“MENERUSKAN AJARAN LISAN PARA RASUL ATAU MENAFSIRKAN DAN MENAMBAHINYA?”
jadi, sebenernya memang benar bahwa protestan itu SOLASCRIPTURA.
dengan pengertian sbb:
Bahwa pedoman dalam memahami wahyu Tuhan dan menghakimi hanyalah Alkitab SAJA.
namun dalam hal result pembangunan keimanan (deposit iman, pembentuk ajaran) maka tidak pernah ada kristen yang solascriptura.
atau dengan kata lain, tidak pernah ada kristen yang ajarannya merupakan hasil solascriptura.
krn yg ada adalah scriptura dan interpretasi. itu faktanya... dan saatnya menyudahi polapikir inkonsistensi, inkoherensi logis, untuk bisa naik ke tahap selanjutnya..
Saya jadi ingin tahu, apakah Katolik (bapa gereja dan Magisterium) pun melakukan
interpretasi dalam Tradisi Sucinya dan kemudian interpretasi ini dinyatakan infallible pula...
Untuk ini saya mendapati dari katolisitas.org (
http://katolisitas.org/3542/apakah-sola-scriptura-kitab-suci-saja-cukup) sebagai berikut:
Bu Inggrid (saat menanggapi Sdr. Dave) mengatakan:
“Segala ajaran Gereja Katolik itu ada rujukannya, yaitu ajaran tertulis dalam Kitab Suci, dan ajaran lisan para rasul (yang kemudian dituliskan oleh para penerus mereka, dalam Tradisi Suci). Dengan demikian bagi Gereja Katolik, kami berpegang kepada ajaran para rasul, baik yang lisan maupun tertulis (lih 2 Tes 2:15).”Sedangkan Pa Stef (dalam menanggapi Sdr. Feri) mengatakan:
“Tulisan-tulisan dari Bapa Gereja hanya mempertegas apa yang telah dikatakan dalam Kitab Suci dan Magisterium Gereja hanya memberikan interpretasi dan memberikan dogma dan doktrin yang tidak mungkin bertentangan dengan Kitab Suci. “Kitab Suci jelas dinilai sebagai infallible, baik bagi SS maupun Katolik.
Fakta: Ada
ajaran lisan para rasul yang tidak dimasukkan dalam Kitab Suci, ada pula
‘tafsiran’ atas ajaran lisan para rasul itu.
Apakah sudah terjadi
penyamaan atau pengaburan yang disengaja antara keduanya selama berabad-abad? Termasuk juga tentang
infalibilitas keduanya?
Untuk mempertajam, coba kita telaah, mana yang infallible:
1.
Ajaran lisan para rasul yang
tidak dimasukkan dalam Kanon PB.
2.
Penafsiran atas
ajaran lisan para rasul oleh para
bapa gereja, untuk mempertegas ajaran lisan para rasul (yang tidak ditulis dalam Kanon PB) itu.
3.
Penafsiran atas
ajaran lisan para rasul oleh
Paus dalam posisi yang
tidak-excathedra.
4.
Penafsiran oleh
Magisterium atas
Kitab Suci,
dan/atau atas
ajaran lisan para rasul.
Pertanyaan selanjutnya:
5. JIKA pendirianprinsip universal dalam interpretasi fakta sejarah (arkeologis) dan sastra (literatur) adalah:
“sumber primer lebih berotoritas dibandingkan ‘tafsiran’ atas sumber primer”,
maka apakah Anda setuju dengannya?”
JIKA
sumber primer itu infallible, maka setujukah Anda jika
‘tafsiran’ atas sumber primer itu harus tidak infallible (tidak dapat bersifat SETARA dengan sumber primernya)? Mengapa?
6. Apa
kriteria untuk ‘bapa gereja’? Apakah Paus/Uskup tertentu dapat disebut sebagai Bapa Gereja tapi Paus/Uskup tertentu lainnya tidak dapat disebut demikian? Sampai abad atau jaman atau generasi manakah seorang pemimpin atau
tokoh gereja (Paus dan non-Paus) tidak dapat disebut sebagai bapa gereja? Mengapa?
7. Jika Magisterium bersidang dan
menginterpretasikan Kitab Suci
dan/atau tulisan bapa gereja (termasuk juga
ajaran lisan para rasul), apakah Magisterium tidak menggunakan ‘instrumen’ untuk menafsirkannya? Apakah ‘instrumen’ ini infallible pula? Kalau instrumen ini infallible, tidakkah itu berarti bahwa instrumen yang diandalkan dalam menghasilkan tafsiran yang infallible itu menjadi lebih berotoritas dari Magisterium yang menggunakannya?
8. Contoh EENS (LG-14 (KGK-846):
“Andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan”.
Pertanyaan: Dapatkah ditunjukkan
‘ajaran lisan’ eksplisit para rasul (bukan bapa gereja atau tafsiran mereka atasnya) yang memasukkan frasa “Gereja Katolik” yang terkait dengan keselamatan seperti dalam EENS itu?
Kalau tidak dapat menunjukkannya, apakah EENS itu bukan merupakan bukti bahwa bapa gereja dan/atau Magisterium telah
menambah-nambahi ajaran lisan para rasul?
Sekarang saya ganti
'scriptura' dengan
'tafsiran atas ajaran lisan para rasul', sehingga menjadi seperti ini:
krn yg ada adalah 'tafsiran atas ajaran lisan para rasul' dan interpretasi. itu faktanya... dan saatnya menyudahi polapikir inkonsistensi, inkoherensi logis, untuk bisa naik ke tahap selanjutnya..