Ooo... begitu.
Jadi, selaku manusia yang masih melanjutkan peziarahan di dunia ini, tidak layak memastikan sesuatu yang bukan kewenagannya. Ya, saya sependapat. Kalo seseorang meninggal karena bunuh diri, misalnya memotong nadinya sendiri sampai kehabisan darah, kemudian dimakamkan, tidak seorang manusia yang mengetahui secara pasti kemana roh orang itu. Apakah ke neraka, atau ke surga, tidak ada ayat Alkitab yang menyatakannya.
Kemudian, orang-orang yang dipilih oleh Tuhan Jesus Kristus sendiri meneruskan kewenangan dengan mewariskan kewenangan itu kepada penerusnya. Ternyata, orang-orang yag kompeten meneruskan kewenangan itu mengatakan bahwa Gereja berdoa bagi mereka yang telah mengakhiri kehidupannya, maka seluruh anggota Gereja menerimanya sebagai ketetapan yang dipatuhi. Gereja belum memastikan kemana roh orang itu ditempatkan.
Kembali ke pelayanan terhadap keluarga dari orang yang bunuh diri yang saya ceritakan di depan. Yang saya alami, meskipun selama hidup orang yang bunuh diri itu menamakan diri sebaga pengikut Kristus, ternyata pada saat pemakaman si bunih diri itu tidak diacarakan menurut tata cara kematian wajar yang dialami anggota kumpulannya. Pengurus kumpulan tersebut hanya melayat ke rumah persemayaman jenazah, kemudian kembali ke rumah masing-masing. Padahal, selama hidup si bunuh diri itu, sesekali dia bersekutu dalam berdoa dan merenungkan Ayat Alkitab bersama anggota lainnya.
Dengan demikian, meski kecil kemungkinannya, orang yang mati bunuh diri, menurut saya, belum diketahui apakah ke surga ato neraka.
Damai, damai, damai.