Author Topic: Kristen, Kebudayaan, dan Pariwisata  (Read 692 times)

0 Members and 4 Guests are viewing this topic.

Offline dantono

  • FIK - Full
  • ***
  • Posts: 234
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Catholic
Kristen, Kebudayaan, dan Pariwisata
« on: November 09, 2012, 07:27:50 AM »
Halo FIKers, saya ingin pendapat teman-teman tentang budaya dan pariwisata dalam kaitannya dengan kekristenan. Memang kita tahu bahwa sejarah kekristenan beberapa menghasilkan budaya dan pariwisata. Misalnya daerah-daerah yang saat ini jadi tempat pilgrimmate bagi kekristenan, bukit kasih, lourdes, dll.

Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana jika tempat wisata atau budaya itu adalah tradisi pagan, okultisme dan sebagainya. Bagaimana kita menyikapi, seandainya kita menjadi pemimpin atau punya otoritas terhadap keberadaan budaya-budaya tersebut. Kita tahu bahwa kebudayaan-kebudayaan tersebut yang justru menarik para wisatawan untuk berkunjung.

Shalom Aleikhem


Offline Husada

  • FIK council
  • Super Hero
  • *****
  • Posts: 3585
  • Reputation Power:
  • Gerejaku Didirikan oleh Yesus Kristus
Re: Kristen, Kebudayaan, dan Pariwisata
« Reply #1 on: November 09, 2012, 02:41:33 PM »
Halo FIKers, saya ingin pendapat teman-teman tentang budaya dan pariwisata dalam kaitannya dengan kekristenan. Memang kita tahu bahwa sejarah kekristenan beberapa menghasilkan budaya dan pariwisata. Misalnya daerah-daerah yang saat ini jadi tempat pilgrimmate bagi kekristenan, bukit kasih, lourdes, dll.

Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana jika tempat wisata atau budaya itu adalah tradisi pagan, okultisme dan sebagainya. Bagaimana kita menyikapi, seandainya kita menjadi pemimpin atau punya otoritas terhadap keberadaan budaya-budaya tersebut. Kita tahu bahwa kebudayaan-kebudayaan tersebut yang justru menarik para wisatawan untuk berkunjung.

Shalom Aleikhem
Namanya berpendapat, bebas saja, bukan? Mau dianggap benar, ato salah, terserah saja. Menurut saya, begini.

Tanpa disadari, banyak budaya, dimana-mana, sudah diketahui bahwa ternyata ada kekuatan super di luar kekuatan manusia. Pemahaman seperti itu, mendorong manusia mencari bentuk, atau sistem, atau format, atau apapun istilahnya, utnuk sedikit bisa mempengaruhi kekuatan yang super itu, yahh... untung-untung kalao lantas jadi bisa dimintain tolong untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Dengan demikian, pikiran ato pola pikir mengenai 'sesuatu berkekuatan supra natural' itu tertanam atau tersublimasi pada kebudyaan.

Maka, lazim saja apabila menemukan suatu budaya yang menggambarkan pemujaan kepada 'sesutu' yang berkemampuan supra natural, walaupun tidak diketahui namanya. Seperti kepercayaan Yunani yang bahkan memberikan persembahan kepada Dewa Asing, ato Dewan Yang Tidak Dikenal. Hal seperti itu sudah berurat berakar di sanubari manusia, termasuk leluhur Indonesia. Dan ketika membentuk suatu tempat pemujaan, misalnya, maka nilai-nilai budaya untuk menghormati atau memuja kekuatan supra natural itu terbawa, atau tersublimasi pada format peujaan atau ritual budaya.

Nah, setelah datangnya agama, masyarakat domestik menjadi tahu tentang dewa, tentang Sidaharta, tentang Allah, tentang Jesus Kristus. Bagi sebagian masyarakat, mengetahui bahwa kekuatan supra natural yang dikenalnya sebelum kedatangan agama, mungkin itulah yang dikenalkan oleh agama. Dengan demikian, maka sangat dimungkinkan suatu tempat pemujaan, ternyata berasal dari pemujaan sesuai format non agama, dalam arti, mungkin pagan, mungkin baal, mungkin dewa, dll, dll.

Nah, pertanyaan Dantono, tentu yang begitu itu, bukan? Jika pada suatu kurun waktu tertentu, masyarakat (kita) tidak tahu bahwa format dan tempat pemujaan tertentu adalah tempat pemujaan bukan Tuhan (misalkan saja, gondoruwo). Kalau saya menangkap pertanyaan Dantono, pertanyaannya ialah, bagaimana dengan masyarakat (kita) yang sudah menjadi tahu bahwa tempat pemujaan masyarakat (kita) sekarang ini, adalah trempat pemujaan gondoruwo?

Menurut saya pribadi, tidak masalah. Sebab, Tuhan adalah maha segalanya, tetapi Tuhan tidak berbuat apa-apa. Sepanjang pada saat ibadah disadari sepenuhnya bahwa yang dipuja adalah Tuhan, menjadi tidak mulus. Kalau tidak salah, Apostel Paulus pernah mengkaitkannya dengan makanan yang sudah dipersembahakan kepada berhala.

Manfaatkan sebaik-baiknya.
Damai, damai, dmai.
PRO ECCLESIA ET PATRIA, PRO PATRIA ET ECCLESIA

Offline cadangdata

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 1065
  • Reputation Power:
  • Denominasi: -
Re: Kristen, Kebudayaan, dan Pariwisata
« Reply #2 on: November 09, 2012, 08:17:31 PM »
Namanya berpendapat, bebas saja, bukan? Mau dianggap benar, ato salah, terserah saja. Menurut saya, begini.

Tanpa disadari, banyak budaya, dimana-mana, sudah diketahui bahwa ternyata ada kekuatan super di luar kekuatan manusia. Pemahaman seperti itu, mendorong manusia mencari bentuk, atau sistem, atau format, atau apapun istilahnya, utnuk sedikit bisa mempengaruhi kekuatan yang super itu, yahh... untung-untung kalao lantas jadi bisa dimintain tolong untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Dengan demikian, pikiran ato pola pikir mengenai 'sesuatu berkekuatan supra natural' itu tertanam atau tersublimasi pada kebudyaan.

Maka, lazim saja apabila menemukan suatu budaya yang menggambarkan pemujaan kepada 'sesutu' yang berkemampuan supra natural, walaupun tidak diketahui namanya. Seperti kepercayaan Yunani yang bahkan memberikan persembahan kepada Dewa Asing, ato Dewan Yang Tidak Dikenal. Hal seperti itu sudah berurat berakar di sanubari manusia, termasuk leluhur Indonesia. Dan ketika membentuk suatu tempat pemujaan, misalnya, maka nilai-nilai budaya untuk menghormati atau memuja kekuatan supra natural itu terbawa, atau tersublimasi pada format peujaan atau ritual budaya.

Nah, setelah datangnya agama, masyarakat domestik menjadi tahu tentang dewa, tentang Sidaharta, tentang Allah, tentang Jesus Kristus. Bagi sebagian masyarakat, mengetahui bahwa kekuatan supra natural yang dikenalnya sebelum kedatangan agama, mungkin itulah yang dikenalkan oleh agama. Dengan demikian, maka sangat dimungkinkan suatu tempat pemujaan, ternyata berasal dari pemujaan sesuai format non agama, dalam arti, mungkin pagan, mungkin baal, mungkin dewa, dll, dll.

Nah, pertanyaan Dantono, tentu yang begitu itu, bukan? Jika pada suatu kurun waktu tertentu, masyarakat (kita) tidak tahu bahwa format dan tempat pemujaan tertentu adalah tempat pemujaan bukan Tuhan (misalkan saja, gondoruwo). Kalau saya menangkap pertanyaan Dantono, pertanyaannya ialah, bagaimana dengan masyarakat (kita) yang sudah menjadi tahu bahwa tempat pemujaan masyarakat (kita) sekarang ini, adalah trempat pemujaan gondoruwo?

Menurut saya pribadi, tidak masalah. Sebab, Tuhan adalah maha segalanya, tetapi Tuhan tidak berbuat apa-apa. Sepanjang pada saat ibadah disadari sepenuhnya bahwa yang dipuja adalah Tuhan, menjadi tidak mulus. Kalau tidak salah, Apostel Paulus pernah mengkaitkannya dengan makanan yang sudah dipersembahakan kepada berhala.

Manfaatkan sebaik-baiknya.
Damai, damai, dmai.

mantep bro..

lha saya ini sering mikir...

kalo borobudur itu bisa dicarikan ayat-nya yang mewajibkan umat budha seluruh dunia untuk ber-haji ke borobudur, terus dapet gelar pula...
bayangkan bro... Kabupaten Magelang bisa lebih kaya daripada Singapur bro...

Kalo ini bisa... alhamdulilah banget ya...

Offline dantono

  • FIK - Full
  • ***
  • Posts: 234
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Catholic
Re: Kristen, Kebudayaan, dan Pariwisata
« Reply #3 on: November 11, 2012, 04:19:43 PM »
@Bro Husada,

Terima kasih atas tanggapannya. Jadi misalnya kita sebagai mayoritas di daerah yang masih ada budaya okultisme, pagan dan disitu sebagai daerah pariwisata tidak masalah ya? Artinya kita tidak perlu mendorong penghapusan budaya tersebut. Contoh yang paling dekat adalah kesenian kuda lumping yang masih berbau okultisme, pemanggilan roh dan sebagainya. Apakah kita perlu mendorong penghapusan kesenian seperti itu?

Jadi bukan sekadar "tempatnya gendruwo" dipakai memuja Tuhan, kalau ini saya kira tidak masalah. Dulu alm. Ibu saya juga melanjutkan ritual malam jum'at di kamar tengah dari nenek saya, tapi doanya diganti dengan doa-doa Bapa Kami dan doa kekristenan lainnya.

Yang saya permasalahkan disitu ada budaya yang mendukung pariwisata baik lokal, nasional, internasional, tapi masih benar-benar berbau okultisme. Bagaimana menyikapinya?

@Bro Cadangdata,
Kalau di Indonesia kebetulan kita kena undang-undang negara ya, jadi mungkin tidak perlu membahas sikap terhadap agama lain dulu :).


Mungkin teman-teman protestan bisa memberikan tanggapan juga.

Salam damai

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Kristen, Kebudayaan, dan Pariwisata
« Reply #4 on: November 12, 2012, 06:29:39 AM »
Halo FIKers, saya ingin pendapat teman-teman tentang budaya dan pariwisata dalam kaitannya dengan kekristenan. Memang kita tahu bahwa sejarah kekristenan beberapa menghasilkan budaya dan pariwisata. Misalnya daerah-daerah yang saat ini jadi tempat pilgrimmate bagi kekristenan, bukit kasih, lourdes, dll.

Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana jika tempat wisata atau budaya itu adalah tradisi pagan, okultisme dan sebagainya. Bagaimana kita menyikapi, seandainya kita menjadi pemimpin atau punya otoritas terhadap keberadaan budaya-budaya tersebut. Kita tahu bahwa kebudayaan-kebudayaan tersebut yang justru menarik para wisatawan untuk berkunjung.

Shalom Aleikhem

@ Bro Dantono.

Dapatkah secara spesifik diberikan contoh dari tradisi tersebut ?


 :)
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline dantono

  • FIK - Full
  • ***
  • Posts: 234
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Catholic
Re: Kristen, Kebudayaan, dan Pariwisata
« Reply #5 on: November 12, 2012, 07:01:59 AM »
@ Bro Dantono.

Dapatkah secara spesifik diberikan contoh dari tradisi tersebut ?


 :)

Sudah saya berikan contohnya di posting sebelum ini :

Quote from: dantono
Contoh yang paling dekat adalah kesenian kuda lumping yang masih berbau okultisme, pemanggilan roh dan sebagainya. Apakah kita perlu mendorong penghapusan kesenian seperti itu?


Contoh lain mungkin seperti debus, dimana ada kekuatan-kekuatan supranatural, seperti kekebalan, tidak mempan disiram minyak panas. Reog Ponorogo, dll.

Thanks


Offline Frodo

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 268
  • Reputation Power:
  • Denominasi: ?????
Re: Kristen, Kebudayaan, dan Pariwisata
« Reply #6 on: November 12, 2012, 09:17:23 AM »
Harus adil dong.
Kalo agama kita gak mau dihalangi, kita juga tidak boleh menghalangi kepercayaan lain.
Termasuk seandainya agama itu menyembah batu atau setan sekalipun, gitu.


Offline cadangdata

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 1065
  • Reputation Power:
  • Denominasi: -
Re: Kristen, Kebudayaan, dan Pariwisata
« Reply #7 on: November 12, 2012, 03:41:31 PM »
Harus adil dong.
Kalo agama kita gak mau dihalangi, kita juga tidak boleh menghalangi kepercayaan lain.
Termasuk seandainya agama itu menyembah batu atau setan sekalipun, gitu.

cakeeeppp bro.... :afro:

Offline dantono

  • FIK - Full
  • ***
  • Posts: 234
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Catholic
Re: Kristen, Kebudayaan, dan Pariwisata
« Reply #8 on: November 14, 2012, 06:54:59 PM »
OK terima kasih atas tanggapan teman-teman :)