Sejauh ini di Indonesia belum pernah ada kasus konflik melibatkan Islam-Kristen yang dipicu persoalan nama Allah. Sebaliknya bila kita menyebut nama Allah sebagai dewa air atau dewa bulan yang disembah orang Arab dan Islam, bukankah itu merupakan penyebar ketidakbenaran yang bisa mengakibatkan pertikaian? Bagi Islam sendiri bulan tidak dianggap sebagai Tuhan, lambang bulan hanyalah sebagai petunjuk ritme waktu (kalender lunar). Sebenarnya masalah nama Allah di Indonesia justru banyak ditimbul-kan oleh kalangan Kristen sendiri, misalnya dengan munculnya tulisan yang cenderung menyudutkan dan merendahkan arti kata “Allah” itu menjadi sekedar nama dewa Arab.
Gereja perlu bersatu untuk melaksanakan hal yang lebih positif seperti melaksanakan Amanat Agung Yesus daripada meributkan masalah yang sebetulnya tidak terlalu esensial seperti cara melafalkan nama sesembahan orang percaya dengan benar.
Perlu diketahui kelompok pengagung nama Yahweh ini telah mengedarkan Alkitab sendiri, yang sebenarnya secara tidak etis melakukan tindakan plagiat yaitu dengan cara menggunakan tanpa ijin karya terjemahan LAI (yang dikerjakan oleh puluhan ahli teologi dan bahasa yang mewakili mayoritas aliran gereja dan melibatkan dana besar) dan mengganti beberapa istilah dalam Alkitab itu. Adalah gegabah bila satu orang atau kelompok yang tidak belajar teologi formal mau menggantikan kerja tim ahli itu dan menganggap karyanya sendiri paling benar dan karya yang lain itu salah.
Janganlah kita mencampur-adukkan pengertian bahasa (linguistik) dengan pengertian teologi (dogmatik/ aqidah).
•Bahasa itu selalu mengalami perkembangan bentuk dan arti. Bahkan bahasa Ibrani pernah menjadi bahasa “mati” (bahasa tulisan) yang hanya digunakan dalam penulisan sastra/Kitab Suci saja. Pada masa Yesus hidup, bahasa Aram-lah yang digunakan sehari-hari. Baru dalam dua abad terakhir ini bahasa Ibrani menjadi bahasa modern yang “hidup” kembali dalam percakapan sehari-hari.
•Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam bahasa Indonesia terdapat 1.495 kosa kata bahasa Arab, 1.610 bahasa Inggris, dan 3.280 bahasa Belanda yang kemudian menjadi kata-kata bahasa Indonesia. Kata Allah termasuk yang menjadi kosa-kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab. Karena itu penggunaan kata Allah untuk menyebut El/Elohim dalam PL dan Theos dalam PB adalah tepat.
•Kecenderungan sebagian orang Kristen di Indonesia selama ini untuk menghindari penggunaan kata-kata Arab tertentu dan sebagai gantinya mencari kata-kata non-Arab memperlihatkan lemahnya pemahaman tentang bahasa sebagai sebuah alat komunikasi yang seharusnya semakin membawa manusia hidup berdampingan secara damai dan bukannya malah semakin merenggangkan relasi-relasi kemanusiaan.
Kita harus mengingat upaya kelompok Saksi Yehuwa yang dari dulu dengan gigih mempertahankan nama YHWH. Jangan sampai mereka mendapat keuntungan dalam penyebaran kepercayaannya gara-gara soal penyebutan nama Allah ini.
Umat Kristen di Indonesia sejak abad XVI telah menggunakan nama Allah dalam terjemahan Alkitab. Dalam terjemahan bahasa Melayu dan Indonesia, kata “Allah” sudah digunakan terus menerus sejak terbitan Injil Matius dalam bahasa Melayu yang pertama (terjemahan Albert Corneliz Ruyl, 1629). Begitu juga dalam Alkitab Melayu yang pertama (terjemahan Melchior Leijdekker, 1733) dan Alkitab Melayu yang kedua (terjemahan Hillebrandus Cornelius Klinkert, 1879) sampai saat ini.
Gereja Tuhan di Indonesia telah berkembang dan diberkati sejak abad XVI walaupun menggunakan nama Allah. Memang ada tuduhan bahwa Tuhan telah menghukum gereja di Indonesia dengan banyaknya gedung yang dibakar, ditutup dsb. Tapi peristiwa itu terjadi karena isu kristenisasi dan sama sekali bukan karena penyebutan nama Allah.
Kita harus waspada karena di akhir zaman akan muncul berbagai pengajaran baru yang kelihatannya menarik tapi membingungkan dan tidak Alkitabiah. Seperti: Penginjilan kepada arwah orang mati, penginjilan kepada setan, penafsiran tentang hari kedatangan Tuhan, orang yang jatuh dalam dosa harus ditahirkan dalam air berulang-ulang seperti Naaman, tidak merayakan Natal karena dianggap warisan budaya kafir yang menyembah dewa matahari, kontroversi penggunaan nama Allah yang dianggap menyembah dewa air atau dewa bulan dll. Ingat pesan Paulus kepada Timotius dalam II Tim. 4:2-5; I Tim 4.
Menurut Olaf Schumann, beberapa ciri bidat (yaitu aliran yang dianggap menyimpang dari ajaran resmi atau ajaran yang umum dianut mayoritas pemeluk) antara lain:
•Pengkultusan individu para tokohnya, yang biasanya pendapatnya bertentangan dengan arus utama.
•Bersifat elitis dan eksklusif. Sikap yang menganggap keyakinannya paling benar dan yang berada di luar itu tidak benar.
•Kecaman takabur kepada gereja. Dalam kontroversi nama Allah dikatakan: “Kalau menggunakan nama Allah berarti menghujat Yahwe; LAI singkatan: Lembaga Alat Iblis; pengikut yang berdoa kepada Allah sebagai pengikut Allah setan”.
•Mempraktikkan Taurat baru.
•Fanatisme Yudaisme. Mengagungkan bahasa Ibrani bahkan mengubah nama diri mereka dengan nama “Ibrani”.
•Motivasinya dipertanyakan. Cenderung menimbulkan kebingungan, pertentangan dan perpecahan.
Bapa Sorgawi tahu hati manusia yang menyembah-Nya dengan menyebut Allah Abraham, Ishak dan Yakub, tanpa membayangkan menyembah dewa. Bapa tidak menganggap itu menghujat Dia karena Bapa melihat hati yang mengasihi pribadi-Nya bukan hanya karena soal pelafalan nama-Nya. Sebaliknya memakai nama Yahweh atau El/Elohim tanpa menghormati Pribadinya sama dengan mencemarkan nama-Nya. Seperti Israel yang menyebut El/Elohim atau Yahweh tapi tidak hidup menurut jalan-jalanNya sehingga Allah merasa jemu dan jijik akan korban bakaran mereka bahkan kemudian mereka dihukum oleh Dia.
Tamat.
sumber