2.1 Bacaan-bacaan
Bacaan-bacaan dalam Liturgi Sabda disusun sedemikian rupa agar seluruh Kitab Suci dibacakan dalam Perayaan Ekaristi. PUMR no. 57 - 60 menuliskan:
57. Dalam bacaan-bacaan dari Alkitab, sabda Allah dihidangkan kepada umat beriman, dan khazanah harta Alkitab dibuka bagi mereka. Maka, kaidah penataan bacaan Alkitab hendaknya dipatuhi, agar tampak jelas kesatuan Perjanjian Lama – Perjanjian Baru dengan sejarah keselamatan. Tidak diizinkan mengganti bacaan dan mazmur tanggapan, yang berisi sabda Allah, dengan teks-teks lain yang bukan dari Alkitab.
58. Dalam Misa umat, bacaan-bacaan selalu dimaklumkan dari mimbar.
59. Menurut tradisi, pembacaan itu bukanlah tugas pemimpin perayaan, melainkan tugas pelayan yang terkait. Oleh karena itu, bacaan-bacaan hendaknya dibawakan oleh lektor, sedangkan Injil dimaklumkan oleh diakon atau imam lain yang tidak memimpin perayaan. Akan tetapi, kalau tidak ada diakon atau imam lain, maka Injil dimaklumkan oleh imam selebran sendiri. Juga kalau lektor tidak hadir, bacaan-bacaan sebelum Injil pun dapat dibawakan oleh imam selebran sendiri.
Sesudah setiap bacaan, petugas, siapapun dia, melagukan atau melafalkan aklamasi yang ditanggapi oleh jemaat. Dengan tanggapan itu, jemaat menghormati sabda Allah yang telah mereka sambut dengan penuh iman dan rasa syukur.
60. Pembacaan Injil merupakan puncak Liturgi Sabda. Liturgi sendiri mengajarkan bahwa pemakluman Injil harus dilaksanakan dengan cara yang sangat hormat. Ini jelas dari aturan liturgi, sebab bacaan Injil lebih mulia daripada bacaan-bacaan lain. Penghormatan itu diungkapkan sebagai berikut: (1) diakon yang ditugaskan memaklumkan Injil mempersiapkan diri dengan berdoa atau minta berkat kepada imam selebran; (2) umat beriman, lewat aklamasi-aklamasi, mengakui dan mengimani kehadiran Kristus yang bersabda kepada umat dalam pembacaan Injil; selain itu umat berdiri selama mendengarkan Injil; (3) Kitab Injil sendiri diberi penghormatan yang sangat khusus.
Dalam Perayaan Ekaristi hari Minggu dan Hari-hari Raya dibacakan tiga bacaan dari Kitab Suci. Bacaan pertama biasanya diambil dari Perjanjian Lama (kecuali masa-masa khusus, misalnya Masa Paska: Bacaan Pertama diambil dari Kisah Para Rasul), Bacaan Kedua diambil dari surat-surat rasuli, dan bacaan Injil. Masing-masing bacaan ini disusun untuk 3 tahun, yakni tahun A (Injil Matius), tahun B (Injil Markus) dan tahun C (Injil Lukas). Injil Yohanes dibacakan pada saat-saat khusus, seperti pada hari raya, masa khusus, dan sebagainya. Dengan pembagian ini diharapkan umat dapat mendengarkan seluruh Injil. Bacaan Pertama yang diambil dari kitab Perjanjiaan Lama mengingatkan kita akan karya keselamatan Allah terhadap umat pilihan-Nya dan bagaimana tanggapan balik manusia terhadap keselamatan itu. Bacaan Pertama selalu dipilih dan disesuaikan dengan Bacaan Injil, tujuannya adalah untuk menunjukkan kesinambungan sejarah keselamatan Allah dari Perjanjian Lama yang berpuncak pada diri Yesus Kristus. Bacaan Kedua diambil dari Surat-surat Rasuli, yang memberi pesan kepada jemaat terentu demi membangun Gereja dan kemudian menjadi refleksi Gereja kita sekarang. Bacaan kedua bertujuan pastoral, untuk menguatkan iman akan Yesus Kristus yang diwartakan menurut konteks permasalahan aktual Gereja perdana. Bacaan Injil menjadi puncak seluruh Liturgi Sabda (ddk. PUMR no. 60). Yesus sendiri Sang Sabda (Bdk. Yoh 1:1) kini hadir untuk bersabda kepada Umat-Nya. Bacaan Injil bertujuan menyampaikan pesan atau Sabda Yesus kepada umat-Nya dan bagaimana tanggapan mereka terhadap pesan tersebut.
Melalui bacaan-bacaan di dalam Perayaan Ekaristi, “Allah hadir dan menyapa hidup manusia. Manusia harus menjawab dalam ketakutan dan penyembahan, dalam teriakan dan sukacita, dalam iman, pengharapan dan kasih.” Dalam sejarah bangsa Israel, pembacaan Kitab Taurat dilakukan pada hari-hari raya mereka. Bagaimana sikap orang ketika mendengarkan Taurat? Nabi Nehemia dengan jelas melukiskannya. Dikatakan bahwa mereka penuh perhatian mendengarkan (Neh 8:4). Ketika Nabi Ezra membuka kitab tersebut maka semua orang bangkit berdiri. Ezra kemudian memuji Tuhan dan umat menjawab “Amin. Amin.” (Bdk. Neh 8:6-7). Pada saat Kitab Taurat dibacakan, dikatakan bahwa Allah yang hadir dalam Sabda-Nya, memerlukan tanggapan dari manusia. Manusia terlebih dahulu memperhatikan, merenungkan dan menyimpan dalam hatinya. Karena itu, tidak diperkenankan mengganti bacaan dalam Liturgi Sabda dengan bacaan-bacaan lain selain bacaan dari Kitab Suci karena selera seseorang, sebab akan mengaburkan hubungan keterkaitan bacaan dengan Yesus Kristus sendiri. Seluruh bacaan Kitab Suci yang dibacakan dalam Perayaan Ekaristi mengarah (mencapai puncak) pada Yesus Kristus.
Berkaitan dengan praksis pastoral, permenungan umat akan Sabda Allah dapat lebih mendalam jikalau para petugas liturgi, khususnya imam dan lector, juga menunjukkan sikap yang tepat pula. Sikap yang tepat hanya dapat dilakukan oleh para petugas liturgi jikalau mereka telah menjadi “manusia pendoa.” Melalui doa, seseorang menjadi orang yang sungguh-sungguh mampu melihat kehadiran Allah dalam Sabda-Nya sehingga ia pun mampu pula “menghadirkan” Allah dalam dirinya ketika Sabda dibacakan.
Setelah bacaan hendaknya dilakukan saat hening. Khusus setelah bacaan Injil diakon atau imam pembaca Injil berdoa dalam hati: “Semoga karena pewartaan Injil ini dihapuskanlah dosa-dosa kita.” Saat hening memiliki arti yang sangat penting. Pada saat inilah umat Allah merenungkan, membatinkan serta menjadikan milik mereka Sabda Allah yang baru mereka dengar. Dalam PUMR no. 56 dituliskan:
Liturgi Sabda haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mendorong umat untuk merenung. Oleh karena itu, setiap bentuk ketergesa-gesaan yang dapat mengganggu permenungan harus sungguh dihindari. Selama Liturgi Sabda, sangat cocok disisipkan saat hening sejenak, tergantung pada besarnya jemaat yang berhimpun. Saat hening ini merupakan kesempatan bagi umat untuk meresapkan sabda Allah, dengan dukungan Roh Kudus, dan untuk menyiapkan jawaban dalam bentuk doa. Saat hening sangat tepat dilaksanakan sesudah bacaan pertama, sesudah bacaan kedua, dan sesudah homili.