Nginangnya daging mentah om. Kalau sapi ngerumput.
Om lagi, om lagi.
Sudah. Kembali ke topik.
Kalau di trah leluhur kami, saya dikatakan sulung di keluarga, karena anak 'cap pentung' pertama. Namun karena saya punya kakak 'cap mangkok', saya menjadi tidak sulung. Namun, hak kesulungan di keluarga ayah kami, diestafetkan kepada saya.
Misalkan terjadi seperti ST (Kalau TS orangnya, saya artikan, ST ialah
postingan), maka saya pilih
A. Berusaha memahami pemikiran sang ayah, lalu ikut pesta bersama sang ayah dan si bungsu. Sebab, entah kawan-kawan pernah membaca kisah
Bapa Selalu Benar, itu lo, cerita tentang ayah dan anak yang pergi ke pasar hendak menjual sapinya, ah, entah bagaimana detil ceritanya, lupa, saya sedikit 'mengidap' begitu, tidak mampu berlama-lama mempersalahkan sang ayah.
Semula, mungkin saya akan menunjukkan rasa kecewa, dan akan mencari jawaban. Kemudian merenung lagi, ya sudah,
wong itu adalah miliknya, pasti dia (sang ayah) punya hak prerogatif mengatur, atau mewasiatkan, atau mewariskan. Jika dia (sang ayah) mengaturkan sedemikian itu, ya sudah, saya bisa apa? Daripada rugi lebih banyak lagi, mending ikut bersukacita dalam pesta saja. Semua heppi. Enak, bukan?