Sekali lagi, sepertinya budi masih belum menangkap apa yg odading maksudkan... saya sebenernya nggak sedang memfokuskan NOL ataupun tidakNOL --- karena pedoman saya, semua orang mempunyai kasih iman dan pengharapan dan fokus saya, Iman+Kasih itu BUKAN kesatuan adalah karena Iman yang "begini" (begini = oke punya, nilainya 70) tidak sertamerta artinya Kasih PUN juga oke punya, nilainya juga 70.
Dengan kata lain, sekalipun sso mempunyai iman yg nilainya satu, masih terbuka kemungkinan dia mempunyai kasih yg nilainya NOL.
Bagaimana bisa dipendapati bhw Iman+Kasih itu suatu kesatuan yg tidak bisa dipisah2kan bud ? Bukankah jelas2 dari yg diatas, kedua unsur tsb berbeda ? dan tidak merupakan kesatuan ?
Kedua unsur itu memang beda. Bahkan mungkin orang bisa ukur menurut satuannya masing-masing (walaupun saya nggak tahu gimana cara ngukurnya...)
Tapi, meskipun beda, keduanya saling “mengikat” atau “membelit” sehingga kondisi yg satu mempengaruhi kondisi yg lain secara prinsipil. Ada semacam proses reciprocity antara faith dan love.
Note: di sini, saya bicara sebagai orang kristen ya.
apakah Rahab beriman Kristen ?
Ya.
Saya tahu banyak orang gereja yg akan menertawakan jawaban saya itu. Itu karena cara saya memandang kekristenan berbeda dng cara mereka. Saya non-institusional, ahistoris, spiritual. Mereka institusional, historis, theological.
Kalau manusia JUGA BISA, bukankah para manusia jadi terpecah-pecah dalam berbagai kelompok ?
orang yg berimanProtestan JUGA BISA menyatakan : diluar imanProtestan = iman palsu / iman yg salah / tidak beriman ?
orang yg berimanKatolik JUGA BISA menyatakan : diluar imanKatolik = iman palsu / iman yg salah / tidak beriman ?
Dan bukankah itu telah dan terus sedang terjadi sekarang?
Dan sejauh itu sajalah justifikasi manusia. Jadi, fungsinya lebih ke semacam identifikasi (pengkotak-kotakan, pembedaan → thanks to the so-called “Pengakuan Iman” yg dirumuskan secara institusional). Sementara itu, justifikasi Allah adalah sesuatu yg sama sekali beda.
Nah, bisakah manusia JUGA BISA menjustifikasi orangnya secara melalui Iman dan Perbuatan org tsb ?
apabila proses justifikasi sudah "bisa beres" dilakukan para manusia selama mereka bernafas - buat apa lagi judgment day ?
Mengapa disebut / di istilahkan judgment day ? bukan justification day ?
Mengapa yg di judge itu perbuatan2 ? bukan Iman ?
Bukankah imanKristen tidak akan mengalami judgment ?
Bisa. Tapi, sekali lagi, justifikasi manusia beda dng justifikasi Allah.
Judgment Day itu harinya Tuhan, bukan harinya manusia. Tuhan yg punya gawe di hari itu, bukan manusia. Di hari itu, justifikasi Tuhan yg berlaku, bukan justifikasi manusia.
Di Judgment Day, Allah akan menghakimi setiap manusia dan Allah akan men-justifikasi mereka yg beriman kepadaNya.
Iman yg apa, bud ? imanProtestan ? imanKatolik ? imanKristen Calvin ? imanKristen Arminian ? yang Allah justifikasi ? (atau jangan2 yg manusia justifikasi ?)
Ya, iman yg Ia suka ↔ iman Kristen.
apakah kalimat quote diatas = "apakah syaratnya imanKristen saja ?"
Dengan begitu, diluar imanKristen - tidak memenuhi syarat justifikasi.
Bagaimana dengan Rahab ?
Ya, hanya iman Kristen. Iman Kristen adalah iman yg “sah” di mata Allah (bukan di mata manusia, gereja, denominasi, whatever...)
Bagaimana dng Rahab? Well, Yakobus bilang Rahab dijustifikasi Allah. So, Rahab punya iman Kristen. (kelihatan kalau pola pikir saya beda dng pola pikir orang gereja yah...)
Budi belon sempet menjelaskan, mengapa adanya beda2 iman tsb di keKristenan di-sah-kan dengan saling menjustifikasi iman antar manusia ? Bukankah ini dikarenakan budi berpendapat manusia JUGA BISA menjustifikasi iman
Well, dalam wacana justifikasi manusia, yg menjustifikasi itu kan manusia. Jadi, perbedaan-perbedaan itu ada juga karena manusia. Yang men-sah-kan perbedaan2 itu juga manusia.
Jadi, dalam wacana justifikasi manusia, manusialah yg punya gawe, bukan Tuhan. Tuhan punya sendiri gawe-Nya, Judgment Day.
Salam