Hmm... kok aku masih merasa kurang tepat ya, bro oda...
Kalo kita bilang "dosa diampuni tapi tetap diperhitungkan" kok kesannya Allah itu perhitungan sekali, kontradiksi dengan kasih Allah yang tidak terbatas itu.
Nah itu .... disini kita beda lagi, Jeno.
Berkaitan dgn thread saya yg di board nonK, saya tidak sedang didalam pengertian bahwa itu person Allah yg itang-itung timbang-menimbang, ibarat diketika seorang ayah mendapatkan anaknya berbohong ...
"disabet sapu lidi ato dijewer aja yah ?" Law-lah yang "perhitungan" (dgn tanda petik), If___Then___ .
IMHO, tepatnya kita bilang, dosa sudah diampuni, tetapi kodrat dari dosa itu tidak dapat dihilangkan.
Allah tidak memperhitungkan dosa2 kita yang telah diampuni, tetapi kodrat dosa itu lah yg tidak dapat dihilangkan Allah, dan kodrat dosa itu sendirilah yang meninggalkan hukuman yang tersisa.
Itu dah Jeno... coba deh kita perhatiin bersama pada kalimat Jeno yg bold. Kan bukankah bisa jadi timbul pertanyaan :
"emangnya person Allah gak mampu / gak bisa / gak dapat menghilangkan kodrat dosa manusia ?" ?
Saya tidak sedang me"nyalahkan" kalimat bold tsb ... namun saya mengertikannya secara berbeda.
So mengenai pertanyaan yg timbul tsb, maka jawabannya benak saya :
"itu bukan ttg person Allah mampu / gak mampu (dapat/tidak dapat) menghilangkan kodrat dosa manusia ... tetapi itu ada Law-NYA tersendiri ... Kalau___Maka___, dan kita tidak bisa tau secara mutlak 100% kesemuaan Law/rancangan tsb".
Seorang kepneg tirani otoriter bisa/dapat/mampu tidak mengeluarkan Law yg dikasih tau ke penduduknya.
Tanpa Law, kepneg ini mampu/bisa/dapat bertindak sesuka-sukanya. If Cuplis ngebunuh Then person kepneg ini tidak berkeinginan menghukum ... dilain sisi If Unyil ngebunuh Then person kepneg ini berkeinginan menghukum. If Meilan memberi sedekah ke seseorang Then person kepneg ini bisa saja menghukum Meilan .... dilain sisi If pak Raden berbuat yang sama spt Meilan Then person kepneg ini bisa saja tidak menghukum pak Raden. Tidak ada Order - tidak pula ada Law, apalagi bisa dikasih tau ke penduduknya.
Once there is a Law and Order, maka yang "bekerja" adalah Law/Order tsb.
Misal,
If tidak suci (yg Jeno sebut kodrat dosa manusia) tidak bisa masuk surga Then agar bisa masuk surga liwat purgatori dulu.Terus pelunasan itu sendiri tidak selalu dilunasi di purgatory (setelah kematian).
Maksudnya, seseorang semasa hidupnya bisa melunasi hutang2nya kepada Allah, ya ?
Apapun jawaban dari Jeno, ya itu termasuk juga Law
.
If yg tidak suci itu "utang2"nya sudah lunas semasa dia bernafas di bumi Then bisa langsung masuk surga tanpa liwat purgatori, Else ___ saya lanjut dengan quote gavin sbb yah, Jeno : (utk sbg ilustrasi)
Pada suatu saat kita dihadapkan pada keadaan dimana jika kita tidak mencuri, maka kita akan mati.
(saya buat extrim spt. itu buat memperjelas).
Kalau para rasul dulu itu akan lebih memilih mati dari pada berbuat dosa.
Daniel lebih baik menemui singa daripada disuruh sujud raja nebukadnezar.
Tapi kita ini bukan seperti rasul,.. masih jauh..
Nah dalam situasi spt. ini, kita terpaksa berbuat dosa. Dosa Yang dilakukan secara sadar.
Jika Tuhan maha adil, kita harusnya masuk ke neraka. Karena ketidakpercayaan kita itu.
Cuplis mencuri
(di sikon yg paling ekstrim) utk ngisi perutnya = berdosa.
Setelah mencuri, Cuplis menyadari bhw itu sebenernya dosa ... Cuplis memohon ampun kepada Tuhan mengenai perbuatan yang baru2 itu dia lakukan ... tetapi, Cuplis keburu mati - dia belon sempet "ngelunasin" dosa mencuri tsb
(sementara dosa2 yg sebelum2nya, udah Cuplis akui dan kebetulan emang udah lunas) ---> dengan demikian di alam barkah, Cuplis mengalami purgatori utk dosa mencurinya tsb
yg sempet diakui-nya namun belon sempet dia lunasi semasa hidupnya.Dari situ bukankah sebenernya bisa keliatan bhw itu Law ?
Antara orange dan ungu, koneksinya pada ilustrasi Cuplis mencuri diatas :
If if yg ungu tidak terpenuhi Then orange .
Apakah kira2 bener penangkepan saya dalam hal ini ?
salam.
btw, penjahat disalib mengalami purgatori ato nggak yah ?