@phooey & onde :
Memang, impotensi beda dengan NONsubur (mandul).
Yang saya masih gak "nangkep" - kenapa kemandulan masih diperbolehkan ?
impotensi adalah gangguan/ketidak mampuan untuk ereksi..
kalau mandul, fungsi ereksinya tidak bermasalah, namun sel sperma tidak bisa membuahi, atau tidak ada sel spermanya, hanya semens saja.
apa bisa dimengerti?
Maksudnya, yah oke2 aja walo udah ketauan mandul (karena suatu hal, bukan yg stlh bersetubuh baru ketauan mandul) sebelum menikah, begitu bener gak ya ?
seerti disebutkan diatas, bahwa kodratnya pernikahan itu adalah union dan prokreasi.
penyatuan cinta sempurna antara laki2 dan erempuan dalam persetubuhan itu yg perlu diresmikan. jadi jika seseorang bisa melakukan kegiatan union, maka kegiatan union mereka itu haruslah diikat, diresmikan dan disucikan oleh institusi pernikahan.
Tapi ini kok jadi menuntun saya berkesimpulan : "pokok bisa terjadi penetrasi" (bisa terjadi persetubuhan), yah ?
Lalu kok di-"oke"-in walau udah ketauan mandul ?
yah itu tadi, persetubuhan harus diikat, diresmikan, dan disucika.
dan sso impoten itu kan (walo jarang) bisa dikarenakan kecelakaan semasa bujang-nya. (Idem seorang wanita mandul karena suatu hal).
Seperti untuk phooey diatas ... lalu apakah maksudnya - salahsatu "kelengkapan/syarat" pelaksanaan perkawinan di gereja itu adalah berupa jaminan masing2 bisa saling memuaskan tubuh/badani/jasmani ?
seseorang yg impoten permanent tidak ada yang perlu di sucikan, karena memang ia tidak bisa ber union. ia boleh mencintai sebesar2nya dan tidak perlu diikat dalam institusi pernikahan.
Dimana kepuasan tubuh = kebahagiaan hidup ?
sebenernya bukan maksud saya ttg jamin-menjamin ataupun setuju/tidak setuju .... namun maksud saya disini adalah : syarat dari dilaksanakan pernikahannya itu sendiri ... dgn ditolaknya ke-impotenan seorang pria utk menikah ... apakah ini dikarenakan menurut penyelanggara upacara pernikahan itu (pihak gereja) : TIDAK MENJAMIN kebahagiaan hidup sang istri ---> yang mao gak mao saya pendapati KARENA tidak bisa terjadi penetrasi (persetubuhan) ... maka otomatis si istri tidak bisa bahagia .
Lah... tapi kok yang mandul masih bisa kawin ? .
Supaya saya gak salah "nangkep", jadi apakah maksudnya disini : pokok selama masih bisa terjadi persetubuhan... upacara perkawinan bisa dilaksanakan. (please CMIIW)
Entah berasal dari mana --- kayaknya (saya gak tau pasti) ritual upacara pernikahan itu adalah budaya bawaan manusia sejak jaman baheula .
Apa alasan untuk menikah ?
karena CINTA tentu sudah ada duluan.... maka...Jawabannya menjadi : agar bisa melakukan hubungan sex dan lalu --- yah dapet anak ato nggak "belakangan" .
Mohon maap... saya mungkin orang yg terlalu / over-idealis ... .
salam.
ya itu tadi.. orang impoten tidak perlu menikah.. karena kodrati pernikahan tidak dapat terpenuhi. ia yg impoten, boleh mencinta setulus2nya.. sekuat2nya.. seluas-luasnya.. tanpa perlu institusi pernikahan.
Ada Perbedaan
Larangan dan
Halangan dalam Katolik
Larangan NikahLarangan nikah, tidak menghalangi secara mutlak seseorang untuk menikah atau tidak menghapus kapasitas yuridis seseorang untuk menikah. Apa bila perkawinan ini dilangsungkan, maka tidak mengakibatkan perkawinan yang telah dilakukan itu menjadi tidak sah, melainkan hanya membuat tidak layak (illicit). Kalau suatu perkawinan dilarang, maka untuk meneguhkannya diperlukan izin dari kuasa gerejawi yang berwenang. Ada tiga jenis larangan nikah dalam hukum Gereja, yakni: (1). Larangan Legal, (2). Larangan Administratif dan (3). Larangan Yudisial.
Halangan NikahHalangan nikah ialah larangan yang membuat seseorang tidak mampu untuk menikah. Kanon 1073: “Halangan yang menggagalkan membuat seseorang tidak mampu untuk menikah secara sah”. Untuk meneguhkan perkawinan orang yang terkena halangan dibutuhkan dispensasi dari otoritas gerejawi yang berwenang.
Halangan ImpotensiImpotensi artinya ketidakmampuan untuk melakkan hubungan seksual suami-istri. Impotensi bisa mengenai pria maupun wanita. Manurut kan 108 4 §, impotensia merupakan halangan yang menyebabkan perkawinan tidak sah dari kodratnya sendiri, yakni jika impotensi itu ada sejak pra-nikah dan bersifat tetap, entah bersifat mutlak atau pun relatif. Halangan impotensi merupakan halangan yang bersumber dari hukum ilahi kodrati, sehingga tidak pernah bisa didispensasi, apalagi impotensi tidak memungkinkan suami-istri menjadi “satu daging”, yang merupakan tujuan hakiki khas perkawinan.
Impotensi dikatakan “absolut” jika pihak yang bersangkutan tidak dapat melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis siapa pun, sehingga yang bersangkutan tidak bisa menikah dengan siapa pun. Sedangkan impotensi bersifat “relatif”, jika si penderita tidak mampu melakukan hubungan seksual dengan orang tertentu, misalnya dengan pasangannya sendiri. Impotensi, baik absolut maupun relatif, menggagalkan perkawinan.