...
mengikuti perintah Tuhan (menanggung banyak penderitaan untuk memberitakan kabar keselamatan)

ternyata Saulus memilih untuk dibaptis dan memulai karyanya untuk mengabarkan keselamatan :nod:
jangan masukkan kami ke dalam pencobaan..
karena kami bisa masuk sendiri ke dalamnya
(St. Kitty dari Lawang)

bruce

  • Guest
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #96 on: August 19, 2012, 10:32:10 AM »
@pinoq

Quote
Hubungan manusia dan Allah adalah seperti hubungan sepasang kekasih. Allah bagaikan mempelai pria dan manusia-manusia yang percaya padaNya mempelai perempuannya. Namun, tidak semua manusia adalah mempelai perempuanNya. Mereka tidak menjadi mempelai perempuanNya karena Allah tidak mencintai mereka seperti Ia mencintai mempelai perempuanNya, sebagaimana kata Allah “Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.” Karena tidak dicintaiNya, maka masa depan manusia-manusia yang bukan mempelai perempuanNya adalah kematian kekal.

Apakah mungkin Allah yang Maha kasih bisa tidak memberikan kasih?
Saya lebih percaya bahwa Allah mengasihi tanpa kecuali, bro. Tidak ada yang tidak dikasihi Allah. Tetapi ada yang menerima kasih Allah dan ada yang menolak kasih Allah.


Quote
Segala sesuatu bermula dari Allah. KasihNya dan KebencianNya menentukan jalan sejarah setiap manusia. KasihNya kepada “kekasih”Nya dan KebencianNya kepada dosa menggerakanNya untuk turun ke bumi dan mengorbankan diri untuk penebusan dosa. Bagi siapakah penebusan itu efektif? Bagi orang-orang yang percaya padaNya. Bagaimana dng yang orang-orang tidak percaya padaNya? Penebusan itu tidak berlaku.

Apakah Allah yang Mahakasih bisa megeluarkan kebencian? Saya sangat yakin bahwa Allah itu tidak berubah, bro, Jika ia adalah kasih dan sumber kasih, maka tidaklah mungkin Allah adalah juga sumber kebecian dan mengeluarkan benci.

Bagi Allah, penebusan yang diberikanNya berlaku untuk semua manusia, tanpa kecuali. Tetapi sebagai konsekuensi kehendak bebas yang dimiliki manusia, maka manusia bisa menerima atau menolak penebusan yang diberikan oleh Allah, dan penebusan Allah tidak bersifat memaksa. Jadi jika anda katakan bahwa penebusan Allah hanya efektif bagi yang percaya kepadaNya, ya betul.


Quote
Mereka yang percaya padaNya akan mengalami suatu perubahan dalam hidupnya sehari-hari, yang akan membuatnya berbeda dng orang-orang lain. Perbedaan itu terletak di tujuan dan motif hidup mereka. Tujuan dan motif hidup mereka berubah dari “demi aku” menjadi “demi cintaku”.

Dulu, mereka hidup demi diri mereka sendiri (ingin menjadi seperti Allah seperti yg terjadi pada Adam dan Hawa, ingin merdeka dan berkuasa seperti bangsa Israel, ingin surga seperti kebanyakan orang beragama). Sekarang, karena telah diyakinkan bahwa Sang Mempelai Pria telah mempersiapkan sebuah tempat bagi mereka di Surga, mereka hidup demi hati Sang Mempelai Pria.

Mempelai perempuan bekerja keras menyempurnakan diri, terus bangun dari kejatuhan yang berkali-kali, karena mereka ingin Sang Mempelai Pria senang, bangga. Jadi, hidup mereka bukan bagi diri mereka sendiri lagi, melainkan bagi Allah yang telah terlebih dahulu menyelamatkan mereka.

Begitu “gambaran lengkap” saya ttg penebusan dosa dan keselamatan manusia.

Kurang lebihnya sepakat.

Quote
Mengenai apakah manusia beriman dulu baru berkehendak, atau berkehendak dulu baru beriman, saya percaya bahwa manusia beriman dulu baru berkehendak. Sebab, sebelum menghendaki sesuatu, orang perlu mengetahui dan mempercayai dulu apa yang menjadi obyek kehendaknya (“tak kenal, maka tak sayang”). Seperti kata bro bruce di depan, beriman artinya percaya. Jadi, beriman dulu baru berkehendak.

Kalau saya masih tetap pada pendapat bahwa kehendak dulu baru iman, bro. Anda tidak mungkin mencintai tanpa mengenal. Anda tidak mungkin percaya Jesus itu Tuhan kalau tidak mengenal Jesus.

Quote
Lalu, bagaimana orang bisa mengetahui dan mempercayai penebusan dosa Kristus? Allah sendiri yang memberitahu, lantas membuatnya percaya (seperti peristiwa yang diaami Saulus). Kalau bukan Allah sendiri yang bekerja, orang hanya bisa tahu saja dan tidak bisa percaya.

Bagaimana orang mengenal siapa Jesus, sudah saya sampaikan di atas, dengan cotoh teman yang nonKristen, sekolah, sakit,  dll. Atau bisa juga dengan 'digedor' seperti Paulus, berupa jatuh dan kebutaan, agar berhenti sejenak dan belajar. Dengan tahu, maka seseorang kembali punya pilihan, apakah memilih percaya atau tetap tidak percaya.

Syalom

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #97 on: August 19, 2012, 02:42:09 PM »
bruce,

sorry nyamber :)

Dengan tahu, maka seseorang kembali punya pilihan, apakah memilih percaya atau tetap tidak percaya.
yg paling mudah ngambil contoh diri saya sendiri :

Dengan tahu --> saya lumayan tau kisah Yesus, lumayan kenal kira kira seperti apa itu Yesus.

dan saya memilih percaya.

apakah 'case closed' ?
Dari sudut pandang orang lain ... ya mungkin spt itu : 'case closed'.

Namun bagi diri saya sendiri, saya rasa tidak.
Mana Iman saya ?

Quote
seseorang kembali punya pilihan, apakah memilih percaya atau tetap tidak percaya.
IMO, memilih percaya itu memerlukan suatu wujud aksi : Dengan Iman sso commit utk di baptis --ini setara dengan-- dgn Cinta sso commit pada pernikahan.

Oleh karena itu, pada post sebelumnya : saya bisa saja jungkir balik berkehendak, memilih lalu menyatakan atopun berkata "saya percaya".
Namun selama pertumbuhan iman saya yg spiritually hubungan pribadi saya dgn Yesus TidakAda/Tidak/Belum bertumbuh --- saya tentu tidak mau main2 dgn commit utk di Baptis.

Mengucapkan "I DO" di pernikahan, IMO - tidak semudah seperti sso berkata "aku cinta padamu" yg bisa bisa saja dia katakan kepada beberapa orang dalam kurun waktu yg bersamaan saat masih lajang.

Yah... ini menurut saya sendiri sih, berdasarkan pengalaman saat ini ... :)

salam.

bruce

  • Guest
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #98 on: August 19, 2012, 02:51:46 PM »
@Oda

Nah, seperti yang anda contohkan dari kasus anda pribadi, bro.

Anda tahu Jesus, betul
Tetapi ada memilih untuk tidak percaya Jesus.
Maka itulah pilihn anda berdasarkan freewill yang anda miliki.

Bahkan, bagi orang yang memilih beriman, dan percaya Jesus serta bersedia dibaptis.
Tetap setelah itu memiliki pilihan, apakah ingin imannya tumbuh atau statis?
Apakah ada keinginan untuk lebih mengenal Jesus supaya imannya tumbuh semakin subur?
Jika pilihannya adalah iman yang statis, maka berhentilah pertumbuhan imannya, sejalan dengan pengetahuannya yang juga tidak bertambah.

Jadi, bagi yang merasa bahwa Tuhan memilihnya untuk diselamatkan.
Sejatinya adalah dirinya yang memilih untuk percaya dan bertumbuh.

Syalom

Offline Dulmatin Oye

  • FIK - Newbie
  • *
  • Posts: 18
  • Reputation Power:
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #99 on: August 19, 2012, 04:13:14 PM »
Sekarang saya ingin menambahkan bahan diskusi. Bahan diskusi tambahan ini akan berkisar pada pandangan yang mengatakan bahwa efektifitas penebusan Kristus ada di tangan manusia.

Dalam pandangan ini, manusia perlu melakukan usaha supaya penebusan Kristus menjadi efektif sehingga keselamatannya terwujud (bener-bener masuk surga). Usaha tersebut berupa keimanan yang berdasarkan pada kehendak bebas, atau pilihan bebas. Ada dua hal yang saya ingin tanyakan:

Pertama:
Terus terang, saya termasuk orang yang sulit memahami ide "kehendak bebas". Oleh sebab itu, saya agak kesulitan memahami bagaimana orang bisa di saat yang sama bebas memilih tapi juga tahu bahwa pilihannya berada di bawah bayang-bayang surga dan neraka.

Untuk lebih jelasnya, saya coba buat sebuah anekdot. Begini:
Allah bilang kepada Si A," Ada dua jalan: jalan ke neraka yang sudah terbuka lebar sejak kamu jatuh dalam dosa dan jalan ke surga yang sudah tertutup bagi kamu sejak kamu jatuh dalam dosa. Tapi, sekarang jalan yang ke surga itu sudah Aku buka. Sekarang kamu bebas memilih: mau pilih jalan ke neraka atau ke surga."

Untuk sesaat, Si A termenung dan memandang Allah dng tatapan heran, lalu berkata, "Ya ampun! Pastilah aku mau jalan yang ke Surga. Whatever it takes, I'll do it! I don't seem to have much choice, do I??"

Jadi, bagaimana orang bisa bebas memilih kalau ia tahu bahwa dibalik pilihan-pilihannya ada reward dan punishment?


Kedua:
Katakanlah setelah percakapan dengan Allah tsb, Si A mencari tahu apa yang harus ia lakukan untuk menjalani jalan ke Surga. Ia baca Alkitab dan ia menemukan ayat "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku,'Tuhan, Tuhan!' akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga...."

Setelah membaca ayat tsb, Si A ini pun segera mencari apa yang dimaksud dengan "kehendak Bapa di Surga" dengan niat untuk melakukannya. Ia pun menemukan ayat " Kasihilah Tuhan Allahmu dengan sepenuh.....dan kasihilah sesamamu manusia seperti.....". Setelah membaca Hukum Kasih ini Si A pun berusaha keras melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Si A berkata dalam hatinya,"Aku tidak mau masuk neraka. Aku mau masuk surga. Aku mau selamat. Aku mau penebusan Kristus efektif bagi keselamatan jiwaku. Oleh sebab itu, aku harus melakukan kehendak Bapa-ku di Surga. KehendakMulah yang jadi, ya Tuhan, bukan kehendakku"

Tiba-tiba ada perasaan kecut dalam hatinya. Ia tersadar bahwa keinginannya untuk melakukan kehendak Bapa di Surga didasarkan pada kehendaknya untuk masuk surga. Ia tak bisa mengelak dari motif egosentris di balik keimanannya dan ini membuatnya putus asa. Ujung-ujungnya, didorong keputusasaan yang mendalam, ia berseru kepada Tuhan, "Tuhan bagaimana Engkau bisa mengharapkan iman yang berdasarkan kehendak bebasku ketika surga dan nerakaMu mengancamku? Bagaimana aku dapat mewujudkan kehendak bebasku kalau senjataMu teracung ke jiwaku?” Setelah mengalami kebingungan setengah mati, akhirnya orang ini berkata,”KataMu Kau Kasih, tapi sebenarnya Kau Keji. Kau harapkan dariku keimanan yang berdasarkan kehendak bebasku padahal Kau tahu aku tidak bisa tidak mengingini surga."

Terlihat dari anekdot yang kedua di atas bahwa saya kesulitan melihat hubungan logis antara "Allah itu Kasih" dan "Allah menyerahkan pilihan keselamatan sepenuhnya kepada manusia". Sebab, menurut saya, kalau Allah itu Kasih, bukankah seharusnya Ia tidak membebani manusia dengan kebebasan untuk memilih yang kemudian hasil pilihannya akan diganjarNya dengan Surga atau Neraka? Kalau Allah itu Kasih dan Adil, mengapa ia mengganjarkan Neraka pada orang yang dengan kehendak bebasnya telah memilih untuk tidak percaya pada Yesus Kristus?



Ada yang bisa membantu pemahaman saya?

Saya coba bantu ya bro Pinoq......

Kebingungan anda intinya tertulis pada yang saya warnai di atas yaitu warna RED dan BLUE.


Istilah "punishment dan reward" itu menurut saya tidak tepat.
Yang tepat adalah "reward dan reward"

Bukankah ketika orang hanya menuruti keinginan pribadi, maka orang tsb. mendapatkan reward ?
Orang memilih SEX BEBAS,.. apakah itu bukan merupakan "surga" bagi nya ?
Ini reward juga ?

Bukankah ketika orang memilih memeras rakyat demi kekayaan pribadi,... ini juga kan "surga" bagi orang ini.
Bayangkan jika kekayaan 100 milyard rupiah,.. orang ini bisa memesan jet pribadi, rumah besar yg ada taman pribadi,.. wanita-wanita cantik dsb.    ... nah... bukankah ini adalah "surga" baginya ???

Jadi tidak tepat jika dikatakan, kehendak bebas dibayang-bayangi "punishment dan reward".
Yang tepat, kehendak bebas dibayang2ngi reward dan reward.

Ketika orang memilih Tuhan,.. pilihannya dibayang-bayangi oleh "reward" yaitu surga.
ketika orang memilih MANGKIR... pilihannya dibayang-bayangi oleh "reward" yaitu surga.

Bedanya : yang pertama itu Surga setelah mati, yang kedua, surga semasa hidup.
Yang pertama membutuhkan iman,.. yang kedua NYATA di depan mata bisa langsung di rasakan.
Yang pertama didapat nanti,... yang kedua didapat saat ini (ketika masih hidup di dunia).

Begitu kira-kira bro Pinoq, semoga membantu memahami.

Salam.






Offline Dulmatin Oye

  • FIK - Newbie
  • *
  • Posts: 18
  • Reputation Power:
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #100 on: August 19, 2012, 04:36:25 PM »

Mengenai apakah manusia beriman dulu baru berkehendak, atau berkehendak dulu baru beriman, saya percaya bahwa manusia beriman dulu baru berkehendak. Sebab, sebelum menghendaki sesuatu, orang perlu mengetahui dan mempercayai dulu apa yang menjadi obyek kehendaknya (“tak kenal, maka tak sayang”). Seperti kata bro bruce di depan, beriman artinya percaya. Jadi, beriman dulu baru berkehendak.


Demikian hasil perenungan pribadi saya selama beberapa hari ini. Saya mengharapkan masukan dan kritikan dari rekan-rekan sekalian.


Berkehendak dulu baru beriman atau sebaliknya ?
memilih dulu baru beriman atau sebaliknya ?

Kalau saya : Berkehendak dulu baru beriman.
Memilih dulu baru beriman.


Kita MEMILIH untuk beriman kepada Yesus.
Sebab untuk beriman kepada Yesus membutuhkan keputusan kita.

Setelah membaca Alkitab, menerima pengajaran dan pengetahuan,.. kita MEMUTUSKAN.. untuk ikut Yesus.

Salam.

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #101 on: August 19, 2012, 04:43:33 PM »
pinoq,
maap... saya OOT ... :)

@Oda

Nah, seperti yang anda contohkan dari kasus anda pribadi, bro.

Anda tahu Jesus, betul
Tetapi ada memilih untuk tidak percaya Jesus.
bruce,
di post saya sebelumnya saya katakan saya memilih percaya ... saya, dgn Kehendak'Bebas' saya --- saya berkehendak percaya.

Quote
Maka itulah pilihn anda berdasarkan freewill yang anda miliki.
dan memang kan sudah saya aku-in ... kalo belum commit menjatuhkan suatu pilihan dengan perwujudan AKSI --- maka pemilihan tsb memang berdasarkan KehendakBebas.

Saya bebas memilih gadis mana yg saya sukai (setara : agama apa yg saya sukai) - namun disaat saya melakukan perwujudan aksi kehendak tsb dalam memilih yaitu komitmen dalam pernikahan (setara : komitmen dalam pentasbihan), maka artinya saya sudah bersedia utk tidak bebas. Saya sudah bersedia patuh pada aturan2 perkawinan (setara : patuh pada ajaran2NYA).

Ke-bersedia-an saya utk tidak bebas, hanya bisa terwujud apabila saya betul Cinta kepada gadis tsb (setara : Iman ke agama yg dipilih).

Dan Cinta/Iman itu hanya bisa ADA, pada azas : seperti apa hubungan (yg sukar dijelaskan) antara dua pribadi tsb.

Quote
Tetap setelah itu memiliki pilihan, apakah ingin imannya tumbuh ? atau statis?
Entahlah... kalo menurut saya pada yg di bold --- kalo masih bertanya seperti itu, ya jangan komit ke jenjang pentasbihan ... :)

Dan ini jelas aplikasinya ada di diri saya, yang memang belum komit pada pentasbihan. Adalah wajar saya masih bertanya tanya : apakah ingin imannya tumbuh ? --- namun sekali saya komit pada pentasbihan, maka pertanyaan tsb sudah tidak ada lagi ("ingin ato nggak iman bertumbuh ?" ---> sudah bukan merupakan opsi pilihan lagi) --- karena sudah terjawab, bhw saya PASTI ingin imannya tumbuh.

Kalo stlh menikah, sso berpendapat (karena merasa memiliki KehendakBebas) - dia bebas utk menggoda wanita lain --- ya jangan komit ke jenjang perkawinan ..:)

Quote
Jadi, bagi yang MERASA bahwa Tuhan Yesus memilihnya untuk diselamatkan.
yg saya bold, nah disitulah bruce IMO kuncinya.

Semakin sso MERASA (sekali lagi, sukar dijelaskan spt apa), semakin dia berIman ... maka pada suatu titik, dia mewujudkan KehendakBebasnya dalam memilih tsb dgn melakukan aksi pentasbihan.

OOT mode OFF.

:)
salam.
« Last Edit: August 19, 2012, 04:52:54 PM by odading »

Offline pinoq

  • FIK - Full
  • ***
  • Posts: 223
  • Reputation Power:
  • Denominasi: belum pasti
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #102 on: August 20, 2012, 03:07:53 AM »
@hello kitty, bruce, odading, dulmatin oye

Apakah manusia punya peran dalam keselamatannya? Sekarang saya yakin: tidak. Sebab, kondisi manusia setelah jatuh dalam dosa adalah mati, dan tentu saja orang mati tidak bisa apa-apa. Mati di sini boleh diartikan mati secara fisik (biologis) maupun mati secara metafisik (rohani). Secara fisik, manusia lahir, hidup dan ujung-ujungnya mati. Kelahirannya, kehidupannya dengan segala aspirasi, pengalaman, dan suka-dukanya akan ditutup oleh kematian. Secara metafisik, manusia sudah mati karena sudah tidak sesuai lagi dengan rancangan Allah (manusia telah jatuh dalam dosa dan hanya bisa berkubang dalam dosa).

Kisah Lazarus saudara Maria, menurut saya, dapat dilihat sebagai miniatur sejarah kehidupan orang Kristen. Lazarus adalah manusia yang dicintai Allah. Lazarus mati. Namun, karena Allah mencintainya maka Allah membangkitkannya. Dalam proses kebangkitannya, Lazarus tidak berperan apa-apa. Adalah kasih Yesus saja yang berperan, yakni dengan memerintahkan Lazarus untuk keluar dari kuburnya. Lazarus tidak bangkit karena ia memilih untuk bangkit dan Yesus juga tidak memberi sebuah tawaran untuk bangkit atau tidak bangkit.

Ambil contoh lagi: Saulus. Saulus adalah orang Yahudi terpelajar (Farisi) yang terbaik dan tergiat dalam membasmi jemaat Allah. Pada suatu hari, Allah menghampirinya dan pada saat itu juga Saulus diselamatkan. Saulus menjadi buta, tetapi kini ia berdoa kepada Allah yang Benar. Setelah itu, diceritakan bagaimana Allah mengatur pentahbisan Saulus.

Ketika menghampiri Saulus, Allah tidak memberikan tawaran kepada Saulus. Yang diberikan Allah adalah informasi ttg Kebenaran (bahwa Yesus adalah Allah). Setelah mengetahui Kebenaran itu, respon Saulus adalah bertanya ttg apa yang Allah mau ia lakukan, sebuah respon iman/percaya. Jadi, yg terjadi bukan proses pilih-memilih, melainkan dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak percaya menjadi percaya.

Namun, mari kita berandai-andai. Apakah Saulus bisa memilih untuk tidak percaya? Saya yakin tidak. Setelah dihampiri Allah, mustahil bagi Saulus untuk tidak percaya. Mengapa? Karena Kebenaran itu sendiri yang menghampiri Saulus. Ini sudah berbeda dengan apa yang dialami Adam dan Hawa. Kepada Adam dan Hawa, Allah tidak memberikan informasi ttg Kebenaran, seperti yang dilakukanNya kepada Saulus. Kepada Adam dan Hawa, Allah memberikan larangan, dan ini berarti Allah memperlakukan Adam dan Hawa sebagai orang2 yg punya kemampuan atau kehendak untuk memilih. Sementara itu, dengan langsung memberitahukan Kebenaran (bahwa Yesus adalah sebenarnya Allah yang selama ini ia sembah sekaligus yang ia aniaya), Allah memperlakukan Saulus sebagai manusia yang tidak punya kemampuan untuk memilih Kebenaran.Oleh sebab itu, Saulus tidak mungkin tidak percaya karena ia memang tidak punya pilihan lain yang bisa ia percayai sebagai kebenaran.

Lantas, apakah ketika Allah tidak memberikan pilihan kepada Saulus maka itu berarti Allah “memaksa” Saulus? Tidak. Sebab, konsep “memaksa” berlaku ketika obyek yang dipaksa terlebih dahulu menghadapi pilihan-pilihan dan telah menentukan pilihannya. Lalu, ketika pilihannya tidak sesuai dengan kemauan si pemaksa, maka si pemaksa pun memaksa. Nah, bagaimana Allah bisa dikatakan memaksa bila dari awal Allah memang tidak memberikan pilihan? 

Allah tidak mungkin memberikan keselamatan sebagai tawaran pilihan karena hal itu bertentangan dng sifat Allah sendiri yang adalah Kasih. Sebab, kalau keselamatan adalah sebuah atwaran pilihan, maka ada dua pilihan keselamatan atau ketidakselamatan. Bagaimana mungkin Allah yang adalah Kasih menawarkan ketidakselamatan?

Kemudian, apakah apabila Allah memberikan keselamatan kepada seseorang bukan sebagai tawaran yang bisa diterima atau ditolak oleh orang tsb maka Allah berarti tidak menunjukan kasihNya kepada orang tsb? Tidak juga. Justru sebaliknya, apabila Allah memberikan keselamatan sebagai tawaran yang bisa ditolak maka Allah tidak menunjukan kesempurnaan dalam KasihNya. Sebab, bukankah Allah tahu apakah seseorang akan menerima atau menolak tawaran tsb? Bila Allah tahu dan Allah membiarkannya, maka Allah telah membiarkan Kesalahan terjadi. Jelas, ini bertentangan dengan sifat Allah. Jadi, ketika keselamatan itu diberikan bukan sebagai tawaran pilihan, maka Allah sedang menunjukan kesempurnaan KasihNya.

Di atas, saya hanya memberikan dua contoh: Lazarus dan Saulus. Tapi, saya yakin, dua contoh itu menjelaskan bagaimana "skenario" keselamatan manusia: Allah mencintai orang-orang yang dicintaiNya dan membenci orang-orang yang dibenciNya. Allah membangkitkan (melahir-barukan) orang-orang yang dicintaiNya sehingga mereka bisa percaya bahwa Yesus adalah Allah dan Juruselamat. Allah memelihara orang-orang yang dicintaiNya (pendampingan Roh Kudus). Allah menjadi Pengacara bagi orang-orang yang dicintaiNya di kala Penghakiman Terakhir. Allah akan berpesta dng orang-orang yang dicintaiNya di Surga untuk selamanya.

Bagaimana dng orang2 yang tidak dicintaiNya? Apakah mungkin bahwa Allah yang adalah Kasih  membenci orang-orang?

Pasti mungkin. Dari Alkitab, kita bisa membaca bagaimana Allah mengekspresikan kebencianNya. Persembahan Kain tidak diterima, orang-orang di jaman Nuh ditenggelamkanNya dalam Air Bah, Allah mencintai Yakub (yang penipu dan pengecut) dan membenci Esau, Firaun di jaman Musa dikeraskan hatinya, bangsa Kanaan digempurNya, dst, dst. Bukankah kisah-kisah itu membuktikan bahwa Sang Kasih juga membenci? Dan, bukti yang paling mutakhir Allah yang adalah Kasih menciptakan Neraka.

Secara logis, kita pun tahu bahwa kasih bisa terekspresikan oleh tindakan mengasihi dan membenci. Misal: kalau kita mengasihi Kebenaran maka kita membenci Kelaliman, Allah membenci dosa yang dilakukan Daud sang Biji MataNya, Allah membenci Setan, dst, dst. Jadi, kita jangan sampai keliru: Allah itu Kasih, tapi kasih bukan Allah.



(bersambung di bawah ya....ga cukup nih)

Offline pinoq

  • FIK - Full
  • ***
  • Posts: 223
  • Reputation Power:
  • Denominasi: belum pasti
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #103 on: August 20, 2012, 03:09:15 AM »
(sambungan dari atas....)

Sekarang saya ingin membahas tentang "berkehendak untuk percaya" atau "percaya sehingga bisa berkehendak". Mana yang benar? Yang "percaya sehingga bisa berkehendak". 

Pernyataan 1: "Orang percaya bahwa Yesus adalah Allah dan Juruselamat sehingga ia berkehendak untuk hidup sesuai dengan firmanNya". Saya lihat ini benar dan logis. Pernyataan 2: "Orang berkehendak untuk percaya". Saya lihat ini tidak salah dan tidak logis. Mengapa? Sebab, kita memang tidak bisa berkehendak untuk percaya karena percaya itu sendiri tidak didasari oleh kehendak. Percaya tidak dihasilkan dari kehendak, melainkan sebaliknya.

Begini logikanya:
- Untuk bisa menghendaki sesuatu, kita perlu tahu dulu apa saja yang bisa kita kehendaki (sebutlah: pilihan-pilihan).
- Bagaimana kita bisa tahu pilihan-pilihan tsb? Kita dapat informasi mengenainya.
- Lalu, bagaimana informasi ini bisa menjadi pilihan-pilihan? Hanya jika kita percaya bahwa informasi tsb benar. Kalau dari awal kita tidak percaya bahwa informasi itu benar, maka tentunya informasi tsb tidak akan pernah menjadi pilihan-pilihan bagi kita.
- Lalu, bagaimana kita bisa percaya bahwa informasi yang kita terima adalah benar? Bukti. Dan, iman adalah “dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11:1).

Jadi, saya yakin bahwa adalah sifat alamiah jika orang pasti menjalani percaya dulu baru bisa berkehendak (kehendak sebagai efek dari kepercayaan). Saya pikir hal ini bersesuaian dng apa yang dikatakan Yesus, bahwa orang harus dilahirkan kembali dulu sebelum ia bisa melihat Kebenaran (Kerajaan Allah). “Dilahirkan kembali” berarti dimampukan untuk memahami dan percaya, bukan dimampukan untuk berkehendak (atau berkehendak “bebas”). Dalam tahap "lahir kembali", kehendak manusia belum aktif (karena masih dalam proses kelahiran, atau kebangkitan dari kematian). Lalu, kapan aktifnya? Setelah si manusia itu percaya.

Lalu, apa peran kehendak manusia dalam kehidupan keselamatannya? Menurut saya, kehendak manusia tetap berperan dalam keselamatan tapi bukan untuk mengefektifkan penebusan Kristus. Peran kehendak manusia dalam keselamatan adalah untuk mengekspresikan hidup yang mengasihi Allah dan sesama (Hukum Kasih) karena ia tahu ia telah diselamatkan. Ini adalah sebuah peran yang sangat besar. Setelah jatuh dalam dosa dan belum diselamatkan, manusia tidak punya kehendak untuk mengasihi Allah, melainkan hanya untuk mengasihi dirinya sendiri. Misal: ketika memikirkan dunia akhirat, maka manusia hanya akan mengingini surga sebagai reward, sebagai keuntungan bagi dirinya sendiri (egosentris). Namun, setelah diselamatkan, surga sudah tidak menjadi fokusnya karena surga itu dipastikan baginya oleh Allah sendiri. Jadi, penebusan Kristus/keselamatan membebaskan manusia dari kehendak yang egosentris.

Lalu, apakah karena surga sudah dipastikan maka orang yang telah dilahirkan kembali oleh Allah akan hidup seenaknya sendiri tanpa rasa tanggungjawab? Saya lihat tidak begitu. Saya lihat kelahiran-kembali itu membawa perubahan besar pada diri seseorang. Ia tidak lagi hidup menuruti kedagingannya, yang lahir dari Adam dan Hawa (menjadi obyek Hukum Taurat). Ia hidup menuruti Roh Allah (menjadi obyek Hukum Kasih). Jadi, ketika ia tahu bahwa surga sudah dipastikan baginya, ia justru mendapat semangat yang lebih besar untuk hidup benar, hidup di hadirat Allah. Rasa tanggungjawabnya juga semakin besar karena lahir dari dorongan cinta yang benar (bukan cinta yang egosentris lagi). Lihat saja gaya hidup para nabi dan rasul di Alkitab. Apakah mereka hidup seenaknya sendiri tanpa tanggung jawab?

***

Apa yang saya sampaikan di atas adalah keyakinan saya, cara saya memandang intisari dari kekristenan. Jelas bahwa apa yang saya ungkapkan tidak bersesuaian dengan satu pandangan yang ada di thread ini (mungkin juga tidak dengan pandangan yang satunya lagi). Saya yakin apa yang saya pegang ini dapat dipertanggungjawabkan secara alkitabiah.

Tetapi, apabila ada rekan-rekan yang melihat kejanggalan atau kesalahan di pandangan saya, tolong beritahu beserta alasan-alasannya karena bagaimanapun juga saya bisa salah dan masih terus berproses.


Salam.

bruce

  • Guest
Re: Tentang efektifitas penebusan Kristus
« Reply #104 on: August 20, 2012, 10:37:42 AM »
Kisah di Alkitab adalah kisah yang memang ada agar kita percaya. Pahami dulu itu, bro. Jadi menggunakan kisah di Alkitab untuk menggambarkan kehidupan nyata kita, bukan tidak boleh, tetapi kurang real.

Kemudian, silahkan kembali ke dunia nyata.
Coba anda gambarkan bagaimana 'prosesnya' seorang yang tidak tahu dan tidak percaya kepada Kristus bisa mengawalinya dengan iman? Itu saja yang saya harapkan anda kisahkan, atau sampaikan pada kami.

Syalom