Author Topic: Batasan Tafsir Alkitab  (Read 3207 times)

0 Members and 3 Guests are viewing this topic.

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Batasan Tafsir Alkitab
« on: October 21, 2012, 07:08:50 AM »
Salam Damai

Dalam mempelajari Alkitab, banyak sekali hal2 yang perlu ditafsirkan.
Sedangkan hasil dari menafsir Alkitab memungkinkan pendapat yang berbeda2.

Apakah terdapat batasan2 yang harus dipenuhi dalam melakukan Tafsir Alkitab?
Bagaimana pendapat teman2 terhadap perihal diatas ?


GBU
 :)
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

bruce

  • Guest
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #1 on: October 21, 2012, 11:22:21 AM »
Prinsip untuk menginterpretasikan Kitab Suci

1. Cara umum:

Konsili Vatikan II mengajarkan tiga cara umum untuk menafsirkan Kitab Suci sesuai dengan Roh Kudus yang mengilhaminya:[10]

1.    Memperhatikan isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci.

2.    Membaca Kitab Suci dalam terang tradisi hidup seluruh Gereja.

3.    Memperhatikan “analogi iman”.

a. Memperhatikan isi dan kesatuan seluruh Kitab Suci

Kita harus mengartikan ayat tertentu dalam Kitab Suci dalam kaitannya dengan pesan Kitab Suci secara keseluruhan. Mengartikan satu paragraf atau bahkan satu kalimat saja namun tidak memperhatikan kaitannya dengan ayat yang lain, dapat berakibat fatal. Contohnya, seorang atheis mengutip Mzm 14:1, dan berkata “Tidak ada Allah”. Tetapi sebenarnya, keseluruhan kalimat itu berkata, “Orang bebal berkata dalam hatinya: “Tidak ada Allah”. Maka arti yang disampaikan dalam Kitab Suci tentu sangat berbeda dengan pengertian orang atheis tersebut.

b. Membaca Kitab Suci dalam terang Tradisi hidup seluruh Gereja

Banyak ahli Kitab Suci di jaman modern yang tidak mengindahkan interpretasi yang berakar dari tradisi Gereja. Mereka berpikir seolah-olah baru pada saat mereka menginterpretasikan Kitab Suci, Roh Kudus memberikan pengertian yang paling “asli”, sedang interpretasi pada abad- abad yang lalu itu keliru. Sikap ini tentunya tidak mencerminkan kerendahan hati. Gereja mengajarkan bahwa kita harus menginterpretasikan Kitab Suci sesuai dengan Tradisi hidup seluruh Gereja, sebab “Kitab Suci lebih dulu ditulis di dalam hati Gereja daripada di atas pergamen (kertas dari kulit)”.[11] Di dalam Tradisi Suci inilah Roh Kudus menyatakan kenangan yang hidup tentang Sabda Allah dan interpretasi spiritual dari Kitab Suci. Tradisi Suci tercermin dari tulisan Para Bapa Gereja, dan ajaran- ajaran definitif yang ditetapkan oleh Magisterium, seperti yang dihasilkan dalam Konsili-konsili, Bapa Paus maupun yang dijabarkan dalam doktrin Gereja.

c. Memperhatikan “analogi iman”

Analogi iman maksudnya adalah bahwa wahyu Allah berisi kebenaran- kebenaran yang konsisten dan tidak bertentangan satu sama lain. Gereja Katolik percaya bahwa Roh Kudus yang meng-inspirasikan Kitab Suci adalah Roh Kudus yang sama, yang membimbing dan menjaga wewenang mengajar Gereja (Magisterium), yang juga bekerja dalam Tradisi Suci Gereja. Maka tidak mungkin ajaran Gereja Katolik bertentangan dengan Kitab Suci, karena Roh Kudus tidak mungkin bertentangan dengan diri-Nya sendiri. Juga, karena Gereja menjaga kemurnian ajaran dalam Kitab Suci, maka untuk meng-interpretasikan Kitab Suci, kita harus melihat kaitannya dengan ajaran/ doktrin Gereja.

Analogi iman yang berdasarkan ajaran Gereja berperan sebagai “penjaga” yang membantu kita agar kita tidak sampai salah jalan dalam meng-interpretasikan Kitab Suci. Ibaratnya, seperti pagar yang membatasi rumah kita dengan dunia luar yang penuh dengan anjing galak. Di dalam halaman rumah, kita tetap dapat beraktivitas, anak-anak dapat bermain dengan bebas, namun aman dari bahaya. Maka dengan berpegang pada ajaran Gereja, kita tetap mempunyai kebebasan dalam menginterpretasikan ayat-ayat Kitab Suci, namun kita dapat yakin bahwa interpretasi kita tidak salah, ataupun tidak bertentangan dengan kebenaran yang diwahyukan. Keyakinan ini merupakan karunia yang diberikan kepada kita, jika kita setia berpegang pada pengajaran Gereja yang disampaikan oleh Magisterium (Wewenang mengajar Gereja). Magisterium inilah yang bertugas menginterpretasikan Sabda Allah dengan otentik, baik yang tertulis (Kitab Suci) maupun yang lisan (Tradisi Suci), dengan wewenang yang dilakukan dalam nama Tuhan Yesus[12] agar Sabda itu dapat diteruskan sesuai dengan yang diterima oleh para rasul.

2. Menghindari dualisme hermenetik sekular/ ‘secularized hermeneutic’ dan interpretasi fundamentalis/“fundamentalist interpretation”

Paus Benediktus XVI dalam ekshortasi apostoliknya, Verbum Domini menekankan dua kesalahan ekstrem yang tidak boleh dilakukan oleh umat Katolik dalam menginterpretasikan Kitab Suci. Dua kesalahan ini adalah hanya berdasarkan metoda sekular dan metoda fundamentalisme.

a. Metoda historical-criticism yang terpisah dari teologi

Metode sekular yang terpisah dari teologi ini menekankan sisi sejarah dari Kitab Suci, sehingga Kitab Suci hanya dilihat sebagai buku dari masa lampau yang tidak mempunyai kaitan dengan saat ini. Pendekatan yang ilmiah dengan mengesampingkan sisi-sisi Ilahi dari Kitab Suci membuat metode ini kehilangan apa yang menjadi dasar untuk mengerti Kitab Suci – yaitu iman – yang pada akhirnya menolak campur tangan Tuhan dalam sejarah manusia.[13] Inilah sebabnya, Paus Yohanes Paulus II – dalam ensiklik Fides et Ratio – dan Paus Benediktus XVI menekankan harmoni antara iman dan akal budi. Menyandarkan metoda ilmiah dalam menginterpretasikan Kitab Suci tanpa dibarengi iman, mereduksi sisi Ilahi dari Kitab Suci menjadi buku sejarah atau hanya menjadi buku literatur biasa. Sebagai contoh: Ketika di Kitab Suci dikatakan bahwa Yesus memberi makan lima ribu orang (Mt 14:15-21; Mk 6:34-44), maka metoda ini cenderung untuk mereduksi sisi Ilahi dari Kristus dan kemudian menjelaskannya dengan sesuatu yang lebih ilmiah, seperti orang-orang yang ada berkumpul mengeluarkan bekal masing-masing dan kemudian saling berbagi.

b. Metode fundamentalisme

Metode fundamentalisme mengambil kata demi kata di Kitab Suci dan menganggap kata demi kata dalam Kitab Suci adalah didikte oleh Tuhan tanpa melihat bahwa penulisan Kitab Suci senantiasa di dalam konteks sejarah pada waktu tulisan tersebut dibuat. Penolakan akan sisi sejarah dan juga penolakan akan Gereja sebagai pemberi interpretasi Kitab Suci yang otentik membuat metode ini menjadi sangat subyektif[14] yang mengarah bahwa interpretasi pribadinya sendiri adalah yang paling benar. Metoda ini juga dapat menyebabkan kegagalan untuk melihat Sabda Allah dalam konteks keseluruhan. Sebagai contoh, ketika Yesus mengatakan “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.” (Mt 24:36), maka metoda ini mempunyai tendensi untuk mengatakan bahwa Yesus memang tidak mengetahui kapan akhir dunia terjadi, tanpa melihat kompleksitas dari kodrat Yesus yang sungguh Allah dan sungguh manusia. Karena mereka juga tidak mau melihat komentar Kitab Suci dari Bapa Gereja dan Magisterium Gereja, maka mereka akan mengeraskan hati bahwa interpretasi merekalah yang paling benar.

3. Ke-4 Prinsip menginterpretasikan Kitab Suci

Secara umum, Kitab Suci mempunyai dua macam arti. Yang pertama disebut ‘literal/ harafiah’ sedangkan yang kedua disebut sebagai ‘spiritual/ rohaniah’. Kemudian arti rohaniah ini terbagi menjadi 3 macam, yaitu: alegoris, moral dan anagogis.[15] Ke-empat macam arti ini secara jelas menghubungkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

a. Arti literal/ harafiah.

Arti harafiah adalah arti yang berdasarkan atas penuturan teks yang ada secara tepat. Mengikuti ajaran St. Thomas Aquinas, kita harus berpegang bahwa, “Tiap arti [Kitab Suci] berakar di dalam arti harafiah.”[16] Jadi dalam membaca Kitab Suci, kita harus mengerti akan arti kata-kata yang dimaksud secara harafiah yang ingin disampaikan oleh pengarangnya, baru kemudian kita melihat apakah ada maksud rohani yang lain. Arti rohani ini timbul berdasarkan arti harafiah.


-bersambung-

bruce

  • Guest
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #2 on: October 21, 2012, 11:26:12 AM »
-lanjutan-

b. Arti alegoris

Arti alegoris adalah arti yang lebih mendalam yang diperoleh dari suatu kejadian, jika kita menghubungkan peristiwa tersebut dengan Kristus. Contohnya:

1.    Penyeberangan bangsa Israel melintasi Laut Merah adalah tanda kemenangan yang diperoleh umat beriman melalui Pembaptisan (lih.Kel14:13-31; 1Kor 10:2).

2.    Kurban anak domba Paska di Perjanjian Lama merupakan gambaran kurban Yesus Sang Anak Domba Allah pada Perjanjian Baru (Kel 12: 21-28; 1 Kor 5:7).

3.    Abraham yang rela mengurbankan anaknya Ishak adalah gambaran dari Allah Bapa yang rela mengurbankan Yesus Kristus Putera-Nya (Kej 22: 16; Rom 8:32).

4.    Tabut Perjanjian Lama adalah gambaran dari Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru. Karena pada tabut Perjanjian Lama tersimpan dua loh batu kesepuluh perintah Allah (Kel 25:16), roti manna (Kel 25:30), tongkat Harun sang imam(Ibr 9:4); sedangkan pada rahim Maria Sang Tabut Perjanjian Baru tersimpan Sang Sabda yang menjadi manusia (Yoh 1:14), Sang Roti Hidup (Yoh 6:35), Sang Imam Agung (Ibr 8:1).

c. Arti moral

Arti moral adalah arti yang mengacu kepada hal-hal yang baik yang ingin disampaikan melalui kejadian-kejadian di dalam Kitab Suci. Hal-hal itu ditulis sebagai “contoh bagi kita …sebagai peringatan” (1 Kor 10:11).

1.    Ajaran Yesus agar kita duduk di tempat yang paling rendah jika diundang ke pesta (Luk 14:10), maksudnya adalah agar kita berusaha menjadi rendah hati.

2.    Peringatan Yesus yang mengatakan bahwa ukuran yang kita pakai akan diukurkan kepada kita (Mrk 4: 24) maksudnya agar kita tidak lekas menghakimi orang lain.

3.    Melalui mukjizat Yesus menyembuhkan dua orang buta, yang berteriak-teriak, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah kami!” (Mat 20: 29-34) Yesus mengajarkan agar kita tidak lekas menyerah dalam doa permohonan kita.

d. Arti anagogis

Arti anagogis adalah arti yang menunjuk kepada surga sebagai ‘tanah air abadi’. Contohnya adalah:

1.    Gereja di dunia ini melambangkan Yerusalem surgawi (lih. Why 21:1-22:5).

2.    Surga adalah tempat di mana Allah akan menghapuskan setiap titik air mata (Why 7:17).

e. Hubungan antara ke-empat arti Kitab Suci

Berikut ini adalah pepatah yang berasal dari Abad Pertengahan tentang arti ke-empat arti Kitab Suci. “Huruf [dari kata letter/ literal] mengajarkan kejadian; apa yang harus kau percaya, alegori; moral, apa yang harus kau lakukan; ke mana kau harus berjalan, anagogi.”[17]

4. Contoh interpretasi Kitab Suci dengan menggunakan ke-4 prinsip

Maka semua kejadian di dalam Kitab Suci memiliki makna harafiah, walaupun dapat mengandung arti rohaniah juga. Contohnya adalah kisah Allah menurunkan roti manna di padang gurun (Kel 16).[18]

1.    Secara harafiah, memang Allah memberi makan bangsa Israel dengan manna yang turun dari langit selama 40 tahun saat mereka mengembara di padang gurun.

2.    Secara alegoris, roti manna menjadi gambaran Ekaristi, di mana Yesus sebagai Roti Hidup adalah Roti yang turun dari surga (Yoh 6:51), menjadi santapan rohani kita umat beriman yang masih berziarah di dunia ini.

3.    Secara moral, kisah ini mengajarkan kita untuk tidak cepat mengeluh dan bersungut-sungut (Kel 16:2-3) kepada Allah. Umat Israel yang bersungut-sungut akhirnya dihukum Allah sehingga tak ada dari generasi mereka yang dapat masuk ke tanah terjanji (selain Yoshua dan Kaleb).

4.    Secara anagogis, kita diingatkan bahwa seperti roti manna yang berhenti diturunkan setelah bangsa Israel masuk ke Tanah Kanaan, maka Ekaristipun akan berakhir pada saat kita masuk Surga, yaitu saat kita melihat Tuhan dalam keadaan yang sebenarnya (1 Yoh 3:2).

5. Peran Gaya Bahasa dalam Kitab Suci

Seperti halnya pada karya tulis pada umumnya, peran gaya bahasa adalah sangat penting. Demikian juga pada Kitab Suci, sebab Allah berbicara pada kita dengan menggunakan bahasa manusia. Maka kita perlu memahami gaya bahasa yang digunakan, agar dapat lebih memahami isinya. Secara umum, gaya bahasa yang digunakan dalam Kitab Suci sebenarnya tidaklah rumit, sehingga orang kebanyakan dapat menangkap maksudnya. Dalam hampir semua perikop Kitab Suci, sebenarnya cukup jelas, apakah pengarang Injil sedang membicarakan hal yang harafiah atau yang rohaniah. Namun ada kekecualian pada perikop-perikop tertentu, sehingga kita perlu mengetahui beberapa prinsipnya:[19]

1.    Simili: adalah perbandingan langsung antara kedua hal yang tidak serupa. Misalnya, pada kitab Dan 2:40, digambarkan kerajaan yang ke-empat ‘yang keras seperti besi’, maksudnya adalah kekuatan kerajaan tersebut, yang dapat menghancurkan kerajaan lainnya.

2.    Metafor: adalah perbandingan tidak langsung dengan mengambil sumber sifat-sifat yang satu dan menerapkannya pada yang lain. Contohnya, “Jiwaku haus kepada Allah Yang hidup” (Mzm 42:3). Sesungguhnya, jiwa yang adalah rohani tidak mungkin bisa haus, seperti tubuh haus ingin minum. Jadi ungkapan ini merupakan metafor untuk menjelaskan kerinduan jiwa kepada Allah.

3.    Bahasa perkiraan: adalah penggambaran perkiraan, seperti jika dikatakan pembulatan angka-angka perkiraan. Misalnya,“Yesus memberi makan kepada lima ribu orang laki-laki” (Mat 14: 21; Mrk 6:44; Luk 9:14; Yoh 6:10) dapat berarti kurang lebih 5000 orang, dapat kurang atau lebih beberapa puluh.


-bersambung-

bruce

  • Guest
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #3 on: October 21, 2012, 11:26:42 AM »
-lanjutan-

4.    Bahasa fenomenologi: adalah penggambaran sesuatu seperti yang nampak, dan bukannya seperti mereka adanya. Kita mengatakan ‘matahari terbit’ dan ‘matahari terbenam’, meskipun kita mengetahui bahwa kedua hal tersebut merupakan akibat dari perputaran bumi. Demikian juga dengan ucapan bahwa ‘matahari tidak bergerak’ (Yos 10: 13-14).

5.    Personifikasi/ antropomorfis : adalah pemberian sifat-sifat manusia kepada sesuatu yang bukan manusia. Contohnya adalah ungkapan ‘wajah Tuhan’ atau ‘tangan Tuhan’ (Kel 33: 20-23), meskipun kita mengetahui bahwa Tuhan adalah Allah adalah Roh (Yoh 4:24) sehingga tidak terdiri dari bagian-bagian tertentu.

6.    Hyperbolisme: adalah pernyataan dengan penekanan efek yang besar, sehingga kekecualian tidak terucapkan. Contohnya adalah ucapan rasul Paulus, “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rom 3:23); di sini tidak termasuk Yesus, yang walaupun Tuhan juga sungguh-sungguh manusia dan juga tidak termasuk Bunda Maria yang walaupun manusia tetapi sudah dikuduskan Allah sejak dalam kandungan (tanpa dosa asal).

Selanjutnya, ada juga kekecualian juga terjadi pada kondisi berikut:

1.    Jika Kitab Suci jelas mengatakannya bahwa yang disampaikan adalah perumpamaan, maka yang disampaikan tidak/ belum tentu terjadi. Contoh Yoh 10:6 “Itulah yang dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka…” yang kemudian dilanjutkan oleh Yesus, yang mengumpamakan Ia sebagai ‘pintu’ (Yoh 10:7). Demikian juga dengan Mat 13:33 yang mengatakan bahwa Yesus mengajar dengan perumpamaan. Di sini perumpamaan belum tentu terjadi secara nyata.

2.    Interpretasi harafiah dilakukan sejalan dengan akal sehat, namun jika tidak masuk akal, maka tidak mungkin dimaksudkan secara harafiah. Jadi misalnya, pada saat Yesus mengatakan bahwa raja Herodes adalah ‘serigala’ (Luk 13:32), maka kita tidak akan mengartikan bahwa pada waktu itu pemerintah di jaman Yesus dikepalai oleh mahluk mamalia, berambut, berekor, berkuping lancip yang bernama Herodes.

3.    Jika pengartian secara harafiah malah menujukkan kontradiksi pada Allah, maka gaya bahasa yang diucapkan tidak dimaksudkan untuk diartikan secara harafiah. Dalam hal ini penting sekali kita melihat ayat-ayat lain untuk melihat gambaran yang lebih jelas akan makna ayat tersebut. Contoh: Dalam Mat 23:9, Yesus berkata “Jangan memanggil seorangpun sebagai bapa di bumi ini”, padahal baru sesaat sebelumnya Yesus mengulangi perintah ke-4 dari kesepuluh perintah Allah, “Hormatilah ibu bapa-mu” (Mat 19:19) dan Ia juga menyebut Abraham sebagai “bapa” (Mat 3:9). Selanjutnya kita melihat bagaimana Rasul Paulus kemudian menyebut dirinya sendiri sebagai “bapa” bagi umat di Korintus (1 Kor 4:15) dan kepada Onesimus (Flm 1:10). Maka ayat Mat 23:9 tidak mungkin diartikan secara harafiah. Dalam hal ini, Yesus menggunakan gaya bahasa hyperbolisme untuk menyatakan otoritas ilahi yang mengatasi otoritas duniawi.


Dipetik dari http://katolisitas.org

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #4 on: October 21, 2012, 05:27:32 PM »

Weewww....

Text Book Bangettt...

Bisa enggak disingkat dalam 1 kalimat saja
  :giggle:

Anyway....thanks.........

Baca2 dulu.

GBU
 :)
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

bruce

  • Guest
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #5 on: October 21, 2012, 05:39:21 PM »
Weewww....

Text Book Bangettt...

Bisa enggak disingkat dalam 1 kalimat saja
  :giggle:

Anyway....thanks.........

Baca2 dulu.

GBU
 :)

Lhah.......

 :'o :lol:

Offline hello kitty

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 1675
  • Reputation Power:
  • Denominasi: GKI
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #6 on: October 22, 2012, 07:51:35 AM »
Weewww....

Text Book Bangettt...

Bisa enggak disingkat dalam 1 kalimat saja
  :giggle:

Anyway....thanks.........

Baca2 dulu.

GBU
 :)

 :onion15:

langsung ketawa di depan laptop habis baca postingan ini. Pak Singa sudah capek2 cari artikel dan co-pas,ternyata tanggapan Kung Pho malah menggemaskan sekali.
hihihihihihihihi..

saya bantu ya Kung.

batasan menafsir Alkitab (dalam 1 kalimat):

bila Anda Katolik, pastikan penafsiran itu sama dengan penafsiran Magisterium :afro:

caranya supaya tahu itu sama? --> cari di buku tafsir ayat2 Alkitab (ada di toko buku rohani). biasanya 1 buku meliputi 1 kitab (misal: Tafsir Perjanjian Baru) :giggle:
jangan masukkan kami ke dalam pencobaan..
karena kami bisa masuk sendiri ke dalamnya
(St. Kitty dari Lawang)

Offline St Yopi

  • Non Nobis Domine, Non Nobis, Sed Nomini Tuo Da Gloriam
  • FIK council
  • Hero Member
  • *****
  • Posts: 797
  • Reputation Power:
  • St Yopi
    • styopi.blogspot.com
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #7 on: October 22, 2012, 08:20:12 AM »
:onion15:

langsung ketawa di depan laptop habis baca postingan ini. Pak Singa sudah capek2 cari artikel dan co-pas,ternyata tanggapan Kung Pho malah menggemaskan sekali.
hihihihihihihihi..

saya bantu ya Kung.

batasan menafsir Alkitab (dalam 1 kalimat):

bila Anda Katolik, pastikan penafsiran itu sama dengan penafsiran Magisterium :afro:

caranya supaya tahu itu sama? --> cari di buku tafsir ayat2 Alkitab (ada di toko buku rohani). biasanya 1 buku meliputi 1 kitab (misal: Tafsir Perjanjian Baru) :giggle:
Bisa memakai referensi dari http://newadvent.org, bisa juga dari http://vatican.va

Berdasarkan referensi tersebut, kita dapat menafsirkan Kitab Suci tanpa takut terjerumus kedalam jurang kesesatan.

Tafsir Alkitab sangat perlu, sebab tidak semua hal telah didogmakan dan didoktrinkan, sehingga untuk beberapa hal, kita perlu menafsirkan dan mengambil kesimpulan sendiri dengan tidak berlawanan dengan Dogma maupun Doktrin Gereja yang telah ada.

Contoh adalah Predestination dan Judas Iscariot.

Rata2, Katolik memakai Haydock's Catholic Bible Commentary sebagai rujukan:

http://haydock1859.tripod.com/id44.html

Bisa juga membaca:

Tafsir Alkitab Dianne Bergant, CSA. & Robert J. Karris, OFM.
:deal:
Inter Esse Et Non Esse

Cogito Ergo Sum

Tuus Totus Ego Sum, Et Omnia Mea Tua Sunt

Extra Ecclesiam Nulla Salus

In Hoc Signo Vinces

With love,

your Yopi

Offline Leonardo

  • Global Moderator
  • Super Hero
  • *****
  • Posts: 1772
  • Reputation Power:
  • katolik
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #8 on: October 22, 2012, 08:34:32 AM »
Salam Damai

Dalam mempelajari Alkitab, banyak sekali hal2 yang perlu ditafsirkan.
Sedangkan hasil dari menafsir Alkitab memungkinkan pendapat yang berbeda2.

Apakah terdapat batasan2 yang harus dipenuhi dalam melakukan Tafsir Alkitab?
Bagaimana pendapat teman2 terhadap perihal diatas ?


GBU
 :)

Sebelum masuk dalam bahasa sederhana saya mau buat pendahuluan terlebih dahulu ...

Dalam sebuah koran harian sebenarnya kita sudah melakukan analisa gaya sastra penulisan...dalam sebuah artikel...
Oleh karena itu kita tidak kesulitan dalam memahami tulisan2 artikel dalam kolom2 yang berbeda...karena kita telah tau konteksnya.

Tapi mari kita berandai2...
Seandainya meletus perang Dunia III yang membuat bumi luluh lantah...dan hanya sedikit manusia yang bertahan hidup.

Akhirnya setelah 2000 tahun setelah peristiwa itu manusia dapat kembali membuat peradabannya...

Dan arkeolog menemukan serpihan surat kabar...
Di tulis dalam sebuah halaman berita kriminal...Polisi menembak penjahat...
Di kolom olahraga ...ada tulisan sebagai berikut...Ronaldo mengambil tendangan penalti dengan menembak bola ke sudut kanan gawang...

Alangkah terkejutnya para arkeolog jaman itu mereka menganggap zaman mempunyai olahraga brutal...dan kejam...  :whistle:

Barulah setelah penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa arti menembak pada berita polisi lain dengan arti menembak pada kolom olahraga... :D

Jadi bahasa sederhananya sih menurut saya kita bisa masuk dalam konteks saat peristiwa itu berlangsung ...metodenya banyak seperti yang disebutkan bro Bruce... :)

salam damai :)
In Omnibus Caritas

bruce

  • Guest
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #9 on: October 22, 2012, 10:44:40 AM »
Sebenarnya ada buku yang bagus sekali untuk dasar penafsiran Alkitab, sayang harganya cukup mahal.

Judulnya adalah Navarre Bible, jika berminat silahkan : http://www.catholiccompany.com/navarre-bible-c466/

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #10 on: October 22, 2012, 02:18:17 PM »
Bisa memakai referensi dari http://newadvent.org, bisa juga dari http://vatican.va

Berdasarkan referensi tersebut, kita dapat menafsirkan Kitab Suci tanpa takut terjerumus kedalam jurang kesesatan.

Tafsir Alkitab sangat perlu, sebab tidak semua hal telah didogmakan dan didoktrinkan, sehingga untuk beberapa hal, kita perlu menafsirkan dan mengambil kesimpulan sendiri dengan tidak berlawanan dengan Dogma maupun Doktrin Gereja yang telah ada.

Contoh adalah Predestination dan Judas Iscariot.

Rata2, Katolik memakai Haydock's Catholic Bible Commentary sebagai rujukan:

http://haydock1859.tripod.com/id44.html

Bisa juga membaca:

Tafsir Alkitab Dianne Bergant, CSA. & Robert J. Karris, OFM.
:deal:

Yang bold merah ..... saya sudah punya Mod Yopi   :deal:
Tapi rasanya kalo baca itu saja............belum cukup jadi murid Prof. Yxxx   :'o   :'o   :'o

Thanks link diatas   :dance:
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline cadangdata

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 1065
  • Reputation Power:
  • Denominasi: -
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #11 on: October 24, 2012, 05:44:43 PM »
:onion15:

langsung ketawa di depan laptop habis baca postingan ini. Pak Singa sudah capek2 cari artikel dan co-pas,ternyata tanggapan Kung Pho malah menggemaskan sekali.
hihihihihihihihi..

saya bantu ya Kung.

batasan menafsir Alkitab (dalam 1 kalimat):

bila Anda Katolik, pastikan penafsiran itu sama dengan penafsiran Magisterium :afro:

caranya supaya tahu itu sama? --> cari di buku tafsir ayat2 Alkitab (ada di toko buku rohani). biasanya 1 buku meliputi 1 kitab (misal: Tafsir Perjanjian Baru) :giggle:

ehehe.....
saya mau ikutan membuat jadi SATU KALIMAT ah..

Tapi saya kurang spendapat dgn mbak Hello...

COba kalo dibaca postingan mas bruce yang disertai contoh-contoh tadi,

intinya kan bahwa penafisiran haruslah BERIMBANG / MODERAT / berada di-antara DUA titik EKSTRIMITAS alias Jangan Pakai Rumus POKOKNYA ehehe.... apalagi Berani-Beranian NGOTOT bahwa ZONDER interpretasi alias Langsung dari Tuhan... lha itu tambah kurangajar lagi ehehe....

Saya kurang spendapat dgn mbak hello ah, bahwa kalo udah jadi katolik harus begitu....
ogah ah...
saya milih yang kalimat biru saya td aja...

eh. btw.. tadi dua kalimat ya ehehe..
« Last Edit: October 24, 2012, 05:46:56 PM by cadangdata »

Offline Husada

  • FIK council
  • Super Hero
  • *****
  • Posts: 3585
  • Reputation Power:
  • Gerejaku Didirikan oleh Yesus Kristus
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #12 on: October 24, 2012, 07:33:54 PM »
Weewww....
Text Book Bangettt...
Bisa enggak disingkat dalam 1 kalimat saja   :giggle:
Anyway....thanks.........
Baca2 dulu.
GBU
 :)
Kalau diminta dalam satu kalimat, saya anjurkan ini:Baca, baca, dan baca setelah baca, baca , dan baca.
PRO ECCLESIA ET PATRIA, PRO PATRIA ET ECCLESIA

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #13 on: October 25, 2012, 06:34:59 AM »

---cut---

batasan menafsir Alkitab (dalam 1 kalimat):

bila Anda Katolik, pastikan penafsiran itu sama dengan penafsiran Magisterium :afro:

caranya supaya tahu itu sama? --> cari di buku tafsir ayat2 Alkitab (ada di toko buku rohani). biasanya 1 buku meliputi 1 kitab (misal: Tafsir Perjanjian Baru) :giggle:

Latar belakang saya menanyakan batasan menafsir Alkitab adalah begini Sis.
Saya mengikuti kelas salah satu Romo.

Ia menjelaskan bahwa Alkitab sedemikian luas sekali.
Magisterium menetapkan ketentuan2 Dogmatis, itu hanyalah sebagian dari isi Alkitab.
Masih sangat banyak ruang yang belum tercakup yang memungkinkan pembaca menafsir.


Kalau diminta dalam satu kalimat, saya anjurkan ini:Baca, baca, dan baca setelah baca, baca , dan baca.


Siap laksanakan Mod Rambo .............   :onion8:
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Batasan Tafsir Alkitab
« Reply #14 on: October 25, 2012, 06:37:53 AM »
ehehe.....
saya mau ikutan membuat jadi SATU KALIMAT ah..

Tapi saya kurang spendapat dgn mbak Hello...

COba kalo dibaca postingan mas bruce yang disertai contoh-contoh tadi,

intinya kan bahwa penafisiran haruslah BERIMBANG / MODERAT / berada di-antara DUA titik EKSTRIMITAS alias Jangan Pakai Rumus POKOKNYA ehehe.... apalagi Berani-Beranian NGOTOT bahwa ZONDER interpretasi alias Langsung dari Tuhan... lha itu tambah kurangajar lagi ehehe....

Saya kurang spendapat dgn mbak hello ah, bahwa kalo udah jadi katolik harus begitu....
ogah ah...
saya milih yang kalimat biru saya td aja...

eh. btw.. tadi dua kalimat ya ehehe..

Bro Cadang Data.

IMHO

Kalau sudah dalam wacana Dogmatis, kan harus pake rumus "Pokoknya".

Filsafat  =  menjawab pertanyaan dengan akal budi (bisa tidak pakai "pokoknya")
Teologi  =  menjawab pertanyaan dengan iman        (harus pakai "pokoknya")

GBU
 :)
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)