Harusnya perusahan jasa yg menagih lebih pada perusahaan,.. jadi gajinya tetap 1.5 juta,.. tetapi perusahaan harus bayar lebih, menjadi 2 juta,.. jadi buruh tidak buntung,.. dan perusahan penyedia juga untung.
Nah, kalau seperti itu perusahaan industrinya yang ngga mau, bro. Jangankan senilai itu, bahkan naik 50 ribu rupiah saja mereka sulit. Ada alasannya sih, karena dengan jumlah buruh 1000 orang, maka setiap kenaikan akan berlipat ganda.
Oya, mungkin ini agak OOT, walau masih bersinggungan.
Pada suatu wawancara di TV, dulu salah satu ketua ikatan industri sepatu, kalau ngga salah, pernah berkisah.
Di China, buruh di sana sangat efisien. Untuk industri sepatu, di Indonesia perburuh rata rata bisa memproduksi beberapa sepatu perhari, sedangkan di China bisa memproduksi berkali lipat sehari. Jadi dari segi perusahaan, jauh lebih menguntungkan membuat pabrik di China.
Kemudian saat tahun 90an, ketika saya ke Taiwan. Di Taipei sebuah kantor biasanya hanya memiliki karyawan beberapa orang saja. Seorang sekretaris merangkap administrasi dan resepsionis. Kerja mereka begitu efisien. Ketika saya tanya teman saya yang orang Taiwan, gaji sekretaris di Taipei sekitar 2 kali lipat dari gaji sekretaris di Jakarta saat itu. Tetapi, dari segi perusahaan jelas lebih menguntungkan memiliki karyawan yang efisien.
Jadi, kadang kalau kita memandang dari segi netral, memang sungguh sulit kondisi di Indonesia ni. Dari sisi buruh, kita menyadari betapa kurangnya income yang mereka terima untuk menunjang kesejahteraan mereka. Itupun masih dihantui dengan kerja dengan sistem kontrak seperti sekarang ini.
Tetapi, kalau kita lihat dari segi perusahaan, mereka toh tetap harus memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan hasil yang diperoleh. Kalau buruh tidak efisien, sementara post biaya untuk gaji buruh sangat besar, maka bagaimana produk kita ingin bersaing?
Mungkin kuncinya adalah kualitas buruh.