wkwkwkw.. suhu jenova yth,
saya jadi ingat, kemarin saya menemani romo dari pekanbaru untuk menyepuhkan piala tempat hosti dan anggur, juga sibori dan petena nya di yogyakarta.. menyepuhnya menggunakan emas..
lalu saya tanya pada romo, apakah harus pake emas untuk piala? kata romo: "saya sendiri tidak tau kenapa, tapi Itu sudah tradisi dari jaman dulu, Gereja tidak berani merubahnya.. saya kira mungkin masalah kepatutan saja".
nah, kalau tempatnya saja Gereja tidak berani mengganti aturan, apalagi materi intinya? saya kira tidak akan pernah bisa diganti. dan tidak akan ada dispensasi.
Hehe… Suhu onde yth juga…
AFAIK, alasan Gereja menggunakan piala berlapis emas itu utk menjaga kemurnian Tubuh dan Darah Tuhan saja, karena telah menjadi pengetahuan umum bahwa emas adalah logam mulia yg sulit bereaksi dgn zat2 kimia lainnya, jadi (terutama) anggur yg ditampung dalam cawan berlapis emas itu dapat dipastikan kemurniannya dan tidak akan bereaksi dgn logam / bahan cawan tersebut yg dapat mengkompromikan kemurnian Darah Tuhan.
Tapi AFAIK ini bukan keharusan kok, kalo memang tidak ada cawan berlapis emas, cawan biasa pun boleh dipakai, misal cawan gelas atau kayu, karena AFAIK Tuhan sendiri tidak menggunakan cawan emas dalam Perjamuan Terakhir dengan murid2Nya.
kalau seperti kasus yg suhu jeno ungkapkan, maka jika dalam situasi misa umum (hari minggu atau hari raya) tentu saja umat tidak perlu meminum anggur.. umat menerima sakramen ekaristi satu rupa. jadi ga ada masalah kan?
kalau misa khusus, misalnya misa untuk midodareni.. umat dengan alergi alkohol tersebut juga tidak perlu menerima ekaristi dengan dua rupa, toh esensinya sama saja.
artinya, materi misa ridak perlu dikorbankan, karena masih ada solusi yang lebih bijak, yaitu komuni satu rupa.
Benar juga, di GK memang komuni satu rupa sudah memberikan kepenuhan dua material tersebut.
Tapi bagaimana dgn GO? Atau dalam peristiwa istimewa yg mengharuskan komuni dua rupa, seperti komuni pertama?
Sekali lagi ini hanya contoh extrem, kalo ada yg alerginya lebih parah dari alergiku yg tidak dapat mentolerir alkohol sama sekali, apakah dalam komuni pertama pun sudah cukup utk menerima Roti saja?
nah, lain lagi kalau yang alergi itu adalah seorang imam... mungkin saja akan lebih baik orang tersebut tidak menjadi imam deosesan, atau tidak memimpin misa.. menjadi imam biarawan saja, atau menjadi bruder. walaupun kasus ini kayaknya hampir nol.
Kalo aku kepikir lebih simple sih, kan seorang imam tidak harus meminum sendiri Anggur yg telah dikonsekrasi.
Kalo ada imam yg alergi alkohol seperti aku, ya cukup minum seteguk atau sampai batas tubuh dapat menerimanya, selebihnya diberikan kepada umat / prodiakon / putra/i altar, yg penting jangan disisakan karena lebih sulit utk menyimpan Anggur dibanding menyimpan Roti.
Nah, kembali ke kasus extrem yg seorang romo tidak bisa meminum anggur sama sekali, IMO kok kasihan orang tersebut yg tidak bisa memenuhi panggilannya hanya karena alergi ama alkohol?
AFAIK, tidak ada larangan utk menjadi imam krn alasan keterbatasan fisk. CMIIW.
saya berpendapat kalau anggur dan hosti tak dapat digantikan.., no compromise..
bahkan setau saya anggurnya pun harus mempunyai standar kualitas tertentu, bukan sekedar anggur merah seperti cap ortu itu..
karena disesuaikan dengan keimanan akan transubstansi, maka kitapun punya norma kelayakan juga terhadap roti dan anggur.
Amen to that!!!
Ini hanya berandai2 saja kok... Dan pengen tahu aja bgm GO (yg mempertahankan syarat menerima komuni dua rupa) menyikapi contoh kasus extrem yg aku bawa.
ada share tentang penggunaan roti dan anggur dalam ekaristi,
... ... ...
salam hormat suhu...
Thank you for the sharing. What a great blessing.
Makasih, suhu onde!!!