bro husa,
tentu perbedaan pandangan demikian amatlah manusiawi dan tidak masalah..
saya pun dapat memahami sudut pandang demikian, ketika saya memposisikan diri di dalam-nya mas..
sehingga, to be lebih objektif, saya mencoba menggunakan bird's eye view dan memposisikan diri saya netral..
sehingga bila dikaji secara organisatoris, saya tiba pada kesimpulan itu mas..
tapi anyway... imho, agar tetap berpijak pada bumi dan berusaha untuk tidak terjebak pada standar ganda, saya selalu berusaha secara sadar memisahkan DUA aspek dalam memandang agama:
1. aspek organisatoris --> yg dijelaskan di atas
2. aspek substantif --> dimana saya memang memeluk suatu kepercayaan yang meyakini adanya zat maha yang memiliki hubugnan yang bersifat intim dan transendental dengan saya..
dmkian imho bro..
Terima kasih Cadangdata.
Saya tertarik ingin menyampaikan pandangan atas
posting Cadangdata yang saya garis bawahi di atas.
Menurut hemat saya, baik Katolik dengan beberapa garis orthodoksinya, maupun dengan semua Protestan, sama-sama meyakini adanya zat maha yang memiliki hubungan yang bersifat intim dan transendental dengan mereka. Yang menjadi perhatian topik ini (menurut saya) adalah sejauh mana "perpecahan jemaat" yang diijinkan dan dimungkinkan?
Nah, untuk itu, menurut hemat saya, berdasarkan pemahaman saya pada ajaran Gereja yang saya terima dan berterima di nalar saya, Tuhan Jesus Kristus mengajarkan kesatuan Gereja (Jemaat). Dan juga kedua belas muridNya (setelah Matias menggantikan Yudas Iskariot), serta Rasul Paulus, mengajarkan kesatuan ajaran Gereja (Jemaat). Maka saya heran pada saat ada orang yang mencuplik ayat Alkitab secara bersendirian, kemudian menginterpretasikannya sebagai sumber (cikal-bakal) perpecahan ajaran Gereja (Jemaat). Diartikannya, perpecahan ajaran Gereja (Jemaat) mendapat tempat dengan mengeksplore satu ayat lepas dari perikopnya.
Memang, karena perbedaan teritorial, maka tidak mungkin hanya mendirikan satu Gereja (Jemaat). Terlalu mahal kalau seluruh orang percaya harus menjalankan ibadah di suatu tempat. Jadi, tempat beribadat bisa dan memang harus berbeda-beda (ada di kutub utara, ada di kutub selatan, ada di benua Asia, dll), tetapi ajarannya hanya satu, yaitu ajaran Tuhan Jesus Kristus, yang secara ringkas ialah
kasihi Tuhan, kasihi sesama.
Meski Katolik dan Protestan sama-sama meyakini adanya zat maha yang memiliki hubungan yang bersifat intim dan transendental dengan mereka, namun, dalam mengelompokkan diri, jelas berbeda. Katolik setia pada ajaran, bahwa Firman Tuhan itu bukan hanya yang tertulis, melainkan juga yang tidak tertulis, sebab manusia tidak mampu membatasi kehendak Tuhan yang hanya berfirman melalui tulisan. Katolik mengimani bahwa Tuhan berfirman melalui banyak cara yang tidak terpikirkan oleh manusia.
Tetapi, meski manusia mendapat karunia Roh Kudus, bukan berarti semua anggota Gereja (Jemaat) memiliki kompetensi yang sama dalam menafsir Firman Tuhan. Pada posisi seperti itulah, diimani, harus ada pihak yang kompeten pengajarkan tafsir-tafsir dari Firman, maka bagi Roma Katolik, pihak tersebut sebagai Magisterium (wewenang mengajar) [Saya tidak tahu apa nama lembaga seperti itu di pemegang orthodoksi lainnya, mungkin Roderick bisa bantu]. Sebagai awam, tiap anggota Gereja dapat menafsirkan Firman Tuhan seenaknya, tetapi Gereja dengan Magisterium adalah pihak yang paling kompeten menafsir atau mengajarkan tafsiran. Varian-varian tafsiran yang muncul di antara umat, harus mengacu pada tafsiran berdasarkan Magisterium.
Sepanjang pemahaman saya, hal tersebut berbeda dari Protestan. Yang dapat saya tangkap berdasarkan berbagai
postingan kawan-kawan, Protestanisme mengajarkan bahwa Firman Tuhan hanyalah apa yang tertulis dalam Alkitab. Dengan demikian, maka Protestan mengajarkan untuk
Back to Bible alias kembali ke ajaran Alkitab. Padahal, sejak
Bible terbentuk, Gereja tidak pernah menigngalkannya, bagaimana mau mengatakan
kembali ke ajaran Alkitab?
Dengan itu pula maka pada akhirnya, seperti yang kita lihat dewasa ini, ada Protestanisme disamping Katolikisme. Secara garis besar Protestanisme mengajarkan
Sola Scriptura atau
Back to Bible atau HANYA Alkitab SAJA atau apapun istilahnya (CMIIW). Sementara Katolikisme mengimani, selain Firman Tuhan yang tertulis di Alkitab ada Firman Tuhan yang tidak tertulis yang dilaksanakan secara turun-temurun yaitu Tradisi Suci, dan adanya Magisterium (kewenangan mengajar) dari Gereja.
Kewenangan mengajar (Magisterium) itu bukan akal-akalan Gereja. Itu bersumber dari Mat 28:20
dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. Ketika ayat itu dikatakan, saya yakin bahwa pengikut Jesus Kristus bukan lagi hanya 12 orang. Saya menyimpulkan begitu berdasarkan kisah-kisah Injil yang menceritakan bahwa kemana Jesus Kristus mengajar, orang berduyun-duyun mengikutiNya. Tetapi Mat 28:20 itu
disampaikan hanya kepada yang 12 orang yang kemudian diwariskan Gereja kepada para penerus yang memegang orthodoksi ajaran Jesus Kristus.
Demikian padangan saya.
Damai, damai, damai.