Author Topic: KEKAYAAN LITURGI SABDA DALAM PERAYAAN EKARISTI  (Read 862 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
KEKAYAAN LITURGI SABDA DALAM PERAYAAN EKARISTI
« on: October 04, 2012, 03:46:30 PM »
Fr. Yoldi CDD
Fr. Fol Piluit CDD
Rm. Agustinus Lie CDD

KEKAYAAN LITURGI SABDA DALAM PERAYAAN EKARISTI

1. Pengantar
2. Makna Teologis
2.1 Bacaan-bacaan
2.2 Mazmur Tanggapan
2.3 Bait Pengantar Injil
2.4 Bacaan Injil
2.5 Homili
2.6 Credo
2.7 Doa Umat
3. Penutup




1. Pengantar


Banyak orang Katolik tidak menyadari betapa dalam Gereja sendiri Kitab Suci mendapatkan tempat yang istimewa. Tidak benar tuduhan yang sering dilancarkan menuduh Gereja Katolik tidak mengenal dan mencintai Kitab Suci. Bila melihat tulisan-tulisan para Bapa Gereja, ajaran-ajaran mereka justru merupakan refleksi yang sangat mendalam dari Kitab Suci. Kita bisa mengutip St. Hironimus yang mengatakan: “Barangsiapa tidak membaca Kitab Suci, dia tidak mengenal Kristus!” Bahkan tidak sedikit dogma-dogma Gereja mempunyai dasar yang kuat dalam Kitab Suci.
Kitab Suci sungguh amat istimewa, bahkan memiliki peran yang amat sentral dalam hidup Gereja. Karena itu Konstitusi Dogmatik Dei Verbum 21 mengatakan:
Kitab Suci seperti halnya dengan Tubuh Kristus selalu dihormati oleh Gereja. Terutama dalam Liturgi tidak henti-hentinya dia mengambil dan menyampaikan santapan kehidupan bagi kaum beriman dari meja Sabda Allah maupun Tubuh Kristus.
Dari pernyataan Para Bapa Konsili ini dapat diambil satu kesimpulan pokok tentang Kitab Suci, yaitu Kitab Suci memberikan “makanan” bagi Gereja, sebagaimana juga Gereja mendapat makan Tubuh Kristus dari Liturgi Ekaristi (bdk. EE 1). Kitab Suci menghidupi Gereja.  Dalam Liturgi Gereja Katolik, di mana Ekaristi menjadi puncaknya, pewartaan Kitab Suci menduduki tempat yang istimewa.
Sayangnya, banyak umat menganggap bahwa yang terpenting dari Ekaristi hanyalah pada bagian “komuni.” Mereka, tidak jarang juga para pemimpin umat, belum dapat melihat bahwa perayaan Sabda menjadi tanda kehadiran Allah yang juga nyata, sehingga pembacaan Sabda Allah diikuti secara sepintas lalu . Sementara itu, anehnya, umat menuntut para pewarta Sabda harus memberikan homili dengan baik. Jadi sebenarnya umat mengalami sendiri bahwa pewartaan Sabda ternyata memainkan peranan yang cukup penting dalam keseluruhan Liturgi Ekaristi.
« Last Edit: October 04, 2012, 03:48:24 PM by Phooey »
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: KEKAYAAN LITURGI SABDA DALAM PERAYAAN EKARISTI
« Reply #1 on: October 04, 2012, 03:48:04 PM »
2. Makna Teologis

Liturgi Sabda dalam Perayaan Ekaristi secara garis besar memiliki makna teologis “Allah berbicara kepada umat-Nya melalui Sabda yang dibacakan dalam Kitab Suci.” Allah hendak menyapa umat-Nya. Sapaan Allah ini telah dimulai pada zaman Perjanjian Lama.
Ketika manusia pertama jatuh ke dalam dosa maka Allah menjanjikan keselamatan kepada umat manusia (Bdk. Kej 3:15). Tawaran keselamatan ini senantiasa diberikan Allah melalui perantaraan para nabi-Nya, malaikat (Bdk. Hak. 2:1-4), dan orang-orang pilihan-Nya. Para nabi dan orang-orang pilihan-Nya tersebut senantiasa mewartakan, mengingatkan, menegur bangsa Israel jikalau mereka menyimpang dari jalan Allah. Teguran ini perlu mendapat tanggapan dari bangsa Israel sendiri. Mereka yang menerima dan menanggapi tawaran ini akan selamat (Bil. 21:4-9), dan berbalik dari dosa-dosanya (2 Sam. 13).
Tawaran keselamatan Allah mencapai kepenuhannya dalam diri Yesus Kristus. Yesus Kristuslah “Sabda yang menjadi daging.” Pengarang Injil Yohanes mengatakan: “Firman itu kini telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya (Yoh 1:14).
Tawaran keselamatan Allah ini oleh Gereja senantiasa dikenang dan diwartakan. Sacrosanctum Concilium 7 mengatakan: “Ia hadir dalam sabda-Nya, karena Ia sendirilah yang berbicara bilamana di dalam Gereja Kitab Suci dibacakan.” Pedoman Umum Missale Romanum (PUMR) no. 29 mengatakan: “Bila Alkitab dibacakan dalam gereja, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya, dan Kristus sendiri mewartakan kabar gembira, sebab Ia hadir dalam sabda itu.” Melalui bacaan-bacaan Kitab Suci dan penjelasannya dalam homili, maka misteri penebusan dan keselamatan disingkapkan. Umat juga diberikan makanan rohani. Lewat Sabda-Nya, Yesus Kristus sungguh hadir dan menyapa umat-Nya.
Dengan demikian jelas bahwa pembacaan Kitab Suci dalam Liturgi Sabda memiliki makna:
1. Allah yang hadir, menyapa dan bersabda kepada umat-Nya.
2. Umat disadarkan akan kenangan agung karya Allah untuk menyelamatkan umat manusia.
3. Liturgi Sabda harus menjadi perayaan doa meditatif - kontemplatif

Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: KEKAYAAN LITURGI SABDA DALAM PERAYAAN EKARISTI
« Reply #2 on: October 04, 2012, 03:49:30 PM »
 2.1 Bacaan-bacaan

Bacaan-bacaan dalam Liturgi Sabda disusun sedemikian rupa agar seluruh Kitab Suci dibacakan dalam Perayaan Ekaristi. PUMR no. 57 - 60 menuliskan:

57.    Dalam bacaan-bacaan dari Alkitab, sabda Allah dihidangkan kepada umat beriman, dan khazanah harta Alkitab dibuka bagi mereka. Maka, kaidah penataan bacaan Alkitab hendaknya dipatuhi, agar tampak jelas kesatuan Perjanjian Lama – Perjanjian Baru dengan sejarah keselamatan. Tidak diizinkan mengganti bacaan dan mazmur tanggapan, yang berisi sabda Allah, dengan teks-teks lain yang bukan dari Alkitab.

58.    Dalam Misa umat, bacaan-bacaan selalu dimaklumkan dari mimbar.

59.    Menurut tradisi, pembacaan itu bukanlah tugas pemimpin perayaan, melainkan tugas pelayan yang terkait. Oleh karena itu, bacaan-bacaan hendaknya dibawakan oleh lektor, sedangkan Injil dimaklumkan oleh diakon atau imam lain yang tidak memimpin perayaan. Akan tetapi, kalau tidak ada diakon atau imam  lain, maka Injil dimaklumkan oleh imam selebran sendiri. Juga kalau lektor tidak hadir, bacaan-bacaan sebelum Injil pun dapat dibawakan oleh imam selebran sendiri.
Sesudah setiap bacaan, petugas, siapapun dia, melagukan atau melafalkan aklamasi yang ditanggapi oleh jemaat. Dengan tanggapan itu, jemaat menghormati sabda Allah yang telah mereka sambut dengan penuh iman dan rasa syukur.

60.    Pembacaan Injil merupakan puncak Liturgi Sabda. Liturgi sendiri mengajarkan bahwa pemakluman Injil harus dilaksanakan dengan cara yang sangat hormat. Ini jelas dari aturan liturgi, sebab bacaan Injil lebih mulia daripada bacaan-bacaan lain. Penghormatan itu diungkapkan sebagai berikut: (1) diakon yang ditugaskan memaklumkan Injil mempersiapkan diri dengan berdoa atau minta berkat kepada imam selebran; (2) umat beriman, lewat aklamasi-aklamasi, mengakui dan mengimani kehadiran Kristus yang bersabda kepada umat dalam pembacaan Injil; selain itu umat berdiri selama mendengarkan Injil; (3) Kitab Injil sendiri diberi penghormatan yang sangat khusus.

Dalam Perayaan Ekaristi hari Minggu dan Hari-hari Raya dibacakan tiga bacaan dari Kitab Suci. Bacaan pertama biasanya diambil dari Perjanjian Lama (kecuali masa-masa khusus, misalnya Masa Paska: Bacaan Pertama diambil dari Kisah Para Rasul), Bacaan Kedua diambil dari surat-surat rasuli, dan bacaan Injil. Masing-masing bacaan ini disusun untuk 3 tahun, yakni tahun A (Injil Matius), tahun B (Injil Markus) dan tahun C (Injil Lukas). Injil Yohanes dibacakan pada saat-saat khusus, seperti pada hari raya, masa khusus, dan sebagainya. Dengan pembagian ini diharapkan umat dapat mendengarkan seluruh Injil. Bacaan Pertama yang diambil dari kitab Perjanjiaan Lama mengingatkan kita akan karya keselamatan Allah terhadap umat pilihan-Nya dan bagaimana tanggapan balik manusia terhadap keselamatan itu. Bacaan Pertama selalu dipilih dan disesuaikan dengan Bacaan Injil, tujuannya adalah untuk menunjukkan kesinambungan sejarah keselamatan Allah dari Perjanjian Lama yang berpuncak pada diri Yesus Kristus.  Bacaan Kedua diambil dari Surat-surat Rasuli, yang memberi pesan kepada jemaat terentu demi membangun Gereja dan kemudian menjadi refleksi Gereja kita sekarang. Bacaan kedua bertujuan pastoral, untuk menguatkan iman akan Yesus Kristus yang diwartakan menurut konteks permasalahan aktual Gereja perdana.   Bacaan Injil menjadi puncak seluruh Liturgi Sabda (ddk. PUMR no. 60). Yesus sendiri Sang Sabda (Bdk. Yoh 1:1) kini hadir untuk bersabda kepada Umat-Nya. Bacaan Injil bertujuan menyampaikan pesan atau Sabda Yesus kepada umat-Nya  dan bagaimana tanggapan mereka terhadap pesan tersebut.

Melalui bacaan-bacaan di dalam Perayaan Ekaristi, “Allah hadir dan menyapa hidup manusia. Manusia harus menjawab dalam ketakutan dan penyembahan, dalam teriakan dan sukacita, dalam iman, pengharapan dan kasih.”  Dalam sejarah bangsa Israel, pembacaan Kitab Taurat dilakukan pada hari-hari raya mereka. Bagaimana sikap orang ketika mendengarkan Taurat? Nabi Nehemia dengan jelas melukiskannya. Dikatakan bahwa mereka penuh perhatian mendengarkan (Neh 8:4). Ketika Nabi Ezra membuka kitab tersebut maka semua orang bangkit berdiri. Ezra kemudian memuji Tuhan dan umat menjawab “Amin. Amin.” (Bdk. Neh 8:6-7). Pada saat Kitab Taurat dibacakan, dikatakan bahwa Allah yang hadir dalam Sabda-Nya, memerlukan tanggapan dari manusia. Manusia terlebih dahulu memperhatikan, merenungkan dan menyimpan dalam hatinya. Karena itu, tidak diperkenankan mengganti bacaan dalam Liturgi Sabda dengan bacaan-bacaan lain selain bacaan dari Kitab Suci karena selera seseorang, sebab akan mengaburkan hubungan keterkaitan bacaan dengan Yesus Kristus sendiri. Seluruh bacaan Kitab Suci yang dibacakan dalam Perayaan Ekaristi mengarah (mencapai puncak) pada Yesus Kristus.

Berkaitan dengan praksis pastoral, permenungan umat akan Sabda Allah dapat lebih mendalam jikalau para petugas liturgi, khususnya imam dan lector, juga menunjukkan sikap yang tepat pula. Sikap yang tepat hanya dapat dilakukan oleh para petugas liturgi jikalau mereka telah menjadi “manusia pendoa.” Melalui doa, seseorang menjadi orang yang sungguh-sungguh mampu melihat kehadiran Allah dalam Sabda-Nya sehingga ia pun mampu pula “menghadirkan” Allah dalam dirinya ketika Sabda dibacakan.

Setelah bacaan hendaknya dilakukan saat hening. Khusus setelah bacaan Injil diakon atau imam pembaca Injil berdoa dalam hati: “Semoga karena pewartaan Injil ini dihapuskanlah dosa-dosa kita.” Saat hening memiliki arti yang sangat penting. Pada saat inilah umat Allah merenungkan, membatinkan serta menjadikan milik mereka Sabda Allah yang baru mereka dengar.  Dalam PUMR no. 56 dituliskan:

Liturgi Sabda haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mendorong umat untuk merenung. Oleh karena itu, setiap bentuk ketergesa-gesaan yang dapat mengganggu permenungan harus sungguh dihindari. Selama Liturgi Sabda, sangat cocok disisipkan saat hening sejenak, tergantung pada besarnya jemaat yang berhimpun. Saat hening ini merupakan kesempatan bagi umat untuk meresapkan sabda Allah, dengan dukungan Roh Kudus, dan untuk menyiapkan jawaban dalam bentuk doa. Saat hening sangat tepat dilaksanakan sesudah bacaan pertama, sesudah bacaan kedua, dan sesudah homili.
« Last Edit: October 04, 2012, 03:51:42 PM by Phooey »
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: KEKAYAAN LITURGI SABDA DALAM PERAYAAN EKARISTI
« Reply #3 on: October 04, 2012, 03:53:22 PM »
2.2 Mazmur Tanggapan

Setelah umat mendengarkan Sabda Allah kemudian merenungkan serta membatinkan dalam hatinya, maka umat diajak untuk menanggapi sabda Allah tersebut. Sesuai namanya maka bagian ini diambil dari kitab Mazmur. Mengapa harus kitab Mazmur? Menarik apa yang dikatakan oleh Berthold Anton Pareira: “Pertama, Kitab Mazmur merupakan puisi dan nyanyian yang diilhami oleh Roh Allah. Kedua, Mazmur dapat dikatakan merupakan rangkuman dari PL (sebagai jawaban iman terhadap Allah). Ketiga, Mazmur telah dinyanyikan oleh Yesus Kristus sendiri (Mazmur mengantar kita memahami misteri Allah yang menjadi manusia). Ia telah menjadi sama seperti kita dalam segala hal kecuali dalam hal dosa. Ia bersedih, mengeluh, takut, kecewa, difitnah, dsb).   

Makna dari mazmur tanggapan ini menurut PUMR no. 61 adalah menopang permenungan atas Sabda Allah. “Mazmur pertama-tama tidak menyampaikan pesan tetapi pengalaman. Melalui kata-katanya kita dibawa kepada Allah dan berjumpa dengan Allah”  Melalui Mazmur, umat diajak pula untuk turut merasakan pergulatan umat Israel, pujian kepada Allah,  tantangan hidup yang mereka hadapi dan kesetiaan mereka kepada Allah sehingga membawa umat Allah yang sedang merayakan Liturgi Sabda menanggapi Sabda Allah. Dalam mazmur tanggapan terkandung begitu banyak harapan, iman, cintakasih, rasa kagum, syukur, pujian, permohonan, tobat, sehingga sangat cocok untuk mengungkapan isi rasa dan isi hati kita.

2.3 Bait Pengantar Injil

Sering Bait Pengantar Injil dipandang sebelah mata, dan tidak memehami perannya dalam keseluruhan liturgi. PUMR no. 62 mengatakan:

Sesudah bacaan yang langsung mendahului Injil, dilagukan bait pengantar Injil, dengan atau tanpa alleluya, seturut ketentuan rubrik, dan sesuai dengan masa liturgi yang sedang berlangsung. Aklamasi ini merupakan ritus atau kegiatan tersendiri. Dengan aklamasi ini jemaat beriman menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda kepada mereka dalam Injil, dan sekaligus menyatakan iman. Seluruh jemaat berdiri dan melagukan bait pengantar Injil, dipandu oleh paduan suara atau solis

Bait pengantar Injil merupakan sambutan atau sapaan terhadap Allah yang hendak bersabda kepada mereka. Bait pengantar Injil menggunakan kata: “Alleluya” הללויה  (kecuali selama masa Prapaska. Kata “Alleluya” ini berasal dari bahasa Ibrani yang berarti “Terpujilah YHWH” dan digunakan dalam ibadat bangsa Yahudi. Sesuai dengan sifat dasarnya seruan ini merupakan ungkapan pujian sukacita kepada Tuhan yang bangkit,  karena kata Halel berarti nyanyian pujian. Pada saat menyanyikan bait pengantar Injil umat berdiri, sebagai tanda kesiapsediaan untuk menyambut Tuhan Yesus Kristus yang akan bersabda dalam Injil.

Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: KEKAYAAN LITURGI SABDA DALAM PERAYAAN EKARISTI
« Reply #4 on: October 04, 2012, 03:54:41 PM »
2.4 Bacaan Injil

Bacaan Injil merupakan puncak seluruh Liturgi Sabda karena Yesus sendirilah yang datang dan menyapa umat-Nya. Yesus yang adalah Sabda (Bdk. Yoh 1:1) kini hadir dengan Sabda-Nya untuk menemui umat-Nya. Imam selebran dalam hal ini bertindak In Persona Christi. Imam dapat dikatakan merupakan “Kristus” yang kelihatan, dan karena itu imam sendirilah yang membacakan Injil. Pada saaat Injil dibacakan, umat seolah-olah mendengar sendiri kata-kata yang keluar dari mulut Kristus, seolah-olah melihat Yesus sendiri sedang berkarya di dunia ini dan dalam hidup mereka.

2.5 Homili

Pertanyaan dasar: Apa beda homili dengan khotbah? Homili merupakan penjelasan tentang isi Kitab Suci (Bdk. PUMR no. 65) sedangkan khotbah tidak selalu menjelaskan isi Kitab Suci. Seperti halnya dengan rabi-rabi Yahudi yang memiliki kewenangan untuk menjelaskan isi Taurat demikian pula seorang imam memiliki otoritas untuk menjelaskan isi Kitab Suci. Hal ini perlu diperhatikan sebab tidak jarang seorang imam melakukan homili bukan menjelaskan isi Kitab Suci melainkan bercerita sesuatu di luar isi Kitab Suci. Dalam homili ini, imam berusaha menerangkan isi Kitab Suci (bacaan hari itu) kemudian apa relevansinya dalam kehidupan sehari-hari umat. Agar bacaan Kitab Suci sungguh “berbicara” dalam kehidupan sehari-hari umat maka imam harus bergaul akrab dengan Kitab Suci (mempersiapkan homili / membaca Kitab Suci dengan sungguh-sungguh) kemudian membuka mata terhadap segala permasalahan hidup umat. Hendaknya pertanyaan ini senantiasa dipegang: Allah hendak berbicara apa dengan bacaan-bacaan ini?

Dalam langkah praksis pastoral, Siapakah yang boleh menyampaikan homili dan pada waktu kapan seorang imam harus menyampaikan homili? Homili biasanya disampaikan oleh imam selebran utama tetapi tidak menutup kemungkinan pemberi homili digantikan dengan imam konselebran atau kepada diakon, atau juga dengan alasan yang khusus kepada seorang imam yang tidak ikut konselebran tetapi tidak pernah diberikan kepada seorang awam (Bdk. PUMR no. 66).  Seorang imam wajib memberikan homili pada hari minggu dan pesta-pesta wajib dan hanya boleh ditiadakan dengan alasan yang berat. Homili sangat dianjurkan pada hari-hari biasa dalam masa-masa khusus (PUMR no. 66).

Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: KEKAYAAN LITURGI SABDA DALAM PERAYAAN EKARISTI
« Reply #5 on: October 04, 2012, 03:57:01 PM »
2.6 Credo

Setelah Kitab Suci dibacakan, atau dengan kata lain, setelah umat mendengarkan Allah berbicara melalui para nabi, para rasul, maupun Yesus sendiri, dan kemudian imam menjelaskan iman yang diwartakan ini, umat menanggapinya dengan pernyataan iman. PUMR no 67 mengatakan:

Maksud pernyataan iman atau syahadat dalam perayaan Ekaristi ialah agar seluruh umat yang berhimpun dapat menanggapi sabda Allah yang dimaklumkan dari Alkitab dan dijelaskan dalam homili. Dengan melafalkan kebenaran-kebenaran iman lewat rumus yang disahkan untuk penggunaan liturgis, umat mengingat kembali dan mengakui pokok-pokok misteri iman sebelum mereka merayakannya dalam Liturgi Ekaristi.

Jelas dikatakan bahwa tujuan dari Credo adalah untuk menanggapi Sabda Allah yang dimaklumkan dari Kitab Suci dan dijelaskan dalam homili sehingga umat sampai pada pengakuan akan kebenaran-kebenaran iman kristiani. Credo merupakan kristalisasi seluruh sejarah suci mulai dari penciptaan, penjelmaan, kebangkitan, kedatangan Roh Kudus, misteri Gereja, sampai ke hidup kekal, suatu kenangan seluruh sejarah dan tata keselamatan. Karena itu Gereja dalam hal ini sangat menghormati seluruh rumusan credo, karena merupakan ungkapan iman dari Gereja Perdana.

2.7 Doa Umat

Doa umat mengakhiri seluruh Liturgi Sabda. Umat diajak untuk menanggapi Sabda Allah yang telah mereka dengarkan dan mereka resapkan dalam hati. Doa ini merupakan  suatu bentuk pelaksanaan imamat umum seluruh umat beriman yang telah mereka dalam pembaptisan (Bdk. PUMR no. 69). Dengan demikian doa umat memiliki makna: Pertama, sebagai tanggapan atas Sabda Allah. Kedua, memohon keselamatan bagi semua orang. Sebagai doa Gereja, Doa Umat disusun demikian:

•   Doa bagi kepentingan Gereja khususnya para pemimpin Gereja;
•   Doa bagi kepentingan pemimpin masyarakat;
•   Doa bagi orang-orang yang sedang menderita;
•   Doa bagi kepentingan jemaat setempat.

Akan tetapi, pada perayaan khusus seperti misalnya pada perayaan Sakramen Krisma, pernikahan, atau pemakaman, ujud-ujud dapat lebih dikaitkan dengan peristiwa khusus tersebut (Bdk. PUMR no.70).

Dalam praksis pastoral, Doa Umat dipimpin oleh imam selebran dari tempat duduknya (PUMR no. 71). Pembaca doa umat dapat seorang diakon, solis, lektor, atau umat awam lainnya (PUMR no. 71).

3. Penutup

Dengan demikian, sangat jelas terungkap di dalam Liturgi Sabda kehadiran Allah sendiri. Jadi Allah tidak hanya hadir pada saat Liturgi Ekaristi dimulai, melainkan pada saat Perayaan Ekaristi dimulai. Mengakhiri seluruh pembahasan ini, baiklah kita melihat Yoh. 1: 1,14 yang merupakan inti/puncak dari Liturgi Sabda: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita.”

Fr. Yoldi CDD
Fr. Fol Piluit CDD
Rm. Agustinus Lie CDD

Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)